PROLOG

2.5K 82 18
                                    

~Semua yang berawal akan berakhir, yang datang akan pergi, pertemuan akan ada perpisahan. Tak pernah ada yang orang sebut sebagai 'keabadian'

Teori dunia yang tak dapat dibantah lagi.

Bagi beberapa orang teori itu hanya sekedar kata pengancam agar seseorang dapat menghargai apa yang mereka miliki saat ini. Karena kebanyakan dari mereka terlalu menyepelekan fakta karma tersebut.

Yuni, tujuh belas tahun tepat usianya, bagai setetes embun yang menggantung di pucuk daun, berusaha untuk tetap singgah saat takdir tak lagi memberinya waktu untuk bertahan, hingga menjatuhkannya ke tanah lalu menghilang terserap ke dalam bumi. Saat melihat dua insan telanjang yang tengah panas bersama di atas ranjang. Membuat tubuhnya mematung dengan kaki yang bergetar hebat. Dua insan yang baru saja saling mendesah sontak menjauhkan tubuh satu sama lain ketika pintu tiba - tiba terbuka dan bunyi sekantung makanan ringan yang terjatuh dari tangan gemetar Yuni. Keduanya pucat pasi, seperti buronan maling berlian yang kepergok polisi.

"Angga..." Lirih Yuni menggeleng tak percaya, air mata menggenang di pelupuk matanya melihat hal yang sama sekali tak pernah terbesit dalam fikirannya selama ini. Lelaki dan wanita di atas ranjang buru - buru memakai pakaiannya. Setengah berlari, lelaki itu menghampiri dan menggenggam tangan Yuni. Yuni segera menepisnya dengan kasar. Air mata tak dapat dibendung lagi, Yuni semakin lemas.

"Sayang--"

"SUMPAH LO TEGA, NGGA!" Yuni berlari sekencang mungkin semampu kaki lemasnya melangkah sejauh mungkin, sambil membekap mulutnya yang masih menganga tak percaya. Melewati pembantu rumah Angga yang tengah bebersih di ruang tamu begitu saja, tanpa menghiraukan panggilan bibi itu.

'Awal bertemu dengan kamu, aku merasa seperti diserbu oleh ribuan kupu - kupu yang menggelitik di perutku...'

Langit tampak mendung sore itu, Yuni berhenti di sebuah halte terdekat dari rumah Angga. Menyeka air matanya dan dengan kasar duduk di bangku halte itu. Ia menangis sejadi - jadinya.

'Matamu yang teduh, senyummu yang memikat hatiku, membuatku selalu terbayang - bayang wajahmu setiap hari...'

Yuni mengambil ponsel di tas kecilnya, tak menghiraukan sosok cowok berjumper hitam di bangku halte sebelahnya, yang kini tengah menatap Yuni dengan sedikit cemas.

"Halo, Nanda." Seru Yuni parau, tak henti - hentinya cewek itu menangis hebat.

"..."

"Nanda... gue, gue gak nyangka-- hiks, lo kesini ya. Gue di halte depan kompleksnya Angga."

"..."

"Buruan!"

Cowok berjumper itu menegakkan tubuhnya tampak panik saat Yuni menunduk dan tetesan darah menetes dari hidungnya.

Bruk!!!

Cowok berjumper itu sontak berdiri, kepanikannya tak tertahan lagi, Yuni ambruk terjembap ke lantai halte. Dengan cekatan cowok itu mengangkat tubuh Yuni dan membawanya ke tepi jalan. Raut cemas tampak jelas di wajah cowok itu, sementara darah dari hidung Yuni terus mengalir membasahi lengan jumper hitamnya. Cowok itu tak peduli.

Yang ia tunggu hanyalah taksi menuju rumah sakit secepatnya.

'Angga, kamu tau? Kamu adalah cinta pertamaku sejak lima tahun lalu.'

***

GILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang