MALTO
MALA
Suasana kelas 12-E sudah kembali tenang. Semua murid mencatat apa yang sedang Ibu Tujay tulis di papan tulis. Mala memiringkan badannya ia membuka tas yang ada di belakang punggungnya. Tidak sengaja ia melihat Valdi yang duduk tepat di belakang Fara sedang tidak memperhatikan pelajaran. Valdi terlihat sedang menunduk. Ia menatap ke layar ponsel yang di sembunyikannya di kolong meja.
Mala lalu melirik ke arah Fara. Ia lihat gadis itu sedang memegang smartphone putih miliknya. Jari jemari Fara bergerak dengan cepat ia sedang membalas pesan dari seseorang. Mala menelan ludahnya matanya menangkap ada sesuatu yang terjadi. Mungkinkah Valdi dan Fara sedang saling berkirim pesan. Tidak! Mala menggelengkan kepalanya ia menyingkirkan pikiran negatif itu.
Valdi yang tersadar sedang di perhatikan oleh Mala langsung tersenyum manis. Mala yang melihatnya membalas senyuman pacarnya itu. Mala kembali menghadap depan sekilas ia melihat ke arah Fara yang sedang mematikan ponselnya.
Ibu Tujay mengetuk ketukan spidol ke papan tulis. Perhatian anak-anak kini tertuju pada guru bahasa Indonesia itu. "Ada tugas kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat orang. Tugasnya bikin artikel mengenai kehidupan remaja di perkotaan. Jangan lupa di sertakan dengan foto-foto. Di kumpulkan minggu depan. Yang tidak mengumpulkan akan dapat nilai Nol."
"Kelompoknya terserah kita Bu," tanya Bunga.
"Ya terserah kalian. Yang penting semuanya harus ngumpulin artikel itu. Kelompok dengan nilai tertinggi akan Ibu kasih hadiah. Sekarang Ibu minta kalian catat kelompok kalian masing-masing terus kasih ke Ibu soalnya mau Ibu simpan di laptop."
"Yess!"
"Asik! Kalau ada hadiahnya baru saya semangat."
Sekarang semuanya sibuk menentukan anggota kelompok mereka. Terjadi keributan kecil. Ada yang di tolak masuk kelompok ada yang memohon mohon, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Banyak yang ingin masuk kelompok Bunga tentunya karena ia paling pintar di kelas. Tapi karena Bunga pintar ia hanya memilih anggota kelompok yang menurutnya pintar saja.
Berbeda dengan Malto. Laki-laki itu adalah orang pertama yang menyerahkan daftar nama anggota di kelompoknya. Ibu Tujay menerima selembar kertas dari Malto lalu memasukan nama-nama yang tertulis di sana pada laptop miliknya. Malto kembali ketempat duduk ia menatap Mala sambil tersenyum. Gadis itu merengut ia bingung kenapa Malto tersenyum padanya.
Mala akhirnya tersadar akan maksud dari senyuman Malto. "Jangan bilang..."
"Iya kita satu kelompok. Gue, lo, Valdi sama Fara," ucap Malto enteng.
"Yang nyuruh lo masukin nama lo di kelompok ini siapa?"
"Lah kan gue ketua kelompoknya jadi gue dong yang nentuin semuanya," kata Malto laki-laki itu menyilangkan tangannya.
"Sejak kapan lo jadi ketua kelompok. Harusnya kan kita yang tentuin siapa yang lebih pantes jadi ketua kelompok."
"Kelamaan. Barusan gue mengangkat diri gue sendiri jadi ketua kelompok, jadi lo gak usah bawel. Lagian Valdi sama Fara juga pasti setuju. Iya kan?" Malto menatap ke arah Valdi dan Fara secara bergantian.
"Udalah La gak apa-apa, biar dia belajar jadi pemimpin," ucap Valdi tangannya menepuk-nepuk pundak Malto. Valdi memang terbilang cowok yang ramah. Ia tidak pernah mempersalahkan sesuatu. Semua hal pasti akan ia anggap bisa di selesaikan dengan cara berkomunikasi yang baik. Ingat! cowok yang ramah salah satu tipe sifat dari laki-laki yang Fara suka.
Jam istirahat sudah berdering sepuluh menit lalu. Segelas minuman cokelat dingin dengan toping choco chips sudah ada di tangan Mala. Sementara Arin yang menyukai makanan pedas sedang makan keripik setan buatan Ceu Odah yang juga penjual cilok di kantin. Kedua gadis itu duduk di bawah pohon Mangga yang ada di pinggir lapangan.
"Bagus dong kalau lo satu kelompok sama mereka. Jadi lo bisa cari tau apakah Valdi sama Fara ada hubungan yang spesial," ucap Arin.
"Iya sih! Tapi gue juga satu kelompok sama Malto. Lo tau sendiri kan dia orangnya kaya gimana. Bisa-bisa nilai kelompok gue jelek."
"Lo kayanya sebel banget sama dia. Jangan terlalu sebel nanti bisa berubah jadi cinta loh."
"Cinta sama dia idih amit-amit," kata Mala.
"Tapi kan Malto ganteng. Masa lo gak ada perasaan suka sih sama dia. Apalagi lo kan sama dia udah kenal dari SMP."
Mala menghela napasnya. "Jutrsu karena gue udah kenal sama dia dari SMP jadi gue tau betul deh siapa dia. Mukanya yang ganteng itu gak selaras sama kelakuannya yang suka bikin gue sebel."
Arin tertawa kecil. "Dari tadi lo ngomong sebel, sebel. Sebel kan ada singkatannya."
"Apa?"
"Seneng betul," jawab Arin.
"Yaudah gue benci." Mala menyilangkan kedua tangannya.
"Benci juga ada singkatannya. Benar-benar cinta." Arin menyikut Mala yang duduk di sebelahnya.
"Aduh berisik, berisik. Lagian gue kan udah punya Valdi."
"Tapi kalau Valdi punya yang lain gimana? Inget foto yang gue tunjukin. Kayanya lo harus mempersiapkan kemungkinan terburuk deh. Supaya nanti lo gak kaget, seandainya apa yang kita berdua pikirin soal Valdi sama Fara benar-benar terjadi."
Mala terdiam mendengarkan ucapan Arin. Baginya apa yang di katakan oleh Arin benar, ia harus mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Tapi tentunya Mala tidak ingin apa yang di pikirkannya menjadi kenyataan. Ia berharap semoga salah dengan apa yang sedang ia pikirkan saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINLOV Karena Cinta, Pasti Love (COMPLETED)
Fiksi RemajaMala dan Malto dua anak remaja yang selalu memperdebatkan segala hal, Hingga akhirnya Valdi kekasih Mala mengetahui sesuatu di balik semua cerita Mala tentang Malto. Gadis itu mengerti bahwa yang ia cintai sebenarnya adalah Malto. Namun kahadiran Sy...