22 Terjun

536 28 4
                                    

Dani berjalan pelan sambil terus memikirkan keadaan Letta di luar sana, kenapa hatinya gundah membiarkan Letta pulang sendirian seperti itu tadi. Dari dulu selalu begini, setiap Letta harus sendirian karena Gilang tidak menemaninya, kenapa Dani harus sangat ingin menemani Letta?

Dani kembali berjalan menuju butik dengan tatapan kosong.

"Oi, monyet! Disini rupanya, dicariin juga." Seru Dicky membuyarkan lamunan Dani. Mereka berpapasan di ambang pintu butik.

"Darimana, Dan?" Tanya Gilang.

"Nganterin Letta ke jalan raya, dia pulang duluan." Jawab Dani enteng.

"Lohh, sama siapa?" Tanya Dicky kaget.

"Sama temen sekolahnya. Gatau katanya urusan mendadak gitu."

Hening. Entah apa yang mereka fikirkan, hanya saja mereka tiba - tiba mencemaskan Letta.

"Udah, Lang? Yuk langsung cuss." Ucap Dani memecah keheningan. Gilang mengangguk, mereka bertiga pun menaiki Vespanya dan berlalu menuju lokasi selanjutnya.

***

Alfan dan Angga memusatkan perhatiannya saat melihat sosok Letta yang berdiri melamun di atas jembatan yang curam itu. Alfan yang menyetir pun menghentikan motornya. Mereka kini dalam masa pelarian, karena polisi dan pengawal Wapres itu telah memburu mereka sejak kemarin.

"Itu Letta ya?" Tanya Angga saat motor mereka berhenti di seberang tempat Letta berdiri.

"Iya, sama siapa dia disitu?"

Angga mengangkat bahunya, "Lu samperin buruan."

Alfan mengangguk, ia melepas helm kodoknya lalu mematikan motornya. Alfan turun dari motor matic itu dan menoleh ke kanan - kiri sebelum menyebrangi jalan raya itu. Angga duduk memperhatikan dari atas motor.

Alfan menghentikan langkahnya di belakang Letta, "Letta?"

Letta terlunjak kaget sampai hampir memukul Alfan. Alfan melindungi wajahnya yang hampir kena pukulan Letta.

"Alfan?"

Letta buru - buru mengusap air mata di pipi sembabnya. Letta memalingkan pandangannya ke bawah jembatan lagi. Sungai yang besar dan deras.

"Ngapain lo disini?" Tanya Letta dingin.

"Harusnya aku yang nanya kayak gitu. Kamu yang ngapain disini? Ini udah hampir gelap, Ta. Gak baik cewek sendirian di tempat rame kayak gini." Ucap Alfan melirik jam di pergelangan tangannya. "Udah jam setengah enam."

Letta terdiam, ia menerawang ke sungai yang mengalir deras dibawah jembatan.

"Sorry ya, Fan. Kalau gue punya salah sama lo."

Alfan maju, ikut menyandarkan tubuhnya di jembatan menatap Letta lekat - lekat.

"Kenapa tiba - tiba ngomong gitu?"

"Lo bangsat, Fan. Gara - gara lo fitnah abang gue jadi dia di drop out di SMAnya dulu. Abang gue baik, bukan penjahat yang suka bakar sekolah."

Alfan menghela nafas berat, "Maaf, Ta. Aku dulu udah dibutain sama kebencian."

Letta tersenyum getir, "Setidaknya sekarang Abang gue jadi orang sukses di Singapur. Nggak ngedar narkoba."

Tenggorokan Alfan terasa tercekit saat mendengar ucapan Letta yang menyindirnya. Alfan berdehem.

"Fan."

"Iya?"

"Makasih dulu lo pernah pengen selalu ada buat gue."

GILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang