Bagian 21

1.5K 135 0
                                    

"Harry?" Sebuah suara melengking bergema.

Harry memutar, membawaku bersamanya selagi ia menatap perempuan berambut-merah yang berdada besar itu mendekatinya. Gaun hitamnya ketat, membuatku berangan. Rambut terangnya terurai di salah satu pundaknya.

"Sial." Harry bergumam di dalam hatinya.

Ia mencengkeram tanganku erat. Aku menatapnya bertanya-tanya sebelum perempuan itu muncul dihadapan kami. Suaranya menyentakkan pandanganku kembali padanya.

"Oh Tuhan, Aku tidak percaya kalau wanita itu adalah kamu." Ia bergusar.

Mataku menatap penampilannya, riasan-wajah yang tebal, anting-anting yang besar. Ia pasti akan terlihat lebih cantik jika ia tidak memakai kosmetik dengan jumlah sebanyak itu di wajahnya. Aku mengernyit selagi tangannya dengan nakal ia letakkan di dada Harry sementara ia tidak-terlalu-harus mendorong payudaranya keatas. Ada semacam perasaan yang memberitahuku bahwa ia telah tahu kalau Harry akan menghadiri acara ini. Aksiku sedikit tak meyakinkan. Aku tak dapat menjelaskan perasaan yang menjalar ke tubuhku. Yang ku inginkan hanyalah agar ia sangat-tak-sopan melepaskan sentuhannya dari Harry.

"Hai Kim." Harry menyapa hampir meringis.

Bibirku sedikit terbuka tak percaya ketika aku menatap telapak-tangannya perlahan menurun ke tubuh tingginya. Sentuhan yang tak penting, berlama-lama itu membuatku jengkel. Mataku melesat ke Harry, sebuah eskpresi mengernyit terpampang di wajahnya.

"Aku sudah lama sekali tidak melihatmu, kemana saja kau bersembunyi, tampan?" Ia bertanya dengan sengaja.

Apakah aku benar-benar tak terlihat di hadapannya? Aku berdeham, mata tajamnya lalu jatuh padaku. Sebuah perasaan jengkel yang tersembunyi terletak di fiturnya sebelum ia berbicara.

"Siapa ini?"

Harry menarik tubuhku sedikit lebih dekat ke tubuhnya; tangannya yang lain diletakkan di pinggangku.

"Ini Bo, Bo, Kim." Ia membuat gestur bolak-balik.

"Apakah kalian bersama?"

Mataku sedikit melebar, ia tidak bertele-tele. Aksi blak-blakkannya mengejutkanku. Sebelum salah satu dari kami dapat menjawab seseorang memanggil Harry. Aku menyadari suara Sean selagi ia berbicara pada Harry untuk bertemu salah satu temannya.

"Aku,umm..." Harry tergagap.

"Pergilah, Aku akan menjaganya." Kim menginstruksi.

Untungnya helaan nafas yang ku hembuskan tidak disadari oleh Kim yang mata nafsunya sedang menatap tubuh Harry dari atas ke bawah. Aku tidak butuh seseorang untuk "menjaga" ku. Aku menatap wajah Harry, fiturnya menyimpan ketidaktentuan. Mata hijau besarnya menjentik berhati-hati dari aku ke Kim.

"Pergilah." Ia memaksa.

"Aku akan kembali beberapa saat lagi." Ia memberitahuku sebelum mencium pipiku.

Senyuman itu pudar dari wajahku sementara Harry pergi dan aku tertinggal sendiri dengan perempuan berambut-merah ini. Ia meraih tanganku, menarikku menuju kursi yang posisinya menghadap ke karya di dinding. Kim segera menjatuhkan aksi palsunya ketika Harry tak dapat lagi mendengar.

"Seorang perempuan sepertimu tak seharusnya ikut campur pada seseorang seperti Harry.... Ia berbahaya."

Aku segera mengetahui bahwa ia mengira aku terlalu lugu untuknya. Aku mempunyai perasaan bahwa Kim percaya ia-lah yang cocok untuk Harry. Tak ada perasaan ragu di pikiranku bahwa ia dan Harry pernah berpacaran. Kepalaku kembali melihatnya.

"Ia tidak berbahaya."

Ia menertawai jawabanku.

"Kau jelas belum melihat ia berkelahi." Ia tertawa mengejek.

"Aku sudah melihatnya." Fokusku meninggalkannya dan jatuh pada Harry. "Dua kali."

Luka yang Harry timpakan pada Jake adalah sesuatu yang tak mudah kulupakan. Tak lupa akan kondisi dimana Harry sendiri ikut bergabung ketika Jake membalas dendam. Ketika aku kembali melihat Kim alisnya sedikit naik, rasa terkejut terukir di fiturnya.

"Dan kau masih bersamanya. Kurasa itu akan menakutimu, kau tahu, melihatnya seperti itu. Harry bisa menakutkan sewaktu-waktu."

Aku membawa gelas itu ke bibirku sebelum Kim melanjutkan berbicara.

"Meskipun rasa amarahnya, Harry merupakan salah satu orang yang dapat berhubungan seks paling baik denganku."

Minumku tersembur keluar dari mulutku, yang kemudian ia tertawai. Rupanya, ia tidak memiliki rasa malu berbicara pada orang asing akan kehidupan masa lalu seksnya. Aku tahu reaksiku akan pilihan kata blak-blakannya adalah keinginannya. Sangat terkejut. Itu hanya membuatnya semakin ingin untuk melanjutkan bicaranya, terutama bahwa ia tahu Harry dan aku dekat.

"Oh Tuhan, hal yang dapat ia lakukan dengan lidah itu."

Pandanganku kembali menyapu ke Harry dan hampir memberi sinyal padanya ia mengeluarkan lidahnya, membasahkan bibirnya. Aku merasakan hatiku berdebar selagi ia memutar kepalanya ke arah kami, mata kanannya berkedip sebelum ia memberiku seringai nakal.

"Ugh, dan bibir penuhnya itu. Tuhan." Aku menyadari tangannya terangkat, sedikit mengipasi wajahnya.

Ia tertawa. Kepalaku memutar kepadanya sekali lagi.

"Ku yakin kau tak tahu akan potensi bibirnya itu." Kim terkikik.

Sedikit yang ia tahu bahwa aku telah mengalami sentuhan intim Harry. Itu jelas bahwa ia hanya melihat Harry akan tingkat seksnya. Tapi aku tak terkejut. Pikirannya tentang Harry tak akan lebih dalam dibandingkan apa yang dapat ia lakukan dengan bibirnya. Aku menemukan diriku menggelengkan kepalaku jijik. Harry lebih dari itu. Percakapan itu membuatku percaya bahwa ia tak tahu apa-apa tentang masa lalu Harry, menaruh sikap kejam Harry padaku agar memikatku untuk befikir akan gambaran pria nakal. Harry mempercayaiku, ia mempercayaiku akan sesuatu yang tidak pernah ia beritahu siapa-pun selain diriku. Mataku kembali jatuh pada Kim. Fiturnya menahan tatapan tajam sebelum ia menyeringai padaku.

"Aku akan pergi ke toilet." Ia hampir bernyanyi.

Aku mengangguk, tak terlalu menghiraukan kepergiannya. Aku lebih memilih sendiri daripada ditemani dirinya yang terpaksa. Mataku berjentik ke seluruh ruangan, mencari tanda-tanda keberadaan Harry. Tapi ikal gelapnya tak dapat kutemukan dari posisiku. Tinggiku membuktikan sebuah kerugian.

Aku meresapi karya itu selagi berkelok-kelok melewati kumpulan orang-orang yang mengagumi lukisan itu. Jarak di sekelilingku terasa seperti sebuah labirin, tak dapat membedakan kepala orang-orang. Aku mengernyit mendengar tawa cempreng yang ku tahu hanya akan datang dari orang yang baru-baru ini berada disini. Rambut-merah terangnya dengan mudah teridentifikasi selagi aku mendekati cekikikan genitnya.

Aku segera menemukan penyebab suara yang menyebalkan itu berhenti. Hatiku terasa berdebar-debar selagi aku menatap Kim. Bibirnya tertekan kencang ke Harry, punggungnya menghadapku selagi mereka berdiri di sudut yang tersembunyi. Tapi aku tahu ia ingin aku melihatnya. Jari-jarinya mencengkeram kaus yang berada dibawah blazernya. Tangannya yang lain dengan erat berada di rambut-ikalnya selagi ia menjaga Harry tetap di tempat. Aku tak dapat menghentikan perasaan lembab yang mengisi mataku yang mulai buram. Pandangan di hadapanku membuatku muak. Aku merasa sangat sedih. Aku telah bersikap terlalu naif untuk dapat mempercayainya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

U KNOW WHAT TO DO BEFORE CLOSING THIS CHAPTER!!

VOTE.COMMENT.FOLLOW

See ya soon

Bye x

Dark (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang