Persona 16: Candour

5K 865 23
                                    

Lorong-lorong rumah sakit selalu menjadi saksi bisu bagaimana sibuknya kegiatan paramedis setiap hari. Kebahagiaan atas tangis pertama seorang bayi, keputusasaan ketika vonis dokter jatuh pada seorang pasien, hingga kesedihan paling mendalam ketika napas berembus untuk terakhir kalinya. Rumah sakit menjadi salah satu tempat di mana semua genre cerita bermuara. Tak terkecuali kusutnya benang-benang cerita kehidupan seorang dokter muda, Jeon Wonwoo. Sebuah keping-keping takdir selalu membawanya beririsan dengan pria tinggi berkulit kecokelatan, teman sejawatnya sekaligus entah-teman-macam-apa yang selalu kebetulan berbagi cerita bersama. Wonwoo memijat tengkuk yang pegal sehabis melakukan visit pada pasien-pasien yang berada di bawah penanganannya. Rasa-rasanya jika begini terus Wonwoo akan mati muda, lelah pekerjaan, lelah perasaan, lelah dengan posisi bodohnya yang terlibat dalam kehidupan percintaan si dokter kepala. Seharusnya Wonwoo bersikap tidak peduli saja, masalah Mingyu diselingkuhi, masalah Mingyu dijodohkan, mestinya Wonwoo tidak terlibat sejauh ini.

"Hah! Kalau begini terus lama-lama aku bisa terkena tension headache." Wonwoo mendesah kasar, seketika terkejut ketika ada telapak tangan besar yang menangkup lengan atasnya.

"Ikut aku!" Suara berat nan dalam menimbulkan sensasi rindu dan takut yang dirasakan tiba-tiba oleh Wonwoo.

"Jo ... Jongin?"

~~~

Mingyu duduk berhadapan dengan Jisoo, manik mata setajam elang itu masih menatap lekat meminta sebuah penjelasan. Tak ada kilat amarah dalam pandangannya, hanya ada aura intimidasi yang menyeruak tajam menusuk perasaan terdalam Jisoo. Tidak seharusnya memang ia membohongi Mingyu. Menghancurkan kepercayaan rapuh yang telah dibangun di atas rasa trauma bertahun-tahun. Tetapi cinta semu yang Mingyu rasakan tak bisa dilanjutkan begitu saja. Jisoo tahu, itu hanya rasa terima kasih Mingyu padanya yang selalu ada.

"Hyung ... Aku rasa kita harus membicarakan semuanya. Bukan hanya kau, tapi kita." Mingyu menggenggam tangan kiri Jisoo, meraba cincin indah yang tersemat cantik pada jari manis kurus pria manis itu. "Dimulai dari ini, mungkin?" Nada bicara Mingyu melembut, entah tapi sepertinya tidak ada rasa sakit dalam hatinya ketika tahu Jisoo telah berbohong.

"Bukan dari ini, Gyu. Aku akan menceritakan semuanya dari awal, tetapi sebelum aku menceritakan semuanya. Aku mohon maafkan aku, jangan benci aku apalagi membenci dirimu sendiri. Kau mau berjanji 'kan?" Kini berganti Jisoo yang menggenggam tangan Mingyu penuh harap, pria tinggi itu hanya mengangguk.

"Kau masih ingat teman klub vokalku saat kita masih sekolah dulu? Saat kau selalu ingin pulang bersamaku, namun aku menghindar?" Jisoo berucap perlahan-lahan, Mingyu hanya diam kembali menganggukkan kepalanya sebagai respon. "Seokmin, namanya. Dan ketika aku bersikeras untuk meninggalkanmu dan menetap di Amerika bersama Papa, aku juga tinggal bersama Seokmin. Dia orang yang kucintai sejak dulu Gyu. Sejak aku mengerti apa itu cinta, sejak aku paham jantungku berdetak cepat untuk siapa."

"Keberadaanku dengan trauma yang seperti itu, menghambat cintamu. Bukan begitu, hyung?" Mingyu tersenyum miris melihat Jisoo terdiam. "Aku salah mengartikan perasaanku dan kau hanya tidak tega dengan keadaanku. Benar 'kan?"

"Aku sudah bilang, kau jangan menyalahkan dirimu sendiri. Aku saja yang tidak tegas di sini. Aku minta maaf Gyu, aku menyayangimu selayaknya aku menyayangi adik laki-laki." Tapak tangan dengan jemari lentik itu menutup wajah manis Jisoo yang telah basah dengan air mata.

Mingyu menyesal, ia telah memotong jalan cerita cinta Jisoo begitu saja hanya karena trauma sialannya itu. Mingyu marah pada dirinya sendiri yang selalu tak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk diri sendiri dan orang-orang yang disayanginya, ia sungguh tidak berguna. Refleks tangannya menyapu dengan kasar semua barang yang ada di atas meja hingga barang-barang itu berjatuhan dengan berisik.

"Aku memang tidak berguna sejak dulu! Aku hanya merepotkanmu 'kan?! Mengapa kau tidak bilang, memarahi, membentak atau lakukan apapun semaumu agar aku tahu bahwa aku salah, hyuuung ..." Mingyu menarik rambutnya dengar kasar, membenturkan kepalanya ke dinding, kembali membuat Jisoo tidak tega.

Pria manis dengan perawakan yang lebih kecil itu membawa Mingyu ke dalam dekapannya yang selalu menghangatkan sejak dulu.

"A ... Aku, aku minta maaf hyung ... Kau boleh tinggalkan aku, kembalilah pada pria yang kau cintai, hyung ..."

"Tapi ... Gyu ..."

Mingyu melepas pelukannya, memegang erat lengan Jisoo, dan menautkan tatapannya pada mata pria manis yang telah menemaninya sejak lama.

"Aku tidak apa-apa, sungguh. Kita berakhir sampai di sini, aku melepasmu." Mingyu tersenyum dan mengecup dalam kening Jisoo, membawa pria dengan senyum meneduhkan itu ke dalam pelukan terakhirnya.

"Jika kau membutuhkan aku, kau boleh mengunjungiku. Aku akan selalu ada untuk adik kesayanganku. Akan kuperkenalkan kau dengan Seokmin nanti. Aku menyayangimu, Mingyu." Jisoo tersenyum seraya melepas pelukan erat Mingyu padanya dan berbalik pergi. Meninggalkan Mingyu dengan segala kekacauan di ruangannya, terlebih lagi kekacauan di hatinya.

~~~

"Untuk apa kau berada di sekitar Mingyu?" Jongin bertanya dengan penuh intimidasi terhadap Wonwoo.

Wonwoo sangat terkejut ketika Jongin mencengkeram lengannya dan membawa tubuh ramping Wonwoo ke ujung lorong sepi dekat ruang istirahat departemen bedah.

"Maksudmu?" Wonwoo memicingkan mata, menatap tajam ke arah mantan kekasihnya.

"Berhentilah mengusik kehidupanku Wonwoo-ya! Jika kau ingin membalas dendam atas rasa sakit hatimu kepadaku dulu, jangan libatkan Mingyu." Jongin yang menaikkan nada bicaranya membuat Wonwoo mendecih remeh.

"Cih! Dengar ya Tuan Kim Jongin yang terhormat. Yang begitu menjunjung harga diri di muka umum. Yang ingin terbebas dari stigma sosial hanya karena orientasi yang tabu. Aku tidak pernah sekali pun berniat membalas rasa sakit hatiku. Aku tidak pernah tahu jika Kim Mingyu, rekan sejawat merangkap atasanku itu adalah adik kandungmu. Lagipula aku dan Mingyu hanya berteman sewajarnya, ia punya kekasih dan kau kakak macam apa yang suka memaksakan kehendak? Cukup aku yang menjadi korban keegoisanmu, Kim. Jangan adikmu. Satu lagi, urusi saja keluarga kecilmu. Aku sudah tidak punya kepentingan dengan keluarga kalian. Permisi." Wonwoo menepis kasar tangan Jongin yang masih mencengkeram lengannya, meninggalkan pria itu dengan mata berkaca dan tanpa menoleh lagi ke belakang. Tepat detik ini, posisi tertinggi Jongin di hati seorang Jeon Wonwoo runtuh begitu saja.

Tanpa mereka sadari, Mingyu berada cukup dekat untuk mendengar semua percakapan kedua manusia itu dengan jelas, tanpa ada satu kata pun yang terlewat dari pendengaran Mingyu. Ternyata tidak hanya dirinya yang penuh rahasia. Wonwoo memiliki begitu banyak tabir yang belum tersingkap seutuhnya. Mingyu tidak ingin Jongin kembali mengintervensi kehidupannya dan mengatur tolok ukur kebahagiaan yang bahkan hanya Mingyu sendiri yang tahu sampai batas mana dirinya bahagia. Entah perasaan apa yang menggelitik hatinya, tetapi Mingyu juga tak ingin Jongin mencampuri kehidupan Wonwoo.

"Jangan jadikan Wonwoo kambing hitam, hyung ..."

"Mingyu!" Jongin seketika membeku melihat Mingyu yang tersenyum tipis di hadapannya.



To be continued

P.S.

Selamat membuka kotak pandora!

Persona [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang