Harry's POV
Aku berhenti di lahan parkir, mengaplikasikan rem tangan dan mematikan mesin. Saat sudah bergumul untuk melepas sabuk pengaman tanganku kehilangan arah. Setidaknya selagi aku menyetir ada manfaatnya, tertanam tegas ke setir kemudi. Tampaknya menyibuki diri sendiri saat aku tak memegang apapun, secara konstan bermain, memainkan jari, mencubit kulit untuk mengkonfirmasi bahwa aku benar-benar berada disini. Lagi.
Bibirku hampir ku gigit mentah-mentah, bergerak di kursi. Aku mengusap mata dengan kepalan tangan yg tertutup, percobaan lemah untuk melawan kelelahan malam tanpa tidur. Aku sedikit menaikkan lengan mantelku, mengecek dua kali jam di tanganku.
Empat menit.
Aku hampir tak bisa berdiri ketika melihat sekilas diriku di kaca spion. Mataku di-cincini oleh lingkaran gelap, bibir pecah-pecah dan kering. Aku tak terlihat seperti diriku. Aku tahu itu terjadi dengan sendirinya, diriku menjadi terlepas. Dan aku tampak tak dapat menjahit kembali diriku.
Pada saat 5:14 aku pulang kerja lebih awal hanya untuk meyakinkan. Tom membantuku kali ini, bilang kalau ia prihatin sebab aku tak membuat proges apapun setelah hampir satu bulan berada sendiri. Aku kehilangan pengunjung yg berlatih, menghasilkan kurangnya pekerjaan minggu ini sehingga tersisa hanya tiga hari. Aku tak berani memberitahunya kalau aku sudah lelah mencoba.
Tiga menit.
Beanienya ku pakai dan aku menyesuaikannya di kaca sebelum keluar dari mobil. Tanganku membeku, jari mati-rasa dan kuku ku gigit cepat. Pengotak-atikkan kunciku semakin terasa menantang karena watak cemas yg ku rasakan.
Dua menit.
Dadaku terasa sulit untuk menjaga tingkat kecepatan dengan jantungku. Tampaknya rasa takutku mengerubungi sekaligus, memaksakan untuk memejamkan mata dan membaringkan kening di baja dingin bingkai mobil.
"Oh sial," aku menghela napas panik.
Jangan sekarang, pintaku sebelum menghisap napas yg tercekik di tenggorokkan. Keparat. Aku berjuang untuk berdiri tanpa sanggaan, melepaskan ke tidak-percayaan diriku dengan berjalan singkat ke tempat itu.
Aku berdiri di tempat biasa, kembali mengecek jam. 5:32. Punggungku menyender pada dinding bata di salah satu tempat penampungan bus kuno. Kemungkinan tak akan berada disana lagi sebab majelis menghancurkan sisanya untuk mengganti dengan yg modern, penampungan kaca. Aku bersyukur akan batanya, jika warnanya transparan, ia pasti akan melihatku.
Seolah diberi aba-aba, ia memancar dari toko di sebrang parkiran mobil. Bahkan dari tempatku berdiri, terlihat jelas warna pink di pipinya dan kemerahan di hidungnya. Aku menatapnya menarik syal ke jaket sebelum meresletingnya. Bo melambung berjinjit, mencoba sia-sia untuk menjaga dirinya tetap hangat selagi menunggu. Napasku terlihat di udara, menghela melewati bibir pecah selagi mengobservasi dari posisi berlindungku. Aku berangan apakah jarinya sedingin milikku, terletak di saku mantel.
Hanya dengan melihatnya saja membuatku damai, semacam ketenangan yg sia-sia ku jelajahi sendiri. Dalam beberapa cara ia merupakan sebagian dari penyebab apa yg ku rasakan, tapi tampaknya dia juga solusinya, mengurangi beban berat di dada yg terasa menghancurkanku pada hari dimana aku tak dapat melihatnya.
Dan keluar dan kebahagiaan sekecil apapun yg ku rasakan mendadak padam. Ia mengunci pintu selagi mereka berbincang, perutku bergejolak terhadap kegelisahan apapun yg terucap. Mereka tak bersentuhan namun terlihat jelas Dan ingin mengulaikan lengan di sekitar bahunya, terlihat lebih jelas lagi pada Bo.
Jika ia menungguku, aku pasti akan tertawa, memukul hidungnya dan meringkukkan dirinya di mantel terbukaku. Tanganku akan secara sengaja mengusap punggungnya untuk meremajakan kehangatan yg menghilang akibat cuaca buruk. Jika dia adalah aku, aku akan menciumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark (Indonesian Translation)
FanficApa yang akan terjadi jika kegelapan bertemu dengan cahaya? ••••••••••••••••••••••••••••••• All credit goes to (han-rawr) on tumblr. Translator : etceteraa © Cover : etceteraa © {buku ini terjemahan indonesia dari buku yang aslinya}