Bagian 26 - Di Perjalanan

2.4K 141 0
                                    

Aku memucat selagi tanganku berjuang menyentuh lantai untuk mengumpulkan pakaianku yang berantakan. Menunduk, gaunnya tak dapat meregang sejauh yang kubutuhkan dan aku takut gaunnya akan robek. Aku pasti kehilangan akal pikiran sehingga ingin mencoba baju yang sekencang dan setak-nyaman ini. Harry berdiri di ambang pintu dengan ekspresi yang tak-terbaca, menganiaya perutku.

"Apakah kau keberatan?" suaraku tak keluar dalam nada kasar yang ku inginkan. Aku menekan kaus ke dada untuk mengurangi auratku tapi tak membantu banyak.

"Aku tak keberatan sama sekali." ucapnya. Aku masih tak dapat membaca ekspresinya. Aku tak pernah benar-benar melihatnya melihatku seperti ini. Harry tak pernah melihatku memakai baju selain baju-hangat dan jeans dan aku takut situasi ini akan memberinya persepsi lain terhadapku.

"Kumohon." aku hampir memelas. Aku ingin ia keluar dari kamar tapi tidak. Malahan ia memeriksaku seolah aku hewan di laboratorium. Aku berandai apa yang ia pikirkan. Apakah menurutnya aku sangat cantik hingga ia tak dapat berpaling? Atau karena ia hanya terkejut melihatku seperti ini? Apa yang aku pikirkan? Aku ini Thalia yang jelek.

Pertanyaan yang ku tanyakan pada diriku sendiri mengerikan. Aku tak seharusnya perduli apa yang ia pikirkan terhadapku. Tapi aku melakukannya.

Keterkejutanku mulai menghilang dan aku menemukan diriku berjalan ke pintu lemari untuk menutupi diriku sebab Harry tak pergi kemanapun. Aku merasakan pipiku memerah dan detak jantungku membeku saat situasi ini akhirnya ku sadari. "Harry, kumohon pergi." aku memaksanya selagi aku bersembunyi dibalik pintu lemari.

"Aku harus berbicara padamu." aku mendengarnya membalas.

"Kupikir kau dapat memberiku beberapa menit?" aku mencoba untuk menambahkan petunjuk amarah di suaraku. Bagaimana ia bisa tak menyadari betapa tak-nyamannya diriku?

Aku mulai kembali bernapas saat aku mendengar pintunya tertutup. Sejauh ini, Harry belum berkomentar terhadap apa yang ia lihat namun aku tak yakin bagaimana aku akan kembali menghadapinya.

~~~~~~~~~~

Harry's POV

Sebelum aku dapat memproses apa yang baru saja ku lihat, aku mendengar Nyonya Briffen memanggilku. Ia mengepakkan tangannya padaku dengan cara yang halus namun gila.

Ia menunjuk ke arah lorong pintu masuk lalu mataku mengikuti dan melihat Kaylee berdiri di samping vas. Oh, baiklah. Seperti biasa, ia membawa tas-tangan yang terlalu besar untuk seseorang seukurannya. Ia menurunkan kacamata ke hidungnya saat ia melihatku. Apa yang ia inginkan sekarang?

"Aku memaafkanmu." ucapnya simpel, melepaskan kacatamanya selagi aku memasuki lorong. Fiturnya sekeras batu namun ia masih menahan sebuah senyuman.

"Kau memaafkanku?" aku tak dapat menahan tawa.

"Ku rasa aku tak bersikap rasional tadi malam, dan kau juga begitu. Aku senang kita tak saling bercinta. Kita tak seharusnya memburu-burukan hal seperti itu. Aku mungkin terlalu memaksa. Aku hanya merindukanmu, itu saja. Kita harus melewati kejadian picik itu dan menjalani semuanya secara perlahan. Dengan begitu, kau akan kembali merasakan inderamu." ia menyelesaikan kalimat dengan ringan menaikkan bahu.

"Aku tak pernah kehilangan inderaku." sindirku. "Dan aku bersikap rasional tadi malam. Maksudku semuanya yang ku katakan."

"Tidak, kau tidak." ucapnya dan aku menyadari kemilau di matanya selagi suaranya bergetar. "Karena ayahku adalah teman dekat dengan ketua perguruan tinggimu dan kau sebentar lagi akan lulus, tanpa kebutuhan untuk penyelesaian nilaimu."

Aku tetap terdiam seraya memproses kalimatnya. Aku tak akan terjebak lagi di tempat itu mempelajari hal yang jelas tidak ku suka jika ayahnya ingin membantu.

Baby Doll (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang