Part 2

54.7K 4.4K 102
                                    

Lea mematikan kompor gas setelah selesai membuat telor mata sapi untuk sarapan anaknya. Suara langkah kaki terdengar menuju dapur tempatnya berada, Lea berbalik dan melihat Rehan yang sedang membuka freezer dibelakangnya.

"Semalam pulang jam berapa?" Lea bertanya ditengah langkahnya dengan tangan yang membawa piring yang berisi telur yang baru di masaknya, dan meletakannya di meja makan.

Tidak ada sahutan dari orang yang ditanyanya membuat Lea kembali melihat Rehan, dan terpaku begitu melihat jakun pria itu yang naik turun di sebabkan tengah meneguk air dari dalam botol yang diambilnya tadi. Lea memejamkan matanya dan menggeleng pelan, lalu bertanya sekali lagi.

"Kamu tahu, kalo Kai nungguin kamu semalam?" Mendengar nama puteranya disebut barulah Rehan membalikan badannya dan menatap Lea dengan pandangan tidak suka.

"Aku akan bicara dengan Kai nanti." Bukan itu, Lea hanya ingin penjelasan kenapa dia pulang telat tanpa menghubunginya. Tapi ia tahu ia tak akan mendapatkan jawaban Rehan.

"Kalau tidak bisa menepati janji, lebih baik jangan membuatnya."

"Aku bilang, aku akan bicara dengan Kai nanti." Lea menatap tak percaya ketika telinganya menangkap nada kesal dan geraman dari jawaban suaminya, seolah bahwa Lea menuduhnya mencuri sesuatu dan tuduhannya hanyalah fitnah belaka.

"Setidaknya kamu memberi kami kabar jika akan pulang telat, anak itu sampai menahan kantuknya hanya untuk menunggu kamu mas! Kamu harusnya-" Lea tidak dapat menyelesaikan kalimatnya karena gebrakan di meja membuatnya terdiam seketika.

"Jangan memulainya Lea!" Selain sifatnya yang tak acuh, Rehan juga mempunyai emosi yang tidak dapat dikontrolnya jika ada sesuatu yang memancing amarahnya. Seperti sekarang ini, mata tajam dan rahangnya yang terkatup membuat Lea memundurkan satu langkahnya kebelakang. Salahnya sendiri menyalakan api pada sumbu yang pendek, meledaklah sudah.

"Mama?" Dapatkah Lea bernapas lega karena panggilan suara polos Kai yang membuat wajah merah padam Rehan berubah seketika. Rehan segera membalikan badannya untuk melihat sang anak.

"Pagi Kai, sini sarapan sama Papa." Kai menatap Rehan sekilas, Kai melewati Rehan begitu saja tanpa balik menyapa papanya seperti biasanya, lalu duduk di meja makan dekat sang Mama dan berkata.

"Selamat pagi Mama cantik." Entah kemana ketakutan yang sempat dimenghampirinya tadi, karena sekarang yang Lea rasakan adalah bahagia melihat puteranya dengan senyuman yang menjadi favoritnya itu.

"Pagi anak Mama yang paling ganteng"

"Mana sapaan untuk Papa?" Rehan mendekati sang anak lalu duduk di sampingnya, Kai tidak sekalipun mengalihkan wajahnya pada sang ayah, karena detika selanjutnya anak itu berkata lagi pada sang ibu.

"Kai mau sarapan, Mah." Lea meringis melihat perbuatan sang anak yang mengabaikan Papanya, dilihatnya Rehan yang mendesah sedih. Hanya Kai yang mampu membuat Rehan tidak berdaya layaknya seorang pria yang dicampakkan kekasihnya.

"Sama telur mata sapi, yah. Sudah mama bikinkan." Kepala anak kecil itu mengangguk dua kali, Lea dengan cekatan mengambil nasi untuk anaknya, dan ucapan terima kasih yang manis membuat Lea langsung mencium pipi putera satu-satunya itu.

"Mau roti, mas?" Lea beralih bertanya pada sang suami, sama sekali tidak menatap Lea ketika dirinya berdehem, Lea mengerti lalu mengambil dua tangkup roti dan mengolesinya dengan selai kacang dan di berikan pada Rehan. Entah karena apa tiba-tiba mata Kai mendelik pada sang Papah.

"Mama yang antar Kai sekolah kan?" Tanya bocah yang sudah rapi dengan seragam putih-merahnya. Usia Kai memamg berlum genap 6 tahun. Meski begitu, bocah lelaki tersebut sudah berada di kelas satu sekolah dasar umum. Awalnya pihak sekolah tidak menerima siswa yang masuk di bawah tujuh tahun, namun kepintaran Kai yang sudah bisa menghitung hingga mengeja angka diusia lima tahun, tidak bisa di jadikan alasan menolak siswa yang berkeinginan untuk menuntut ilmu meski usianya di bawah standar saat itu.

"Papa yang antar." Rehan yang menjawab lalu suasana menjadi hening, sampai Kai bertanya lagi.

"Nanti Mama jemput Kai kan?"

"Papa juga yang akan jemput kamu, Kai." Lea menatap Rehan dan Kai bergantian. Yang satu sedang berusaha untuk berkomunikasi sedangkan yang satunya lagi tetap mengabaikan sambungan komunikasi itu. Bukan hanya fisik, sifat Kai yang kadang dingin tak tersentuh itu juga turunan dari papanya. Lea sempat berharap jika anaknya itu menolak diturunkan sifat senggol bacok sang suami, dan doanya terkabul. Alih-alih marah, jika sedang kesal puteranya akan menjadi seorang yang menyebalkan, dengan mengabaikan lawan bicaranya.

Helaan napas panjang terdengar di maja makan itu, Lea mengamati Rehan yang sedang memandang anaknya. lalu seperti dugaannya, Rehan akan membujuk Kai hanya untuk mendapatkan sebuah kata maaf dari lelaki kecil iu.

"Dengar Kai, kemarin kerjaan papa banyak dan baru selesai disore hari, maka papa baru sampai rumah tengah malam." Kai bergeming enggan bahkan untuk sekedar melirik sang papa.

"Maafkan papa, oke. Papa janji akan mengabulkan semua permintaan Kai untuk menebus kesalahan papa. Papa akan menemani kamu jalan kemana saja weekend nanti." Barulah anak laki-laki itu mau melihat sang papa setelah mendengar janji tersebut.

Semoga kali ini tidak hanya sekedar janji, Batin Lea.

"Beneran papa akan ngabulin semua permintaan Kai?"

"Apapun."

"Papa juga akan ngajak Kai jalan-jalan minggu nanti?"

"Tentu, Kai mau kemana?"

"Kita jalan-jalannya sama Mama kan, Pa?" Untuk kali ini Rehan terdiam, dan muka Kai berubah masam

"Oke, kita semua akan jalan-jalan. Kamu, papa dan mama." Apa Lea tidak salah dengar?

Jelas saja dirinya tidak percaya jika Rehan akan mengajaknya jalan bersama mereka, selama mereka menikah sampai punya anak yang sudah masuk kelas pertama di sekolah dasar. Tidak sekalipun Rehan mengajak jalan Lea, jika diajak untuk menemui sang mertua tidak termasuk jalan-jalan melainkan kunjungan keluarga.

Biasanya jika Rehan mengajak jalan anaknya, maka mereka akan pergi berdua saja tanpa Lea. Yang terakhir pun begitu, mereka hanya jalan berdua, tapi setelah pulang Kai bercerita jika mereka jalan-jalan di temani dengan seorang wanita.

Dia sempat tak curiga karena ad kemungkin bawah wanita itu Raisa.

Tapi jika itu Raisa, Kai tidak mungkin memanggilnya dengan sebutan tante itu tanpa menyebut embel-embel teu Caca.

Karena penasaran seorang istri, diapun bertanya pada suaminya, yang malah berujung bentakan untuknya. Apa salah jika seorang istri bertanya tentang wanita yang di sebutkan anaknya? Lea hanya bertanya, tapi Rehan menanggapinya dengan berlebihan.

Tentu saja semakin membuat wanita itu curiga dengan reaksi suaminya itu. Meski waktu itu usia Kai bisa di katakanan sangat kecil untuk bisa mempercayai kata-katanya, tapi anak itu tidak buta mengatakan jika tante centil itu selalu dekat-dekat dengan papanya.

Lea sampai mencari tahu perempuan yang pernah disinggung anaknya itu, namun sampai hari ini Lea tidak dapat mengetahuinya. Ia bahkan bertanya pada Raisa, jika mungkin sahabatnya itu tahu tentang wanita yang di sebut-sebut anaknya. Namun wanita itu lupa jika yang disebut Kai adalah wanita, tidak dengan ciri-cirinya seperti apa atau ada gambaran sketsa wajah wanita tersebut. Yang tentu saja menyulitkan Lea untuk mencari tahu.

Dengan statusnya yang hanya sebagai ibu rumah tangga, ruang geraknya jelas terbatas. Jika dia seperti Raisa yang seorang wanita karir, mungkin Lea akan dengan leluasa mengintai gerak-gerik sang suami. Tapi Rehan tentu saja tidak mengijinkannya bekerja dan membuat Lea menjadi seorang ibu rumah tangga.

Lea sudah tidak membahasnya lagi dengan Rehan, jika hanya karena pertanyaan itu mereka akan terlibat cekcok, menutup mulut akan lebih baik untuk Lea.

Meskipun sampai saat ini Lea masih tidak bisa melupakan perempuan yang pernah di singgung Kai, dan itu masih menjadi misteri untuknya.

Suara kursi yang dimundurkan mengalihkan pikiran dan memandang Kai yang sudah berdiri dan berlari keluar dari ruang makan, Lea menyusul anaknya yang berada di tengah rumah sedang mengambil tas gendongnya

"Aku pergi." Lea mengangguk lalu mengambil tangan Rehan untuk disalami, diikuti Kai yang menyalami tangan Lea. Lea mengantar Rehan dan Kai sampai di depan mobil yang terparkir di carport, wanita itu melambaikan tangannya setelah mobil yang di tumpangi suami dan anaknya berjalan keluar dari halaman rumah.

***

Tbc

Let Me Go (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang