《5》

84 9 0
                                    

"Gimana dok keadaan anak saya? Tidak tambah parah kan dok," Tutur Mira khawatir. Mira merangkul tangan Dio sambil merasakan sesak saat melihat Metha.

"Begini Bu, sebenarnya Metha harus cepat ditangani dengan cara operasi," Dokter bernama Intan itu memberitahu berita mengejutkan untuk Mira dan Dio. Intan, dia adalah Dokter yang sering diajak konsultasi tentang Metha oleh Mira dan Dio.

"Yaampun Pah, gimana ini?" Panik Mira. Mira menangis. Untung saja Metha sedang tidur diranjang periksaan. "Metha pasti gamau kalau disuruh buat operasi Pah,"

"Tenang Bun tenang," Dio berusaha menenangkan hati Mira. "Dok, apa gaada jalan lain? Metha gaakan mau kalau disuruh untuk operasi Dok, dia takut sama ruangan operasi,"

"Gaada Pak, jalan satu-satunya ya harus di operasi, jika tidak dioperasi secepat mungkin itu akan membahayakan keselamatannya," tutur Intan.

"Dok, sumpah! Saya minta cari jalan lain selain operasi," pinta Dio pada Intan.

"Hmmm baiklah, saya punya obat untuk menghilangkan nyerinya dan obat ini lebih berekasi dibandingkan obat sebelumnya, dan obat ini bisa membuat luka dalam perutnya mengecil, namun saat beberapa menit kemudian lukanya akan mengembang lagi, dan Insya Allah tidak akan menyakiti Metha," Intan memberikan secup obat berwarna putih bening. Mira dan Dio akhirnya bisa bernapas lega.

"Terimakasih Dok!" Mira bersalaman pada Intan. Dan Dio menggendong membawa Metha ke dalam mobil.

----

"Bunda, kata Dokter Intan gimana?" Tanya Metha saat makan malam. Mira yang sedang asik makan, akhirnya menghentikan aktivitasnya begitupun dengan Dio.

"Kata Dokter Intan, kamu harus di operasi, terus nyari pendonor baru," Mira mengatakan sejujurnya pada Metha. Dio hanya bisa menatap anak bungsunya itu dengan nanar.

"Apa?!" Metha terkejut mendengar tuturan Bundanya itu. "Tapi Metha gamau di operasi Bun! Metha takut!"

"Tenang sayang, Bunda udah bilang sama Dokter Intan, dan Dokter Intan ngasih obat ini buat kamu, reaksinya lebih dari obat sebelumnya," jelas Dio. Metha jadi tak berselera makan lagi, dia menghentikan menyantap makanannya itu.

"Tha, kalau kata gue lo operasi aja, soalnya tadi pas Bunda cerita gue jadi khawatir sama lo," cibir Cio. "Gue gamau lo tambah parah Tha! Gue takut lo kenapa-napa, operasi aja ya, gue khawatir,"

"Wahhhhh lo mulai khawatir ya sama gue?" Goda Metha. "Tapi, tetep aja gue gamau di operasi, gue takut Cio!"

"Najis! Gue gakhawatir sama lo gue cuma khawatir sama kesehatan lo doang," elak Cio. "Lo takut, tapi lo tambah parah PAO!"

"Yaudah sih suka-suka gue mau kaganya, repot lo!" Sewot Metha. Dio, Mira dan Reza hanya bisa diam.

"Woy! Lo berdua baru aja akur, terus beberapa detik langsung berantem lagi, itu detik loh bukan menit maupun jam!" Bentak Reza.

"Biarin sih suka-suka kita Bang!" Sewot Cio. Metha mengangkat sebelah alisnya.

"Kita? Lo aja kali gue kagak!" Samber Metha. Reza menyimpulkan kali ini dia tidak akan berkomentar apapun pada kedua adiknya itu.

"Tai lo ah!" Bentak Cio. Dio dan Mira hanya bisa tersenyum masam melihat pemandangan yang berada di depan mereka.

"Udah, udah! Makan, kalau masih ribut terus gamakan Papah pecat jadi anak Papah kamu!" Ancam Dio. Metha dan Cio langsung menyantap makanannya.

"Dipecat? Emang karyawan apa?!" Cibir Cio pelan dan tetap saja masih bisa terdengar oleh Dio.

"Papah masih bisa denger loh ya, Papah gabudek!" Sindir Dio. Cio hanya tertawa tanpa bersuara sedangkan Metha hanya menatapnya jijik.

MeteorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang