"Hiks ... Hiks ... Jongin-hyung." Mingyu masih menggigil ketakutan di dalam bathtub kamar mandinya dalam keadaan tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhnya yang tinggi untuk anak seumur dua belas tahun sepertinya.
Ia masih menangis akibat perlakuan ibu tirinya yang hampir serupa binatang. Memar di sekujur tubuhnya dan rasa ngilu di daerah paha dalamnya membuat Mingyu meringkuk dalam bathtub yang bahkan tak cukup lagi menampung tubuh tingginya. Mingyu telah menahan sekuat tenaga agar ia tak bisa melayani perlakuan ibu tirinya, tapi Mingyu hanya anak laki-laki yang baru saja mendapatkan pubertasnya, keadaan di mana sistem hormon dalam tubuhnya sedang meledak-ledak layaknya kembang api pada festival musim panas.
Kakak laki-lakinya yang ia harapkan dapat membantu malah pergi entah ke mana. Selalu dengan alibi tak kuat melihat Mingyu menderita. Ia hanya akan datang ketika neraka Mingyu telah usai. Membersihkan tubuh adiknya dan memapahnya ke ranjang kamar Mingyu yang berhiaskan wallpaper astronomi favoritnya. Mengusap kepala Mingyu hingga adiknya itu tertidur pulas. Jongin terlampau takut, ia bingung harus berbuat apa maka yang ia lakukan hanya memperlakukan Mingyu dengan sangat baik setelah siksaan psikis yang ibu tirinya lakukan.
"Baby boy! Ayo hisap lagi, kau harus menuruti apa yang kuperintahkan. Jangan menangis, baby boy. Jangan membuatku marah dan hilang kesabaran." Mingyu masih menangis dengan suara serak yang tertahan karena mulutnya tersumpal penuh.
"Bibi! Dasar wanita gila!" Jisoo menarik Mingyu dari posisinya, memukul wanita itu dengan raket listrik pembunuh serangga untuk menyelamatkan anak lelaki yang menangis itu. Setelah berhasil, ia menarik Mingyu ke rumahnya. Jisoo adalah sahabat Mingyu serta Jongin, rumahnya hanya berjarak tiga rumah dari kediaman keluarga Kim. Ia tidak peduli dengan keadaan Mingyu yang hanya memakai celana super pendek dan telanjang dada, Jisoo menarik Mingyu sambil berlari secepat kilat menuju rumahnya.
Jisoo menceritakan semua yang terjadi pada ibunya, sang ibu mengizinkan Mingyu untuk tinggal di kediaman Hong. Jongin pergi dari rumah dan menyewa flat sederhana dekat sekolahnya. Sejak hari itu perasaan Mingyu berubah, Jisoo bukan lagi sahabatnya.
~~~
"Aku masih menjalani terapi hingga hari ini, Wonwoo-ya. Dan aku sudah tidak histeris lagi jika berhadapan dengan wanita. Tapi tetap saja, aku tak bisa menjalin hubungan lebih dengan wanita. Berbeda dengan Jongin-hyung yang telah menikah dan memiliki seorang anak." Mingyu tipe orang yang tidak sungkan berceloteh tentang kisah hidupnya kepada seorang yang asing, Wonwoo contohnya.
Di sebelahnya, dokter manis bermata rubah itu hanya menganggukan kepala mendengar cerita rekan sejawatnya. Mencoba menyalurkan afeksi dengan menepuk-nepuk bahu Mingyu namun terkesan kaku dan canggung. Entahlah, Wonwoo sedikit menyesal dengan keputusannya menjadi teman yang lebih dekat bagi Mingyu. Ia bukan jenis orang yang ingin terseret terlalu jauh dalam urusan orang lain. Wonwoo mengalami trust issues, ia tidak lagi menaruh percaya kepada orang-orang yang ditemuinya. Sejak peristiwa dengan Jongin, ia seakan-akan membangun dunianya sendiri. Jeon Wonwoo lebih bersikap defensif dan preventif. Ia tidak pernah menjalin hubungan dekat, karena baginya pada setiap kedatangan pasti ada kepergian. Dan Wonwoo tidak mau hancur untuk kedua kalinya.
Sedangkan Kim Mingyu adalah sebaik-baiknya paradoks yang pernah Wonwoo temui. Orang yang kuat meski sebenarnya jauh di dalam sana ada jiwa yang pernah hancur lebur. Mingyu yang ramah dan mudah menjalin pertemanan dengan siapa pun. Mingyu yang bahkan menaruh kepercayaan pada Wonwoo tentang hal paling menakutkan dalam kehidupannya. Tanpa sadar Wonwoo menghela napas panjang seakan-akan ada beban yang hendak ia keluarkan.
"Kau baik-baik saja? Apa ceritaku mengganggumu?" Mingyu menunduk, seketika ingat bahwa Wonwoo itu homophobic, maka sudah pasti ketika ia mendengar cerita Mingyu pasti akan merasa jijik. Begitu kira-kira pemikiran Mingyu.
"Ya aku baik-baik saja, aku tidak menyangka masa kecilmu seberat itu. Kau pasti akan sembuh dokter Kim." Wonwoo mencoba menyemangatinya, meski nada bicara Wonwoo terkesan kaku dan canggung.
"Aku tidak ingin sembuh." Mingyu menegaskan dengan singkat, lalu menunduk.
"Maksudmu?" Wonwoo kebingungan, bertanya-tanya apakah kalimatnya ada yang salah, karena ia memang benar-benar berkata tulus ingin Mingyu sembuh dari traumanya.
"Kalau sembuh yang kau maksud seperti Jongin-hyung yang bisa menikah dengan perempuan dan memiliki anak, maka aku tidak ingin sembuh. Aku mencintai Jisoo-hyung... Entahlah... Karena dia telah menyelamatkan hidupku." Kalimat Mingyu refleks membuat Wonwoo ikut menunduk, ya Mingyu memang pantas mencintai malaikat penyelamatnya.
"Kau pasti merasa jijik 'kan mendengar kisahku dengan Jisoo-hyung? Jangan pandang kami sebelah mata. Cinta yang kami punya tidak berbeda dengan kalian kok. Yang terpenting, jangan salahkan Jisoo-hyung." Mingyu berkata lagi dengan nada agak tinggi, membuat Wonwoo yang sejak tadi menunduk tiba-tiba mengangkat kepalanya karena terkejut.
"Eoh... Tidak kok, aku tidak beranggapan seperti itu. Maksud yang kubilang sembuh itu, hmm bagaimana ya... Maksudnya semoga kau bisa menjalani hari-harimu dengan baik, tanpa ada trauma yang menghantui lagi. Tentang hubungan dengan kekasihmu itu, ya terserah kau. Bukan urusanku." Wonwoo terdengar kesal, pasalnya ia sudah berbaik hati mendengarkan keluh kesah atasannya, tetapi dengan tingkah kekanakan Mingyu malah mengira ia berpikir yang tidak-tidak.
Mingyu yang menyadari perubahan intonasi kalimat Wonwoo langsung memasang ekspresi merasa bersalah. Padahal sebelumnya ia tidak pernah bisa dengan lancar menceritakan masa lalu kelamnya pada orang lain. Bahkan kepada Soonyoungㅡsahabatnya setelah Jisooㅡsekali pun.
"Wonu-ya... Maaf, bukan maksudku seperti itu..." Belum sempat Mingyu menyelesaikan kalimatnya, Wonwoo sudah berdiri dari posisi duduknya hendak meninggalkan kursi taman yang mereka duduki. Wonwoo hanya menoleh, tersenyum sambil mengibaskan tangannya.
"Tak apa lupakan saja. Kita memang tidak pernah bisa berteman sepertinya, dokter Kim." Langkah Wonwoo beranjak menjauh, menyisakan Mingyu yang menatapnya sedih.
Dalam hatinya, Wonwoo merutuk sikapnya yang berlebihan terhadap Mingyu. Mengapa juga ia harus kesal dengan Mingyu yang terdengar begitu melindungi kekasihnya. Harusnya ia bersikap biasa saja, toh sampai saat ini ia juga masih ada di posisi seperti Mingyu, yang bingung akan masalahnya sendiri. Bedanya, Wonwoo tidak punya teman berbagi. Ia terlalu takut membagi hati dan kepercayaannya lagi. Ia hanya iri dengan Mingyu yang memiliki Jisoo.
Masih di tempat yang sama, Mingyu sama sekali belum beranjak dari kursi taman yang tadi ia duduki bersama Wonwoo. Ia berpikir ulang, seharusnya ia tidak langsung menghakimi bahwa Wonwoo merasa jijik padanya. Mingyu menyesal telah merusak hubungan pertemanan yang bahkan baru saja ia jalin dengan wakilnya di departemen bedah itu. Entah ada maksud apa, tetapi hati dan pikirannya terus mendesak untuk memperbaiki hubungan pertemanan dengan Wonwoo.
To be continued
P.S
Selamat membuka kotak pandora!
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona [Meanie] ✓
Fiksi PenggemarJeon Wonwoo, dokter muda yang sukses dengan gelar spesialis bedah. Konservatif dan hidupnya sangat terikat peraturan. Baginya, hidup yang lurus-lurus saja akan lebih menenangkan. ~~~ Kim Mingyu, dokter kepala departe...