Aku berada di kasur selama dua hari; berpelukan dalam keamanan selimutku. Saat aku memiliki keberanian untuk memeriksa kerusakan yang terdapat di wajahku, pandangan itu menakutkanku. Bibirku masih terbelah, rahangku sedikit memar. Kelembaban pipiku yang terus dialiri tangisan merupakan suatu hal konstan, air mata yang tumpah dari mataku. Denyutan dapat kurasakan selagi aku menggerakkan lenganku, tanda gelap itu dengan kasar mengacungkan kulitku.
Aku meloncat, melempar selimut saat getaran ponselku bergetar di permukaan kayu di samping kasurku. Jariku mengotak-atik ponsel itu, dengan gugup menelan ludah saat namanya tertera. Napas dalam kuambil sebagai persiapan, aku harus tetap tenang.
"Bo?"
"Hei, Harry." ucapku pelan.
"Kau tidak bilang bahwa kau sakit kemarin." tuturnya langsung. "Aku menjemputmu hari ini dan Poppy bilang bahwa kau sakit."
"Eh, maaf Harry. Aku seharusnya mengirimmu pesan." ucapku jujur, gambaran itu tak pernah tersilang di otakku.
"Bagaimana perasaanmu?" suaranya terdengar sedikit renggang, bukan dirinya yang biasanya nakal.
"Tak apa terimakasih."
"Aku akan menemuimu nanti." saran Harry tajam.
Kalimatnya membanjiri kepanikanku. Hal yang tak kuinginkan adalah Harry yang menghampiriku. Tidak saat aku terlihat seperti ini.
"Tidak, tidak, aku sudah merasa lebih baik hari ini, kau tak perlu datang." semburku.
"Aku tak perduli, aku akan tetap menemuimu." autoritas suaranya membuatku merinding.
"Aku-aku saja yang menjumpaimu." ucapku pelan.
~~~~~~~~~~
Aku berpikir dengan menemui Harry lebih bermanfaat, dengan begitu aku ada waktu lebih untuk bersiap dan aku dapat pergi saat aku sudah siap. Tapi selagi aku menatap refleksiku di kaca aku tak tahu hanya dengan menghadapi Harry membuatku merasa mual.
Tak peduli betapa banyak riasan yang kupakai, memar itu masih bersinar. Aku tak tahu bagaimana caranya menutupi luka di bibirku yang terlihat; aku tak berpikir produk kosmetik yang kuinginkan sudah ditemukan. Mataku terlihat sedikit bengkak karena menangis waktu itu selagi aku mencoba untuk tidur. Aku kacau.
Aku kembali melihat sekilas di cermin sebelum meraih jaket dan tasku. Ibuku bersikap tenang saat memeriksa luka yang timbul di tubuhku. Aku memiliki perasaan bahwa aku merupakan sebagian alasan dia memutuskan menjalani karirnya sebagai suster. Saat kanak-kanak, tak lebih dari beberapa hari yang terlewat tanpa membentur sikutku, atau menyeret lututku. Aku selalu tertubruk sesuatu, jadi saat ia bertanya mengapa aku terluka, alasan bahwa aku jatuh mengenai pintu sungguh layak diterima.
Pikiranku kembali ke realita saat pengunjung memencet bel kepada pengemudi bis agar berhenti di perhentian. Aku seketika merasa sedikit lemas, menyadari jalan yang familiar. Aku berdiri dari tempat duduk, mencoba menjaga luka di lenganku agar tak terusap oleh orang lain yang berdiri di transportasi ramai ini.
Aku mengucapkan terimakasih kepada pengemudi, tehuyung menuruni bis dan menuju jalanan. Seingin-inginnya aku memanjangi waktuku sebelum menghadapi Harry, malam yang berdosa itu mulai membuatku merinding. Udaranya hangat, tapi aku tak ingin berada sendiri saat kegelapan; gambaran pria marah memaksa masuk ke pikiranku dan membuatku jalan terburu-buru.
Aku tahu ia akan menungguku. Kakiku menemukan bahwa melangkah menuju rumah Harry itu adalah sebuah tantangan. Jariku mengacak rambutku, membiarkan gelombang jatuh di sebagian wajahku agar menutupi tekanan warna memar. Aku menstabilkan tanganku seraya terangkat untuk mengetuk kayu gelap pintu depan rumah Harry. Langkah kakinya dapat terdengar setelah itu, menjalar menuju penghalang kuat diantara kami dan segera membukanya. Ia tetap terdiam, menatapku sebelum menjatuhkan tatapannya dan bergeser, mengijinkanku masuk. Punggung Harry menghadapku selagi ia menutup pintu. Aku dengan gugup berdiri menahan nafas selagi ia menghirup napas dalam, hampir seolah ia bersiap untuk menghadapku. Saat selesai, tak sulit untuk menyadari kesedihan di mata dinginnya, menjalari wajahku. Rambut ikal gelapnya kusut, bibir penuhnya berwarna lebih pucat dari warna pink sehat yang biasanya terlihat. Cengkeramanku mengerat disekitar tali tasku, jari Harry dengan ringan menyibak rambutku. Aku menatap selagi kepalanya sedikit miring, mengintipku agar dapat melihatku dengan jelas. Tatapan menaksirnya ditemani oleh kesedihan, ujung jari panjang Harry dengan lembut mendongakkan daguku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark (Indonesian Translation)
FanfictionApa yang akan terjadi jika kegelapan bertemu dengan cahaya? ••••••••••••••••••••••••••••••• All credit goes to (han-rawr) on tumblr. Translator : etceteraa © Cover : etceteraa © {buku ini terjemahan indonesia dari buku yang aslinya}