Bintang berdiri di depan lift sambil melamun. Dia masih terbayang kejadian memalukan di kafe tadi. Apalagi bajunya masih basah begini.
" Ting! " bunyi suara lift. Pintunya pun perlahan terbuka. Bintang bergerak masuk ke dalam bersamaan dengan seseorang disampingnya yang baru tiba. Bintang menoleh.
" Langit..." gumam Bintang dalam hati. Pintu lift perlahan tertutup dan lift mulai bergerak.. Kini hanya ada dia dan Langit di dalam lift. Mereka tidak saling sapa, tidak juga saling lihat. Keduanya saling membuang muka dan diam. Langit ingin menanyakan keadaan Bintang, tapi gengsi untuk memulai. Sementara Bintang butuh teman untuk mencurahkan kekesalannya, tapi tidak mungkin pada Langit. Dua menit di dalam lift berlalu begitu saja sampai tiba di lantai tujuh. Saat pintu lift terbuka, Bintang bergerak keluar tanpa sepatah katapun. Dia langsung berjalan menuju poli. Sementara Langit hanya bisa menatap kepergian Bintang dari belakang, lalu dia pun berjalan menuju ruangannya.***
Bintang membuka jas putihnya dan menggantungkannya di poli. Dia berdiri di bawah AC sambil mengibas-ngibaskan bajunya agar cepat kering.
" Tok... Tok... Tok..." tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Bintang pun menoleh.
" Dok, dipanggil Pak Langit ke ruangannya." Kata Shinta, sekretaris Langit.
" Ada apa ya? " tanya Bintang bingung.
" Gak tau, Dok." Jawab Shinta menggeleng. Bintang hanya mengangguk lalu pergi menuju ruangan Langit diikuti oleh Shinta. Setelah mengetuk pintu, Bintang dipersilakan masuk oleh Langit dari dalam ruangan.
" Silakan duduk." Kata Langit dingin. Bintang menurut.
" Saya gak sengaja lihat kejadian di kafe tadi..." kata Langit membuka pembicaraan. Bintang langsung mengernyitkan dahinya, kaget dan bingung Langit akan membahas soal itu.
" Sebenarnya saya tidak mau mencampuri urusan orang. Saya juga gak peduli ada hubungan apa kamu dengan dokter Rey. Tapi, apa yang terjadi di kafe tadi benar-benar memalukan. Seorang dokter bedah di kantor Adisatya disiram dengan air oleh seorang perempuan tak dikenal, dia dituduh merebut pacar orang. Bagaimana kalo itu akan jadi headline di semua surat kabar besok? " tanya Langit sinis. Bintang menunduk sambil menghela nafas panjang. Dia sangat tidak mood untuk menbahas masalah itu lagi.
" Apa benar kamu sudah merebut Rey dari dia? " tanya Langit kepo. Bagaimana pun masalah tadi akan menjadi tanggung jawab dia jika benar masuk di surat kabar besok.
" Enggak, Pak. Saya dan Rey gak ada hubungan apa-apa." Jawab Bintang jujur. Langit menatap tajam mata Bintang.
" Yakin? "
" Yakin. Saya cuma berteman sama Rey." Sambar Bintang cepat. Langit menatap Bintang tajam.
" Tok... Tok... Tok..." tiba-tiba pintu ruangan Langit diketuk.
" Masuk." Sahut Langit dari dalam.
" Misi Pak... Dokter Bintang ada pasien jarinya terkena kaca di poli. Perdarahan banyak." Kata seorang wanita berjas putih, dia adalah salah satu dokter umum yang ditempatkan di perusahaan Adisatya.
" Apa? " tanya Bintang kaget. Dia langsung berlari meninggalkan ruangan tanpa pamit pada Langit. Langit hanya bisa terdiam melihat kepergian Bintang.
" Pak Langit... Pak Awan terluka, tangannya terkena pecahan kaca." Kata Shinta, sekretaris Langit yang muncul setelah kepergian Bintang.
" Apa? Dia dimana? " tanya Langit kaget.
" Di poli bedah, Pak." Jawab Shinta cepat. Langit langsung berlari menuju poli bedah.
Bintang yang tiba di poli bedah langsung menghampiri seorang pasien yang sudah duduk di atas tempat tidur.
" Kenapa, Pak? " tanya Bintang pada pasiennya. Dia menggunakan jas rapih seperti Langit. Matanya tak lepas dari wajah Bintang yang tetlihat serius.
" Pak? " tanya Bintang lagi karena tak ada sahutan.
" Eh, iya..." sahutnya tersadar dengan pertanyaan Bintang.
" Tangannya kenapa? " tanya Bintang lagi.
" Oh... Kena kaca mobil, ada yang pecah tadi." Jawabnya sedikit gerogi.
" Hmmm... Ini sih agak dalam, perlu kita jahit. Bapak bersedia? " tanya Bintang menjelaskan.
" Kalo gak dijahit gak bisa ya? " tanyanya mulai panik.
" Bisa sih. Tapi sembuhnya jadi lama dan bisa timbul infeksi. Saran saya sebaiknya dijahit aja, gak lama kok paling cuma sepuluh menit." Jawab Bintang sambil tersenyum. Sungguh senyuman yang menyejukkan hati si pasien. Pasien itu membalas senyuman Bintang.
" Gimana, Pak? " tanya Bintang lagi.
" Eh... Iya boleh deh." Jawab pasien itu lagi-lagi sedikit gerogi.
" Yaudah, sebentar ya. Ambilin minor set..." kata Bintang pada perawat.
" Baik, Dok." Jawab perawat perempuan itu sambil tersenyum. Perawat itu bergegas menyiapkan alat dan bahan untuk hecting.
" Wan..." tiba-tiba seseorang datang menghampiri pasien Bintang. Bintang menoleh. Langit.
" Eh, Lang..." sahut pasien Bintang yang dipanggil "Wan" itu saat melihat kedatangan Langit.
" Lo kenapa? " tanya Langit sedikit panik melihat tangan kanan orang itu penuh darah.
" Kena kaca mobil, ada yang pecah."
" Kok bisa? "
" Tauk deh..."
" Ini, Dok..." kata perawat sambil menyerahkan minor set pada Bintang.
" Makasih." Jawab Bintang sambil menerimanya, lalu mulai bekerja.
" Siapa namanya? " tanya Bintang agar suasana menjadi lebih santai.
" Awan..." jawab pasien itu singkat.
" Bapak Awan, saya mau nyuntikin obat biusnya. Ini mungkin agak sakit, jadi tolong tahan sedikit ya." Kata Bintang memberi penjelasan.
" Iya." Jawab pasien yang bernama Awan itu setuju. Bintang pun mulai menyuntikkan obat bius.
" Aawww..." teriak Awan dan dengan spontan dia menggenggam lengan Bintang dengan tangan yang satunya. Kontan saja Bintang kaget melihatnya. Langit yang berada di samping Bintang juga tak kalah kagetnya. Bintang dan Awan saling bertatapan untuk beberapa detik, sedangkan Langit hanya bisa melihat mereka berdua.
" Ehm..." Langit berdehem membuyarkan pandangan Bintang dan Awan.
" Eummm... Maaf, Dok." Kata Awan sambil melepaskan genggamannya. Bintang hanya tersenyum dengan sedikit dipaksakan. Dia tidak suka dengan tindakan Awan itu, tapi dia juga tidak mungkin marah karena itu adalah suatu tindakan spontan dari seorang pasiennya. Kemudian Bintang kembali melanjutkan pekerjaannya untuk menjahit luka di tangan Awan. Awan memperhatikan wajah Bintang dari dekat, betapa sempurnanya ciptaan Allah dihadapannya itu. Tidak perlu makeup yang tebal dan gaya mewah, Bintang sudah terlihat cantik dengan kesederhanaannya itu. Langit yang tak sengaja menangkap Awan sedang memperhatikan wajah Bintang, langsung bereaksi.
" Lo ngapain kesini? " tanya Langit sambil menyenggol bahu Awan.
" Hm? Enggak, gue cuma pengen ngobrol sama lo aja..." jawab Awan sedikit kaget dengan pertanyaan Langit itu.
" Hmmm... Tumben? " tanya Langit lagi.
" Kita kan udah lama gak jumpa, Bro." Kata Awan mengingat dia baru pulang dari liburan ke Belanda minggu lalu.
" Mana oleh-oleh buat gue? " tanya Langit sambil berkacak pinggang.
" Ada tuh di mobil." Jawab Awan sambil menahan sakit tangannya yang sedang dijahit.
" Selesai." Kata Bintang sambil memotong simpulan benang yang terakhir.
" Eh? Udah siap, Dok? " tanya Awan kaget karena prosesnya begitu cepat.
" Udah." Jawab Bintang sambil tersenyum.
" Tangan dokter Bintang terbiasa cepat dan tepat, Pak." Bisik perawat yang berdiri di samping Bintang.
" Ooowww..." gumam Awan ber-Oh. Bintang melepaskan sarung tangannya dan kembali duduk di meja kerjanya. Dia menulis sesuatu.
" Ini ada obat yang harus diminum ya supaya lukanya cepat sembuh. Jangan lupa makan nasi dulu sebelum minum obat." Kata Bintang mencoret-coret kertas.
" Iya." Jawab Awan sambil turun dari tempat tidur.
" Mari, Pak, kita ke apotik buat ngambil obat." Kata perawat pada Awan.
" Oh, iya... Sebentar..." jawab Awan sambil mendekat ke arah Bintang.
" Makasih ya, Dokter...? " tanya Awan ingin tahu nama Bintang.
" Bintang." Sambar Bintang cepat.
" Oh iya, dokter Bintang... Saya Awan." Kata Awan memperkenalkan diri.
" Oh, iya..." kata Bintang sambil menyambut uluran tangan Awan.
" Ehm... Wan, kita ke ruangan gue yuk." Ajak Langit sambil menarik tangan Awan.
" Eh..." kata Awan kaget dengan tarikan Langit. Namun dia tetap mengikuti langkah Langit keluar poli. Bintang hanya menatap kedua lelaki itu dengan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit & Bintang
RomanceBagaimana jadinya jika dalam hidupmu harus menjalani pernikahan tanpa rasa cinta? Tersiksa bukan? Itulah yang dirasakan oleh Langit dan Bintang. Pernikahan kontrak yang awalnya menyeramkan, perlahan mulai menemukan titik terang. Cinta datang karena...