1 ( part 1 ) PHOBIA BERENANG

1.5K 45 5
                                    

BYUR!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BYUR!

"Hahahahah!"

"Ayo, Lang loncat. Cemen lu ah!!" Teriak cowok di dalam kolam renang itu.

"Tai lu. Renang aja sendiri sana." Umpat Gilang sambil menatap ngeri pada kolam yang terlihat biru jernih itu. Dua cowok dan satu cewek yang ada di dalam kolam tertawa. Mereka adalah teman terdekat Gilang --Letta, Dani dan Dicky.

"Elah, masa ditindik berani, nyemplung kolam aja takut sih." Sindir Letta sambil menciprat - cipratkan air ke Gilang.

"Iya, buang aja tuh pearcing, ganti sama ban mobil. Hahaha!" Sahut Dani.

"Malu sama tatto lo, ditatto aja berani masa masuk kolam gak berani!" Timpal Dicky tak kalah sengit. Gilang menggertakkan giginya sebal lantas melangkah meninggalkan tepi kolam dengan bibir manyun.

"Yayaya, puasin kalo nyindir, sampe bibir kalian monyong sekalian."

Gilang duduk di kursi dan menyandarkan punggungnya, ia menarik nafas lelah. Gilang memperhatikan ketiga temannya yang asik berenang di dalam kolam. Dani tampak berjongkok di tepi kolam, dan sedetik berikutnya meloncat tinggi ke dalam air hingga cipratannya sampai ke kaki Gilang. Melihatnya saja Gilang sudah bergidik ngeri, ia benar - benar phobia pada kolam renang.

Kembali termenung, Gilang mengangkat jemarinya, menatap tatto ular di tangan kirinya dengan dingin, ia menggosok pelan tinta hitam yang permanent mewarnai kulit Gilang itu.

Sebesit kenangan pahit terlintas di ingatannya saat melihat tatto itu, buru - buru Gilang menepis memori yang terputar seperti film di otaknya baru saja. Gilang mengambil ponselnya yang ada di dalam tas, sebelum layar ponsel itu menyala Gilang terdiam lagi, entah kenapa gerakannya tiba - tiba terhenti saat melihat bayangan wajahnya sendiri di ponsel yang masih mati itu.

Gilang menyentuh pearcing sebesar tutup botol yang melubangi telinga kirinya. Membuat sepintas kenangan pahit kembali menyeruak bagai film di ingatannya.

"Sorry, Lang. Mending mulai sekarang lo lupain gue, gue ini cewek kotor, lo tau? Haha, iya gue pelacur? Gak malu lo punya cewe pelacur?!"

Gilang berdesah kesal, sialnya, suara dari cewek dua tahun lalu itu masih terngiang di telinga Gilang. Gilang mencoba menutupi hatinya yang kini tiba - tiba terasa pilu, mencoba membohongi dirinya sendiri bahwa kini Gilang telah menjadi orang yang berbeda dari masa lalunya. Meskipun sisa kenakalan itu masih tampak di tubuh Gilang.

Gilang tersenyum kece berkaca di layar ponselnya, jemarinya terulur merapikan rambutnya ke belakang. Kemudian bergumam menghibur hatinya sendiri.

"Hah! Seperti biasa, betapa gantengnya muka gue."

Ting!

Saat asik eksis sendiri, layar ponselnya tiba - tiba menyala, sebuah pesan whatsapp masuk ke notifnya. Gilang membuka chat itu.

0813xxxxxxxx : Hei jagoan, apa kabar? Gue harap lo masih sama begonya dari dulu, haha. Inget gue kan? Yups, gue skrg di Bandung, klo lo pengen denger jawaban dr pertanyaan lo setahun lalu temuin gue ntar malem di M-cafe, bawa Letta jg, gw bunuh lo klo Letta ga lo bawa.

Gilang menganga membaca pesan dari nomor asing itu, ia bernafas kesal saat menyadari sesuatu. Gilang memijit keningnya yang tiba - tiba terasa pening.

"Kenapa lo?" Seru Letta tiba - tiba datang dan mengagetkan Gilang. Letta pun duduk di sebelah Gilang sambil membawa dua tusuk jagung bakar.

"Nih jagung bakar."

Gilang menggeleng, "Nggak laper."

"Tapi ini enak!"

"Nggak pengen."

"Eh, lo tau gue bela - belain buang uang jajan gue ke tukang jagung demi bikin lo kenyang. Hargain kek!"

Gilang menatap Letta teduh, kemudian tersenyum lucu sambil meraih jagung bakarnya. "Iya iya gue makan, makasih, Ta."

Letta tersenyum puas, "Gitu dong, itu baru Gilangnya gue!"

Gilang termenung, Gilangnya gue? Sungguh, Gilang benar - benar tak yakin dengan kalimat Letta baru saja. Ia menatap Letta yang asik makan jagungnya, tiba - tiba Letta memergoki tatapan Gilang, dengan kikuk Gilang menundukkan pandangannya.

"Lo kenapa sih?" Tanya Letta melihat raut Gilang yang tidak biasa.

"Nggak papa, kok."

"Oh iya, terus waktu itu gimana? Lo belum selesai cerita pas Yuni pingsan di halte."

Gilang melahap jagungnya, "Gue pergi sebelum dia siuman, jadi dia gak tau kalau gue yang bawa dia ke rumah sakit."

Letta terbelalak, Ctak! Ia menjitak kepala Gilang dan membuat Gilang mengerang sakit.

"Lo bodoh tau gak? Dasar tolol! Harusnya lo tunggu dia sampe siuman dodol." Protes Letta.

"Buat apa? Lagian gue juga bukan siapa - siapanya." Bela Gilang tak terima.

"Fyuh, bukan urusan siapa - siapanya bodoh! Kan kasian jumper baru lo kena darah Yuni, harusnya lo tunggu sampe siuman terus lo minta ganti deh sama jumper yang baru! Bodoh sih, makanya sekolah dong sampe lulus SMA! Biar gak bodoh, biar pinter kayak gue." Celoteh Letta panjang lebar. Gilang hanya menepuk kepalanya dan bernafas gusar.

"Iyadeh, Taa. Gue nyerah kalo udah sama lo!"

***

GILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang