Siapa? Lo maksudnya 1

79 1 0
                                    


Setiap hari saya berharap semoga kalian semua merasa puas dengan cerita ini.

Komentar dan dukungan kalian membantu saya menjadi lebih baik lagi.

Salam CINLOV yang penuh dengan kehangatan untuk kalian semua.



"Kamu tuh gimana sih, kan udah tau harus pake sepatu warna hitam kenapa masih pake sepatu warna putih. Ini lagi baju enggak di masukin. Rapih! Bisa gak sih rapih!" Pak Ramdan guru kesiswaan sedang memarahi Malto di ruang guru. Dari helaan napas guru itu sepertinya sudah lelah memarahi Malto berulang ulang kali.

"Sepatu saya yang warna item basah Pak kehujanan," kata Malto membuat alasan yang bodoh.

"Kamu jangan ngaco ya, kita ini tinggal di kota yang sama. Kemarin itu cerah gak ada hujan setetespun," ucap Pak Ramdan.

Malto memang jarang memikirkan terlebih dahulu kata yang akan ia ucapkan. Laki-laki itu lebih sering asal ucap saja tanpa memikirkan apakah kata-katanya itu benar atau tidak. "Mm... maksud saya."

"Udah gak usah banyak alasan. Sekarang masukin baju kamu."

Dengan terpakasa Malto memasukan seragamnya. Dari pintu masuk ruang guru Mala dan Bunga datang sambil membawa setumpuk LKS pelajaran Agama. Mala menarik napasnya ketika melihat Malto. Ia berjalan di dekat Malto tanpa melihat wajah temannya itu.

Mala menaruh LKS di atas meja kerja guru Agama. Ia lalu kembali jalan menuju pintu keluar.

"La, Mala, sini sebentar."

Mala berbalik ia menghampiri Pak Ramdan yang memanggilnya.

"Iya pak?"

"Kamu sekelas kan sama dia. Coba kamu kasih tahu dia gimana caranya berpakaian rapih."

Mala membelalakan matanya. Jari telunjuknya ia arahkan kedirinya sendiri. "Saya Pak."

"Iya kamu siapa lagi. Cepetan," kata Pak Ramdan sedikit memaksa.

Mala menarik napasnya, dengan terpaksa ia merapihkan pakaian Malto. Gadis itu kini saling berhadapan dengan Malto. Tangannya sedang merapihkan pakaian Malto. Ia lalu merapihkan kerahnya. Malto menelan ludahnya ia tahu ada suasana canggung di antara mereka.

Malto tersenyum aneh sambil menaikan satu alisnya. Mala yang melihatnya jadi kesal. Mala lalu merapihkan dasi abu-abu yang melingkar di leher Malto. Gadis itu menarik dasi SMA itu hingga kencang. Malto merasa lehernya tercekik ia yakin Mala sengaja melakukan hal itu.

"Udah Pak,"

"Nah gitu baru rapih. Udah sana kalian masuk."

Mala berjalan cepat keluar ruang guru. Gadis itu kini berada di koridor sekolah.

"Lo mau bunuh gue ya!" Kata Malto yang berjalan di sampingnya.

"Gue harap sih ada orang lain yang ngelakuin hal itu. Supaya gue gak perlu ngotorin tangan gue buat ngelakuin hal itu."

Selama berteman dengan Mala, Malto tahu kalau gadis itu memang kejam. Namun baru kali ini ia dengar Mala menginginkan dirinya mati. "Wah dasar gadis kejam. Emang lo tuh dasar Malampir."

Mala terus berjalan menuju kelasnya. "Gak peduli."

Di kantin Mala sedang duduk berdua sama Arin. Mala meminum pop ice alpukat sedangkan arin sedang memakan lidi pedas.

"Jadi bukti apa aja yang udah lo dapetin sampai sekarang," tanya Arin ujung telunjuk dan jempolnya memerah karena bumbu cabai yang ada di lidi pedas.

Mala menghela napas membuat kedua pundaknya turun. "Gak ada. Eh tapi... Fara bilang dia udah punya cowok. Tapi dia gak bilang siapa."

"Udah, ini sih udah jelas. Dia pasti selingkuh sama Valdi. Gak salah lagi. Udahlah La mendingan lo putus aja sama Valdi. Lagian lo kan sama dia gak cinta-cinta banget."

Mala tersenyum kecil, alisnya mengkerut. "Sok tau. Darimana coba lo tahu gue gak cinta-cinta banget sama Valdi. Lo bisa ngeramal memangnya."

Arin mencondongkan tubuhnya ke Mala. "Ya iyalah gue tau. Selama kita berteman yang paling sering lo omongin kan si Malto bukannya Valdi. Lo pasti gak sadar hal itu kan."

Mala berpikir sejenak, ia merasa bingung apa benar apa yang di katakan temannya itu. Masa sih, Mala masih tidak mempercayainya. "Itu kan karena dia nyebelin suka bikin kesel gue."

Arin menghela napasnya. "Qimala Hanindya, tetap aja, intinya lo lebih sering ngomongin Malto di bandingkan cowok lo sendiri."

"Kenapa gue?" ucap Malto yang berdiri tidak jauh dari Arin. Laki-laki itu berjalan menghampiri meja Mala dan Arin. Sayup-sayup tadi dia dengar namanya di sebut oleh Arin. "Gue kenapa?"

"Mmm... tau nih Mala tadi ngomongin lo," tuduh Arin.

Mala melotot pada teman wanitanya. Sementara Malto masih berdiri menunggu jawaban. "Enggak penting, bukan urusan lo juga kan."

Sebenarnya Malto tidak suka ikut campur masalah orang lain. Namun karena yang bicara itu Mala dan ia dengar namanya di sebut, jadi Malto penasaran atau justru ingin menjahili Mala lagi.

"Ya urusan gue lah. Tadi kan nama gue di sebut-sebut. Siapa tau kalian berdua sedang melakukan persengkongkolan jahat ke gue."

"Ih! Kurang kerjaan. Tadi gue cuma bilang kalau mulut lo bau obat nyamuk. Puas!" Mala memelototi Malto.

"Tunggu sebentar kok lo tau mulut gue bau obat nyamuk."

"Ya taulah kan kita pernah!!!" Mala langsung menghentikan ucapannya. Matanya terbuka lebar menatap Arin yang ada di depannya. Untunglah saat itu bel tanda jam istirahat habis berdering. "Nah!!! kan udah bel. Ayo cepetan masuk." Mala berlari kencang sambil sedikit menunduk.

Arin melihatnya dengan curiga. "Dia kayanya udah ketularan lo deh. Aneh!"

Malto hanya mengangkat kedua pundaknya sambil tersenyum kecil. Entah kenapa hatinya merasa senang melihat Mala malu-malu seperti itu.


CINLOV Karena Cinta, Pasti Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang