"Mah." Lea melangkahkan kakinya tergesa menghampiri wanita yang baru saja berbalik melihatnya, lalu pandangannya ikut terarah pada sebuah kaca yang menjadi pembatas ke sebuah ruangan. Tubuh nya langsung tek bertenaga, hatinya mencelos begitu dilihatnya sosok lemah yang terbaring memejamkan matanya, ada beberapa lelaki membuka tubuh papanya untuk diperiksa, lelaki itu bergeming.
"Sewaktu makan malam tadi, papamu terlihat baik-baik saja. Sampai saat kita mau tidur, papa bilang sambil pegang dadanya katanya sesak, mama meninggalkan papamu di dalam kamar untuk membuat teh mint tapi pas... pas Mama..." Kata Mamah Lea panjang lebar, lalu kemudian tergagap karena isakannya sendiri "Pa- papa pingsan waktu mama balik lagi ke kamar." Lea memeluk mamahnya, Lea tidak bisa menahan air matanya yang ingin keluar melihat sang mama menangis.
Papanya memang telah lama mengidap penyakit mematikan itu. Tapi lelaki yang Lea sangat kasihi itu menjalani pola hidupnya dengan baik, juga pola makan yang teratur, sehingga Lea mensugesti jika penyakit itu tidak ada lagi di dalam tubuh papanya lagi. Nyatanya Lea salah, penyakit jantung bisa menyerang kapan saja dan pada siapa saja, yang rajin berolah raga sekalipun seperti papanya.
"Papa pasti baik-baik aja mah." Ucapnya guna menenangkan mamah dan dirinya sendiri, pintu yang terbuka membuka kedua wanita itu saling melepaskan diri dan memburu dokter yang keluar dari ruangan tersebut.
"Pak Deni sudah melewati masa krisinya." Tidak ada yang membuat Lea begitu bersyukur dengan kabar yang dokter sampaikan, Lea meminta ijin kepada dokter tersebut untuk masuk kedalam yang diamini dokter terlihat seusia papanya itu. Lea membiarkan ibunya terlebih dahulu untuk menemui sang papa, karena dokter berpesan hanya satu orang yang boleh masuk kedalam.
"Papa bagaimana?" Rehan baru saja sampai di hadapan Lea, karena susahnya parkir di lahan rumah sakit itu membuat Rehan harus mengelilingi parkiran untuk mencari celah diantara mobil yang padat terparkir disana.
"Udah lewat masa kritisnya" Jawab Lea pelan.
"Mama?" Tanya lelaki itu karena tidak melihat mertua perempuannya disana.
"Didalam, dokter bilang hanya satu orang yang boleh masuk." Rehan mengangguk paham, lalu menyusul Lea yang duduk di kursi.
Rehan memperhatikan Lea yang tertunduk lemas dan terlihat lelah, ada rasa iba dihatinya dan berkeingin untuk merengkuh wanita itu kedalam pelukannya, alih-alih melakukan niatnya Rehan merogoh celana pendeknya dan mengeluarkan ponsel, mengetik pesan disana untuk adiknya.
***
"Kita mau ketemu kakek lagi, Ma?" Lea yang sedang membereskan sisa sarapan mereka tadi pagi menoleh kearah Kai yang duduk di kursi makan menatapnya, ini hari minggu jadi walaupun sudah jam delapan lewat, Kai masih belum mandi dan masih memakai piyama tidurnya.
"Iya, Kai?"
"Kita nginep mah?" Lea mengangguk.
Setelah delapan hari dirawat diruang intensif di rumah sakit, papa Lea yang keadaannya sudah membaik diperbolehkan pulang.
"Iya, nak."
"Yes, Kai bisa main sama kakek nanti."
"Kai, kakek kan baru sembuh jangan ngajakin kakek main sama Kai dulu yah. Nanti kalau kakek sakit lagi gimana?"
"Tapi Kakek bukannya udah sembuh mah?"
"Kakek perlu istirahat yang banyak. Dan Kai jangan ganggu kakek yah." Kai mencibikan bibirnya, anak itu memang sangat dekat dengan sang kakek. Jika mereka berkunjung ke rumah orangtua Lea, Kai yang akan paling semangat, kakeknya tak jarang memanjakan cucu laku-lakinya itu, menuruti semua kemauan Kai termasuk membelikan es krim diam-diam ketika Kai sedang flu dan anak itu memaksa Lea yang tak menuruti keinginannya, dan sang kakek lah tanpa mengindahkan larangan Lea menuruti keinginan cucunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Go (Sudah Jadi Buku)
General FictionMenikah di usia muda otomatis membuatnya menjadi seorang ibu rumah tangga yang sama sekali bukan rencana Lea setelah lulus, tapi orangtuanya tidak berpikir demikian ketika Lea diminta menikah dengan lelaki pilihan mereka. Dan sikap tidak terduga sua...