Setelah berjuang dalam waktu empat jam, akhirnya jahitan terakhir selesai dilakukan. Bintang langsung duduk di kursi karena kakinya pegal sekali. Padahal, Bintang sudah sering istirahat untuk duduk selama operasi berlangsung. Mungkin karena dia sedang hamil jadi tingkat keletihannya dua kali lipat. Kenzi melepas hand scoon dan berjalan keluar kamar operasi, Bintang menyusul di belakangnya.
" Alhamdulillah... Kita berhasil." Kata Kenzi mengajak Bintang tos. Bintang menyambutnya sambil tersenyum puas. Dia berhasil melakukan operasi pasien "istimewa" dalam kondisi lagi hamil seperti ini.***
Kenzi dan Bintang berjalan keluar ruang operasi setelah melepaskan semua APD dan mencuci tangan. Mereka melihat Langit dan yang lainnya sedang menunggu di depan.
" Dokter, gimana operasinya? " tanya mama Gisel saat melihat mereka keluar.
" Alhamdulillah semua berjalan lancar, Bu. Saya dan dokter Bintang sudah melakukan yang terbaik semampu kami. Kita lihat hasilnya setelah Bapak sadar nanti ya." Kata Kenzi sambil tersenyum.
" Alhamdulillah... Terima kasih, Dok."
" Iya, sama2. Saya juga mau melakukan operasi ini karena didampingi oleh dokter Bintang." Kata Kenzi melirik Bintang berdiri disampingnya.
" Iya. Dokter Bintang, terima kasih banyak."
" Sama2..." balas Bintang sambil tersenyum. Bintang langsung menoleh ke arah Langit dan mertuanya. Dia berjalan ke arah mereka.
" Kok kamu disini? Papa mama juga?" Tanya Bintang bingung.
" Nungguin kamu..." jawab Langit sambil menarik tangan istrinya.
" Tumben."
" Kita mau dukung kamu, Bin. Udah cukup ya bekerjanya, kamu ambil cuti aja. Usia kandungan kamu semakin bertambah, kamu butuh istirahat." Pesan mama Langit.
" Iya, Ma..." jawab Bintang lembut. Baginya tak ada ujungnya jika membantah, makanya dia hanya menjawab iya.
" Hei, kamu kan pasien aku. Kamu harus banyak istirahat. Ayo balik ke kamar." Kata Bintang sambil mendorong kursi roda Langit.
Langit hanya tersenyum dan tak menolak. Mereka berjalan menuju kamar rawat Langit setelah berpamitan dengan Kenzi, Gisel dan mamanya. Gisel hanya bisa menatap kepergian mereka dalam diam.***
Mama dan papa Langit pamit karena harus menemui teman mereka yang datang dari Bandung. Kini hanya tinggal Bintang dan Langit berdua di kamar. Bintang juga sudah mengganti pakaian operasi dengan jas putihnya.
" Aku bangga sama kamu..." kata Langit membuka pembicaraan. Dia masih duduk di kursi roda.
" Kenapa? "
" Karena bisa mengesampingkan urusan pribadi demi keselamatan pasien. Kamu bener2 dokter idolaku."
" Ah, gombal! "
" Iya. Apalagi si perut buncit ini, idolaku banget." Kata Langit sambil memeluk perut Bintang. Bintang tersenyum sambil mengelus rambut Langit.
" Tok... Tok... Tok...." tiba2 pintu kamar di ketuk.
" Ya, masuk." Sahut Bintang.
Kreeekkk... Pintu terbuka. Tampak Gisel muncul dari balik pintu.
" Gisel? " tanya Bintang kaget. Dia tidak menyangka yang datang adalah Gisel.
" Bin..." ucap Gisel pelan. Bintang tak menyahut, dia hanya menatap tajam ke arah Gisel. Begitu pun Langit.
Tiba2 Gisel turun ke bawah dan bersimpuh di hadapan Bintang.
" Eh, Sel, lo kenapa? " tanya Bintang panik.
" Bin, maafin gue..." ucap Gisel menyesal. Dia menyesal sudah jahat pada Bintang selama ini. Terlebih dia pernah berniat untuk mencelakai Bintang.
" Gue tau gue jahat, gue gak pantes dimaafin. Tapi, gue bener2 pengen minta maaf sama lo..." kata Gisel yang mulai menangis. Dia berlutut di depan Bintang.
" Sel, jangan kayak gini. Ayo berdiri! " kata Bintang sambil menarik tangan Gisel.
" Maafin gue, Bin..." ucap Gisel lagi. Dia berdiri setelah Bintang memaksanya naik.
" Gue udah jahat banget selama ini sama lo. Gue cemburu karena lo udah membuat Langit berpaling dari gue. Dari kecil, orang tua gue selalu memberi apa yang gue mau. Makanya gue gak pernah mengerti apa arti kata kehilangan. Gue gak rela kalo Langit jadi milik lo, apalagi sebentar lagi kalian akan memiliki anak..." kata Gisel sambil melirik perut buncit Bintang. Bintang hanya terdiam. Dia membiarkan Gisel untuk mengungkapkan semua isi hatinya.
" Tapi, hari ini lo ngajarin gue satu hal. Kalo lo benci sama satu orang, bukan berarti lo melupakan hati nurani lo untuk menolong keluarga orang yang dibenci itu..." lanjut Gisel lagi. Matanya sudah sembab karena terus menangis.
" Sel, gue selalu diajarin sama Bunda... Kalo ada orang yang berbuat jahat sama kita, bencilah dengan sikap jahatnya, bukan orangnya. Karena orangnya pasti punya sisi baik dibalik sikap jahatnya." Balas Bintang.
" Gue percaya kalo lo orang baik. Lo ngelakuin itu karena lo sakit hati melihat Langit bersama gue. Tapi, lo harus ingat satu hal... Cinta itu bukan tentang siapa, tapi tentang apa yang lo beri untuk orang yang lo cintai. Dengan lo memberi keikhlasan melepas Langit bersama gue, gue percaya kalo lo mencintai dia." Lanjut Bintang lagi. Gisel semakin tersentuh mendengarnya. Bahunya berguncang, tangisnya semakin kencang.
" Maafin gue, Bin..." teriaknya sambil memeluk Bintang. Bintang membalas pelukan itu sambil tersenyum puas. Dia senang karena Gisel sudah menyadari kesalahannya selama ini.
Begitu pun Langit, dia tersenyum lebar saat melihat adegan yang menharukan dihadapannya.
" Gue gak akan ganggu hidup kalian lagi. Gue udah memutuskan untuk pindah ke Malaysia untuk mengurus perusahaan bokap disana." Kata Gisel setelah melepaskan pelukannya.
" Apa? Kenapa gak di Jakarta aja? " tanya Langit kaget.
" Perusahaan di Malaysia mengalami penurunan laba yang signifikan, Lang. Sejak bulan lalu Papa udah nyuruh aku untuk pindah kesana, cuma aku gak mau. Melihat kondisi Papa sekarang yang kayak gini, aku memutuskan untuk melakukan apa yang Papa mau. Aku merasa selama ini belum bisa memberikan kebahagiaan buat papa dan mama. Makanya kalo emang ini bisa buat mereka bahagia, aku akan bertanggung jawab untuk perusahaan di Malaysia." Jawab Gisel panjang lebar.
" Oh, gitu..."
" Gue pamit ya. Makasih karena kalian sudah mengajarkan banyak hal pada gue. Sekali lagi gue minta maaf..."
" Iya, Sel. Lo baik2 ya disana."
" Iya. Lang, aku pergi dulu."
" Iya. Salam sama Om dan Tante."
" Oke. Bye."
" Bye..."
Gisel pergi meninggalkan ruangan Langit dengan mata yang sembab. Bintang menghela nafas lega dengan apa yang terjadi hari ini.
" Hei..." panggil Langit. Bintang menoleh ke belakang.
" Istri siapa sih ini? " tanya Langit manja.
" Hmmm... Istri orang. Hahaha..." jawab Bintang ngasal.
" Enak aja. Istri aku donk." Balas Langit sambil menarik tangan Bintang.
" Makasih ya, Sayang..." kata Langit sambil mencium tangan istrinya.
" Makasih untuk apa? "
" Karena kebaikan hati kamu berhasil membunuh musuh aku..."
" Kok musuh sih? "
" Iya. Kan dia pernah jahatin kamu. Siapa pun yang berani nyenggol orang2 yang aku sayang, aku anggap musuh aku."
" Oh gitu..."
" Iya."
" Sama-sama, Sayang."
" Jadi kapan nih? "
" Kapan apanya? "
" Aku jengukin si junior? "
" Enggaaakkk........"
" Hahahaha......"
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit & Bintang
RomantizmBagaimana jadinya jika dalam hidupmu harus menjalani pernikahan tanpa rasa cinta? Tersiksa bukan? Itulah yang dirasakan oleh Langit dan Bintang. Pernikahan kontrak yang awalnya menyeramkan, perlahan mulai menemukan titik terang. Cinta datang karena...