"Aaarggh! Kim Jongin sialan!" Wonwoo mengusak rambutnya dengan kasar sambil menusuk-nusuk plastic cup berisi jus pomegranate kesukaannya dengan sedotan yang ia genggam dengan keras seakan-akan membayangkan bahwa yang ia tusuk itu adalah wajah angkuh Jongin.
"Percuma saja, jangan buang-buang energi. Ada hubungan apa kau dengan kakakku?" Mingyu menggeser kursi di hadapan Wonwoo sambil bertanya dengan intonasi yang terlampau datar.
Manik mata rubah yang sipit itu seketika membeliak, terkejut atas kedatangan Mingyu yang tiba-tiba dan bertanya perihal hubungannya dengan Jongin. Oh Tuhan, tidak lagi. Wonwoo tidak ingin lagi berurusan dengan kakak beradik Kim. Mingyu selalu menyusahkannya dengan sifat yang mudah sekali berubah-ubah, sedangkan Jongin dengan keangkuhan yang sejak dulu tidak hilang. Mingyu menyesap teh krisan yang ia beli dari kafetaria rumah sakit untuk menenangkan pikirannya yang berkecamuk, ditinggalkan Jisoo, lalu sekarang pria manis yang beberapa waktu belakangan ini menemani hari-harinya ternyata memiliki rahasia dengan sang kakak.
"Aku? Dengan Jongin? Tidak. Tidak ada apa-apa. Kau ini bicara apa? Hahaha." Wonwoo mengibaskan tangannya di depan wajah sambil tertawa dengan ekspresi yang sangat dibuat-buat.
"Tidak apa-apa bagaimana? Aku mendengar percakapan kalian di lorong dekat ruang istirahat departemen kita. Jadi, bisa kau jelaskan padaku dokter Jeon?" Mingyu menegakkan duduknya mendekati meja dengan menyedekapkan tangan dan menumpunya di atas meja.
Embusan napas panjang mengiringi Wonwoo yang akhirnya akan berbicara.
"Hmmh ... Baiklah. Jongin adalah mantan kekasihku. Sudah itu saja. Kau puas?" Wonwoo kembali menundukkan kepalanya mengaduk jus dengan tidak bersemangat.
"Kau?! Apa? Mantan kekasih kakakku? Bukankah Jihoon bilang bahwa kau homophobic. Whoaah, dokter Jeon penuh rahasia ternyata. Ah aku tebak, kau pasti bersikap begitu karena trauma dengan kenyataan bahwa Jongin-hyung lebih memilih perempuan cantik seperti Kyungsoo-noona, benar bukan." Mingyu tertawa mengejek dan diluar ekspektasinya Wonwoo di hadapannya malah bertepuk tangan sambil tertawa.
"Selamat, satu juta won untuk dokter Kim yang sangat cerdas. Pajak ditanggung pemenang!"
"Jeon, kau sehat?" Mingyu menatap lekat wajah Wonwoo sambil menaruh punggung tangannya di kening milik pria manis itu.
"Sehat, sangat sehat. Singkirkan tanganmu, aish!" Wonwoo menepis tangan Mingyu yang bertengger manis di dahinya. "Lalu kau sendiri, bagaimana dengan Jisoo? Sudah membaik?"
"Sudah berakhir, lebih tepatnya. Dan aku merasa itu lebih baik." Mingyu kembali menyesap teh krisan miliknya yang telah mendingin.
"Aku turut bersedih." Wonwoo refleks menggenggam tangan Mingyu.
"Tidak apa-apa, aku saja yang salah mengartikan perasaan Jisoo-hyung. Ia hanya kasihan padaku yang mengalami trauma hebat pasca sexual abused yang aku dapat dari ibu tiriku saat kecil dulu, Jisoo-hyung selalu ada untukku. Dan aku mengartikan itu sebagai cinta. Padahal ia telah memiliki orang yang ia cintai. Ia berkorban menemaniku dan berjauhan dengan kekasihnya. Mengenai traumaku, sampai sekarang aku masih berkonsultasi dengan dokter Zhang, aku mengenalnya karena ia istri Junmyeon-hyung. Sahabat kakakku." Mingyu bercerita panjang lebar dan Wonwoo mendengarkannya dengan saksama masih dengan tangan saling menggenggam, sesekali Wonwoo mengusap punggung tangan Mingyu dengan ibu jarinya.
"Dan kutebak, kau akan mengikuti jejak Jongin untuk menikah dengan wanita?" Wonwoo bertanya dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu, sedangkan Mingyu tersenyum. Baginya wajah Wonwoo sangat menggemaskan, seperti anak kecil yang selalu penasaran.
"Tidak juga. Aku bahagia dengan keadaanku saat ini. Falling in love with a person, not a gender. Remember?" Wonwoo kembali teringat dengan percakapan mereka bertiga dengan dokter Park beberapa waktu lalu setelah Mingyu mengatakan kalimat itu lagi.
"Ya, aku hargai keberanianmu dokter Kim. Tetapi hubunganmu dengan Jisoo baik-baik saja 'kan?"
"Aku tidak pernah bisa marah padanya, ia penyelamat hidupku. Setidaknya aku akan punya satu lagi kakak laki-laki yang mendukungku, bukan kakak laki-laki yang suka memaksakan kehendak. Dan aku berterima kasih atas kalimat yang kau katakan pada Jongin-hyung tadi, kau tidak ingin aku menjadi korban keegoisannya 'kan?" Mingyu terkekeh dan Wonwoo hanya mendengus dengan rona merah muda yang menghiasi pipi putihnya.
"Kau sudah terlalu banyak bicara, dokter Kim."
"Jadi, kita berteman 'kan?" Mingyu memastikan untuk kesekian kalinya bahwa ia ingin memiliki hubungan pertemanan dengan partner kerjanya yang satu ini.
"Sepertinya kau akan menjadi teman yang baik, setidaknya kau akan berisik di hidupku yang datar dan sepi seperti ini." Wonwoo tertawa dan menurut Mingyu, tawa Wonwoo dengan deretan gigi putihnya yang rapi sangat manis.
"Dengan senang hati, aku akan selalu berisik jika bersama denganmu. Aku harus bersiap-siap karena ada operasi jam tiga nanti, jangan hanya minum jus, makanlah jangan lupa. Aku duluan." Mingyu bangun dari duduknya dan menjauh dari kafetaria rumah sakit setelah sebelumnya ia menyempatkan diri untuk mengusak rambut Wonwoo. Seketika Wonwoo membenarkan bahwa kedatangan Mingyu akan membuat hidupnya ramai, dimulai dari detak jantungnya yang berisik siang ini. Padahal Wonwoo seorang dokter, namun ia sama sekali tidak mengerti apa saraf yang berhubungan dengan usapan di atas kepala dengan degup jantung yang diluar skala normal.
~~~
Jongin duduk dengan gelisah di ruangan Kyungsoo setelah bertemu dan berbicara empat mata dengan Wonwoo beberapa jam yang lalu. Ia kembali mengingat kenangan masa lalu yang berusaha disimpan pada palung-palung terdalam dasar hatinya yang tak seorang pun tahu. Bahkan Kyungsoo. Jongin mengenang bagaimana bahwa Wonwoo sangat membahagiakan dirinya kala itu. Sebuah sikap yang hangat, rasa pengertian terhadap kesibukannya, serta kecupan-kecupan kecil yang sering diberikan Wonwoo padanya ketika ia mengeluh kelelahan. Jongin pernah menjadikan Wonwoo sebuah poros pada kompas hidupnya yang kala itu tak tentu arah.
Cinta pertamanya saat ia terpuruk serta orang pertama yang membuatnya tertawa saat ia menjadi pasien seorang psikiater di rumah sakit ini. Rumah sakit tempat Wonwoo bekerja sebagai dokter magang dulu. Namun sekarang, ia telah memegang predikat sebagai spesialis bedah bertangan dingin yang posisinya patut diperhitungkan. Rumah sakit ini menjadi tempat segala kenangan Jongin tentang Wonwoo bermuara. Hingga akhirnya dengan keegoisan dan stigma negatif orang-orang sekitar membuat Jongin harus meninggalkan Wonwoo. Mengubur dalam-dalam sebuah cerita romansa yang dipandang tidak wajar, dengan dalih bahwa Wonwoo tak mampu membahagiakan ia sepenuhnya, berpendapat bahwa Wonwoo hanya berempati karena keadaannya. Padahal Jongin tidak pernah tahu bahwa hingga beberapa jam yang lalu, dirinya masih menempati posisi tertinggi di hati Wonwoo sebelum ia menghancurkannya sendiri.
"Anak itu, aku akan tetap menjodohkannya dengan Sejeong. Dan pastikan adik sepupumu itu menerimanya kali ini, Soo." Jongin berucap tegas di dalam ruangan Kyungsoo.
"Sejeong sudah memiliki kekasih, Jongin. Aku tidak yakin ia akan menerimanya, lagipula aku tidak mau menjadi kakak yang menyakiti adiknya. Sejeong memiliki hak untuk memilih pendamping hidupnya sendiri. Jongin berhentilah, kasihan Mingyu." Kyungsoo sudah menyerah dengan sikap keras dan egois suaminya.
"Kau tahu, bahkan Jisoo tidak pernah benar-benar mencintainya. Hubungan seperti itu tidak sehat, Soo-ya. Aku tidak ingin ia mengulang kesalahanku. Terlanjur mencintai dengan sangat, seseorang yang bahkan tidak mencintaimu." Jongin berkata dengan ringan tanpa peduli perasaan Kyungsoo saat ini.
"Maksudmu? Memangnya siapa yang tidak mencintaimu?" Kyungsoo bertanya sambil menaikkan intonasi kalimatnya, sebenarnya ia tak perlu lagi bertanya karena hanya satu nama yang pasti akan menjadi jawabannya.
"Sudahlah lupakan. Aku akan kembali ke kantor. Jangan pulang malam. Aku mencintaimu." Jongin beranjak, memeluk Kyungsoo sambil menyematkan sebuah ciuman lekat pada kening istrinya. Meski begitu, Jongin tetap sangat mencintai Kyungsoo. Wonwoo hanya terlalu indah untuk dilupakan.
Di sini, semua orang memiliki topengnya sendiri-sendiri.
To be continued
P.S.
Sudah ada yang bosan kah?
Selamat membuka kotak pandora!
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona [Meanie] ✓
FanficJeon Wonwoo, dokter muda yang sukses dengan gelar spesialis bedah. Konservatif dan hidupnya sangat terikat peraturan. Baginya, hidup yang lurus-lurus saja akan lebih menenangkan. ~~~ Kim Mingyu, dokter kepala departe...