Sisa obat tidur yg tertinggal di dalam tubuhku membuat lututku sedikit tertekuk lalu aku menyender ke Harry. Ia menggenggam tanganku dan menyelinapkannya ke lehernya. "Tahan." ucapnya.
Lalu aku merasa kembali digendong menuju ranjang rumah sakit. Aku tak ingin berada disini lagi. Aku mengusap mata dan berkedip cepat untuk melawan zat asing yg tampaknya masih mengalir di nadiku. Aku mendudukkan bokongku, kakiku terasa sakit karenanya. "Kau harus tidur, Thalia." aku mendengar Harry berujar.
Dari beristirahat, maksudnya adalah membiarkan zat tersebut menguasai tubuhku lagi. Aku sakit dan lelah, merasa tak sadar setiap kalinya, selalu dibombardir oleh khayalan menyakitkan, jadi tidak, aku tak akan tidur. Aku lanjut mengusap mata hingga merasakan efek zat itu mulai surut. Tak tahan lagi aku pun merasa ingin tertidur, walau butuh waktu yg sangat lama.
Tangan Harry menyisir rambutnya selagi ia berjalan bolak-balik dan pergerakannya yg cepat tersebut membuatku pening. Aku menelan ludah ketika ia mendatangi ranjangku lalu dengan lembut mengangkat kerah sweater-ku lagi. Mata gugupnya melesat kearahku, meminta persetujuanku sebelum melepaskannya. Sesaat aku mengangguk, kulitku kembali terekspos, angin dingin di ruangan meresap ke kulitku. Aku meringis pada pandangan kulitku yg mengalami perubahan warna dan tak lama setelahnya aku pun mulai dihantam oleh memori pahit.
Dahi Harry mengernyit, alis saling menyatu seraya ia memandangi luka lebamku dengan frustasi. Bayangan warna ungu gelap dan coklat, semuanya berbeda bentuk, tercap diatas kulitku dan seluruh pinggangku. Harry menancapkan jarinya dan menaikkan lengan sweater-ku lalu aku tersentak ketika melihat banyaknya luka lebam.
"Sial, Lia." umpatnya. "Apa yg mereka lakukan padamu?" pandangan jelas siksaan-siksaan yg membanjiri pikiranku tersebut merupakan mimpi buruk kecil. Aku mengingat suara-suara yg kudengar. Aku ingat dua pria memasuki ruanganku. Semuanya masuk akal sekarang.
"Ada dua pria." aku menelan ludah. "Mereka masuk ke kamarku lalu menyuntikkanku sesuatu." Harry melihatku dengan penuh rasa ingin tahu.
"Kemudian aku pingsan..." selagi aku berhenti berucap, pikiranku kembali menjelajah dan gambaran lain pun mulai tersiar di mataku. Aku memejamkan mata sejenak, dan kembali memijat dahiku sebelum aku sadar bahwa ada hal lain yg terjadi. Aku ingat kejadian lainnya.
Harry membungkuk, meletakkan tangannya di kedua sisiku. "Aku tak ingin kau memikirkan itu sekarang. Kita akan melanjutkan ini nanti." gumamnya di telingaku sebelum mencium pipiku.
Aku terkesiap ketika ia melepas lengannya. "Aku kembali terbangun di sebuah ruangan. Aku melihat semua... benda-benda itu disampingku. Terdapat lebih banyak orang lagi disana namun aku tak dapat mengenali wajah mereka." aku berhenti sesaat merasakan napasku tercekik. "Aku ingat kakiku menendang-nendang, dan berteriak hingga tenggorokkanku sakit. Kebanyakan dari mereka menahan tubuhku..." aku menghirup napas tajam.
"Dari situlah kau mendapat luka ini." mata Harry menggelap seketika seraya ia menatap tanda besar didekat pergelangan tanganku. Ia membiarkan jarinya menghantui tanda tersebut sembari aku menyadari rahangnya yg mengeras saat mendengar kalimatnya sendiri. Aku mengingat sensasi beberapa tangan yg menggerayangi tubuhku yg masih ditahan. Mereka juga menutup mulutku dengan kain yg membuatku tersedak, tangisanku teredam. Itu lah disaat aku menyadarinya, rencana jahat mereka untuk membunuh bayiku.
"Dan kau benar saat kau bilang Darren bertindak curang dibelakang kita. Tebak apa-"
"Ia bekerja untuk Richard." ia melanjuti kalimatku yg membuatku terbelalak.
"Bagaimana kau bisa tahu?" Harry tahu banyak hal, beberapa masalah besar seperti kehamilanku namun selalu ia sembunyikan.
"Aku pergi ke rumahmu pada malam kau menghilang dan dia ada disana tentunya." ia menaikkan alis sejenak sembari menyandar diatas ranjang. "Ketika aku memberitahu dia dan Ibumu bahwa kau menghilang, ia langsung tahu bahwa kau diculik oleh Richard. Aku menahan diri sebaik mungkin agar tidak meninjunya. Itu akan menjadi kesan pertama yg buruk di depan Ibumu." pinggir bibirnya terangkat selagi ia mencubit kecil daguku. Aku berusaha tersenyum, namun hatiku tercekat atas sebutan Ibuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Doll (Indonesian Translation)
Fiksi PenggemarDalam komunitas yang korup, gadis-gadis muda dijual kepada para pria untuk dijadikan sebagai objek pemuas belaka dan mereka disandra sesuai kehendak para pria. Namun semuanya berubah ketika anak lelaki manja dari seorang pengusaha kaya melintasi bat...