Bagian 42

1.3K 73 0
                                    

Jari Harry terlepas  dariku saat ia mengambil ponselnya dari meja kopi. Aku mengagumi sisi  wajahnya, bibir sedikit mengerucut seraya berkonsentrasi pada pesan  masuk. Senyum kecil menghiasi mulutnya sebelum ia menghadapku.

"Apakah kau mengingat, Sean?" tanya Harry.

"Ya, teman seni-mu."

Harry tertawa akan kalimatku.

"Baiklah, ia pergi  selama beberapa saat dan ia bertanya apakah aku dapat memeriksa  studionya untuk meyakinkan kalau semuanya baik-baik saja. Apakah kau  ingin ikut?"

Aku mengangguk, tersenyum.

"Sekarang?" alisku menaik.

"Ya."

"Aku ambil sepatu dulu."

Aku melepaskan kakiku dari pangkuan Harry dan memanjat turun dari sofa. Saat aku sudah siap, ia telah mematikan TV dan memakai conversenya.

"Ayo."

~~~~~~~~~~~~~

Mobilnya berhenti di  tepi jalan sebelum Harry mematikan mesinnya. Lesung-pipitnya terlihat,  ia keluar dari mobil dan memutar ke sisiku. Tubuhku turun dari mobil,  kaki membuat kontak dengan jalanan. Aku bebas memindai lingkungan  sekitar selagi Harry meyakinkan mobilnya sudah terkunci. Aku tak pernah  berada di bagian kota ini sebelumnya. Bahkan dalam kegelapan tempat ini  masih dapat menimbulkan getaran kreatif. Kau akan melihat orang yang  duduk di kafe kecil membungkuk ke buku catatan selagi mentransferkan  imajinasi dari otak mereka ke kertas. Ada banyak campuran arsitek modern  serta tradisional yang menggarisi jalan, pohon tinggi disepanjang  jalan.

"Bo."

Aku memutar melihat  Harry menadahkan tangannya padaku. Jariku terjalin dengannya selagi ia  memaksaku untuk berjalan berdampingan dengannya.

"Dimana studio Sean?"

"Diujung sana."

Aku dituntun menuju  jalanan kecil berbata yang diapit diantara dua gedung, tangan bebasku  mengusap dinding kiri yang menampilkan cipratan warna. Kami berhenti  didepan pintu baja, Harry mengeluarkan kunci dari saku belakangnya. Aku  menunggu dengan sabar seraya pintu masuknya ia buka, tubuhku tetap  mendekat pada Harry yang masih harus menemukan saklar lampu.

Saat area itu dilanda oleh penerangan, aku sedikit terkejut saat melihat tangga.

"Naiklah, aku akan kesana beberapa saat lagi."

Dengan intruksi Harry  aku menaiki tangga, mataku terbelalak saat tiba diatas. Ruangannya  besar, dindingnya putih polos, dengan lantai besar, tersambung ke  jendela-beratap menuju depan gedung. Projek seni Sean tersebar disekitar  sisinya termasuk tempat kerja berbeda yang terbagi dalam model, cat,  dan gambar.

"Bagaimana menurutmu?'

Kehangatan Harry dapat terasa dibelakangku sebelum ia menyelinapkan lengannya dan melingkarkan pinggangku.

"Ini luar-biasa." balasku, tercengang.

Ia tertawa serak di  leherku, mencium pipiku sebelum meinggalkanku untuk berkelana. Aku  menemukan dirimu berada di depan gambar perempuan yang menyolok, kuas  menggambar fitur wajah cantiknya dengan warna gelap. Itu membuatku  berangan apakah ia teman Sean atau gambaran yang hanya ia ambil dari  otaknya. Lamunanku berpindah ke Harry. Aku tidak mempunyai keahlian  ataupun kesabaran untuk mengecat. Tapi jika aku melakukannya, pasti  orang itu adalah Harry. Aku yakin studionya akan bertebaran jauh namun  aku sangat ragu apakah ada warna yang tepat untuk menyamakan bibir  berhentuk hatinya. Pink terang yang menghias bibirnya merupakan salah satu warna favoritku, dan juga mata hijau mencengangkannya.

Dark (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang