Jika polisi menemukan Harry di TKP, mereka pasti akan memborgolnya. Sekalipun kemampuan luar-biasa Harry untuk menghindari subjek mengenai aktifitas kriminal sebelumnya, aku tetap mewaspadai hubungannya dengan autoritas tersebut. Mereka akan melihatnya dan menamakannya sebagai tersangka.
Aku memutuskan pilihan terbaik yaitu untuk menghadapi lampu biru yg menyala, jadi aku meninggalkan pria gumal tersebut di lantai garasi dan menunduk ke mobil polisi dengan tatapan putus-asa. Tak sesulit itu. Tangisanku segar, tapi bukan karena konsekuensi terhadap apa yg seharusnya ku jumpai; coretan yg melintasi pipiku adalah bukti diriku yg pecah.
"Disini!" teriakku.
Aku dijauhkan dari komosi, diantar ke samping tak terlupakan. Polisi wanita yg lebih tua lanjut bertanya apa aku oke, apa aku ingin duduk. Komunikasi bungkamku diduga sebagai penyebab keterkejutan. Mereka tak mengetahui yg sebenarnya.
Setelahnya aku mengobservasi dari sisi samping ayah Harry yg ditandu menuju belakang mobil ambulans yg menunggu. Aku lega hanya dengan mendengar decitan roda di sepanjang jalanan. Bagian kecil diriku meresahkan pria yg menimbulkan masalah tersebut, menangisi malaikat yg termuat dalam kesalahannya. Aku memuja narkoba yg tersuntik ke lengannya, sumber keheningannya.
Ambulans khusus ditemani secara khusus oleh dua motor polisi. Mesin yg berdengung mengejutkanku, menubruk ke polisi yg menjinjing ikat-pinggang bermanfaat yg terberati oleh barang pengajuan kekuatan.
***
Aku tak pernah duduk di mobil polisi sebelumnya. Menghiburku pada gambaran kendaraan lain yg waspada dalam jalan yang kami lalui, setiapnya kekal oleh limit kecepatan, mengindikasikan kebenaran, menahan diri agar tak menyelak di bundaran. Aku cukup yakin saat kami tiba nanti, semua mobil akan kembali pada kebiasaan menyetir genting yg akan membuat orang bersorak jengkel.
Namaku kembali disebutkan oleh meja resepsionis di dalam kantor polisi. Aku merasa keluar dari kedalaman dan kesepian. Aku mencari kenyamanan pada bayangan jemari Harry yg menggoyang jemariku; ia melakukannya banyak sekali sembari tersenyum. Tapi sekarang tak ada lagi yg menggenggam tanganku.
***
"Nona?"
Mataku kembali mengapung ke polisi muda yg duduk di hadapanku. Ia memberiku gelas plastik yg diisi dengan teh susu, tanganku menggunakannya sebagai sumber kehangatan hingga suam dan tak dapat diminum lagi. Kami telah duduk di sini selama entah berapa lama; dinding dengan warna magnolia, warna yg menenangkan sarafku. Aku menggambarkan diriku ditarik ke dalam interogasi gelap, sinar lampu terpancar dari mataku seraya seseorang memerintahkan untuk memberitahu "kebenarannya". Tapi tidak. Hanya ada kursi nyaman dengan lengan kursi, gambar kapal layar yg tertekan ke dinding di samping pintu, meja kopi dengan majalah.
Aku akan melaksanakan "perbincangan tak formal".
Lututku memantul sampai waspada terhadap pergerakannya dan meletakkan tangan di pahaku untuk mengingatkan kepada diri sendiri. "Jangan terlihat bersalah", ulangku dalam otak sebagai mantra. Tak membantu banyak.
"Apa aku akan ditangkap?"
Suaraku tebal dengan saraf, yg pecah di bawah tekanan observasi tanpa belas kasihan. Tak perduli betapa kasual mereka mendandani ruanganya, mataku terus mencari kamera di sudut kanan atas ruangan.
"Tidak, Nona," balasnya tersenyum kecil.
Ia duduk di pinggir kursi, di sebrangku. Tubuhnya membungkuk, hampir seolah tak ingin kehilangan kalimat yg terurai dari mulutku; seperti setiap suku kata merupakan petunjuk pada kejahatan berkomitmen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark (Indonesian Translation)
FanfictionApa yang akan terjadi jika kegelapan bertemu dengan cahaya? ••••••••••••••••••••••••••••••• All credit goes to (han-rawr) on tumblr. Translator : etceteraa © Cover : etceteraa © {buku ini terjemahan indonesia dari buku yang aslinya}