Persona 3: M for W

6.8K 918 29
                                    

Jisoo's side

"Mingyu lepaskan, orang-orang bisa melihat kita." Ujarku canggung.

"Sayang kau datang, aku pikir kau sibuk dengan desain proyek unit-unit apartemenmu itu. Dan lagi, bukankah kau marah semalam, lalu bilang tak ingin saling bertemu. Rupanya kau rindu aku ya?" Bisiknya seduktif dan rambut halus di tengkukku sedikit meremang karena deru nafas hangat Mingyu yang berbisik dekat telingaku.

Mingyu sama sekali tak peduli dengan kecanggungan ini, dia bahkan mengeratkan pelukannya tanpa mau tahu apa yang terjadi di sekitar. Bisa aku lihat Soonyoung yang tersenyum canggung sesekali menggaruk kepalanya mungkin akan bingung bagaimana menjelaskan hubungan persahabatan ini dengan Jihoon kekasihnya, sedangkan Jihoon dengan wajah blank dan mulut yang sedikit menganga terlihat lucu sekali, serta jangan lupakan ekspresi dokter Jeon yang tenang, dingin, dan sedikit kecewa, entahlah tapi kurasa benar ada raut kekecewaan di wajah tenangnya. Aku menyayangi Mingyu, lebih dari aku menyayangi diriku sendiri, tapi rasanya aku menginginkan dokter Jeon. Bukan untukku, tapi untuk Mingyu.

"Aku rasa aku harus pamit. Sekali lagi selamat dokter Kim atas pengangkatanmu sebagai kepala departemen bedah yang baru dan terima kasih telah mempercayakan posisi wakil kepala departemen bedah untukku. Soonyoung, Jihoonie, Jisoo-ssi aku duluan." Wonwoo memutuskan pergi lebih dulu dari kami, kuakui wajah tenangnya sungguh mempesona membuatku ingin cepat-cepat mengganti posisiku dengannya.

"Bagaimana mungkin kau memiliki sahabat yang begitu mempesona Ji, sikap tenangnya, wajahnya yang terlihat cerdas, nada bicaranya yang lugas, dan oh lihatlah dia bisa biasa saja melihat interaksi Jisoo-hyung dan Mingyu." Soonyoung berbicara panjang lebar dan Jihoon hanya mencubitnya gemas.

"Apa dia belum memiliki kekasih, Ji?" Aku bertanya penasaran.

"Dia orang yang konservatif, kolot, dan membosankan. Bahkan dia sering sekali bertanya apakah aku sudah pernah 'melakukannya' dengan Soonyoung, lalu setelah bertanya dia akan berceramah panjang lebar. Dan, oh setahuku dia homophobic, yang semakin membuatku bingung adalah mengapa dia bisa biasa saja melihat interaksi kalian dan sama sekali tidak memasang wajah terkejut." Jihoon berbicara sangat banyak, sikapnya yang supel membuat kami seperti kumpulan teman lama yang bertemu kembali.

"Mungkin karena dia menghormatiku sebagai atasannya." Kali ini Mingyu angkat bicara, masih dengan kepercayaan dirinya yang setinggi langit.

"Ya, ya, ya terserahmu saja dokter Kim. Tapi itu sama sekali bukan sifat Wonie, bahkan direktur rumah sakit saja pernah dibentaknya ketika melakukan kesalahan, apalagi kau yang hanya dokter kepala departemen, aku rasa dia hanya sedang terlalu malas berdebat." Satu lagi sifat Wonwoo yang kutahu dari Jihoon, yang membuatku semakin ingin menyatukannya dengan Mingyu.

~~~

Mingyu's side

Apa, homophobic Jihoon bilang. Ah sepertinya akan seru ber-partner dengannya. Semakin mudah aku untuk membenci lelaki manis itu, tidak boleh ada seorang pun yang manisnya melebihi Jisoo-hyung. Jangan dikira aku tidak tahu bahwa kemarin dia yang sengaja membanting pintu dengan kasar hingga Jisoo-hyung melepas tautan kami. Dan lagi, apa-apaan! Mengapa Jisoo-hyung sangat antusias mendengar cerita tentang Wonwoo dari Jihoon. Suara ponsel sejenak terdengar dari saku jas Jisoo-hyung yang berdiri di sebelahku setelah aku melepas pelukan itu. Dia berjalan sedikit menjauh untuk menerima telepon, tetapi aku mengikutinya dan berdiri tak jauh di belakangnya, meski begitu suaranya masih terdengar jelas di telingaku.

"Aku baik-baik saja. Apa di sana kau baik? Kau tidak melupakan makan siangmu kan? Jangan lupa, kau harus selalu menyediakan madu dan lemon ya, kau kan mudah sekali terkena flu. Baiklah aku tutup."

Perhatiannya sama seperti yang selalu dia lakukan untukku. Sebenarnya dari siapa dia menerima panggilan telepon itu. Aku masih sibuk menebak-nebak.

"M--Mingyu, sejak kapan kau di sini?" Tanyanya gugup.

"Ah tidak belum lama, apa telepon dari orang yang penting?" Aku mengenyahkan pemikiran negatif yang mengganggu.

"Tidak juga, apa kau ingin pulang ke apartemenku malam ini?" Jisoo-hyung mengulas senyum dan aku mengecup bibirnya singkat. "Baiklah jika itu maumu, prince..." ucapku kemudian.

"Eeewh, menjijikan." Lelaki kucing manisku mengibaskan tangan di depan wajahku dan berlalu pergi.

Malam ini aku memutuskan untuk menginap di apartemennya, mengingat sudah terlalu lama kita tidak menghabiskan waktu bersama. Dia dengan segala proyek desainnya dan aku dengan pasien-pasienku. Selesai makan malam aku memeluknya erat, menyembunyikan wajahku di ceruk lehernya yang hangat. Aroma Jisoo-hyung selalu memabukkan, aroma musk yang manis sekaligus maskulin.

"Biarkan seperti ini sejenak, Soo-ya. Aku terlalu lelah." Lalu aku merasakan tangannya mengusap punggungku dengan lembut.

"Mulai saat ini kita akan sama-sama sibuk Mingyu, makanlah meski tidak ada aku yang menemani. Bersosialisasilah dengan baik, sesekali ajak wakilmu untuk makan bersama. Aku tidak ingin kau sakit, jika sedang luang sama-sama berusahalah untuk mengunjungi salah satu. Mengerti 'kan?" ujarnya dengan dewasa.

"Oh, apa kau menyuruhku untuk makan dengan dokter Jeon? Jangan-jangan kau menyukainya." kataku dengan nada menuntut.

Jisoo-hyung hanya tertawa sambil mengecupi daguku yang setinggi keningnya, membuatku tambah gemas melihatnya.

"Aku hanya ingin kau punya teman, Tuan Angkuh. Dan sepertinya dokter Jeon adalah teman yang tepat untuk diajak berdebat." katanya sambil tertawa, Jisoo-hyung kemudian melepas pelukannya dan mengajakku tidur. Bahagiaku sederhana saja jika sedang bersamanya.

.
.
.

"Tidak Tante, jangan lakukan itu. Jangan, aku masih kecil. Akan aku adukan kepada Ayah." Anak kecil itu meringis saat perempuan dewasa di depannya memainkan alat kelaminnya.
.
.
.
"Jangan! Aduh sakit. Kau tidak seharusnya melakukan ini Tante, ini salah. Aduuuh!"
.
.
.
"Tidak, tidak. Jangan lagi. Tidak! Pergi kau!"

.
.
.

Aku bangun dengan napas terengah-engah. Kulihat Jisoo-hyung di sampingku terjaga sambil mengusap punggungku dan menyodorkan segelas air putih hangat. Aku mulai meminumnya setelah menyamankan dan mengatur napasku yang tidak beraturan ini.

"Apa kau masih memimpikannya, Mingyu? Tak apa, jangan khawatir. Ada aku di sini." Ia mendekapku erat dari samping.

"Aku takut, hyung. Aku sungguh takut." Aku membalas pelukannya tak kalah erat. Ia mengisyaratkan aku untuk tidur kembali, mendekatkan tubuhnya dan memelukku sepanjang malam ini.

Tertidur di pelukan Jisoo-hyung menjadi candu untukku sejak aku menjalani hari-hari neraka dengan ibu tiri. Ayahku? Dengan keras kepalanya, dia tak pernah mempercayaiku. Istrinya yang bermuka dua itu berhasil membolak-balikkan fakta, membuatku seperti penjahat kelamin dan akhirnya ayahku sendiri mengasingkan aku. Jangan salahkan jika sekarang aku memilih menjadi kaum minoritas, toh yang menanamkan stigma negatif kan ayahku juga. Aku bahagia dengan Jisoo-hyung dan itu cukup.


To be continued

P.S.

Sudah tahu yaa kenapa Mingyu tidak straight lagi. He's in trauma. So, why Wonwoo became homophobic? Perlahan-lahan benang kusut akan terurai. Work ini akan lebih ringan dari AA, lebih fluff, dan tidak menguras air mata. Selamat membuka kotak pandora!

Persona [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang