Harry's POV
Aku menyesal melewati kesempatan untuk menyuruh pria itu agar pergi. Dia pikir dia siapa dapat seenaknya masuk tanpa izin? Nyalinya! Dan faktanya bahwa Thalia bersikap hangat dan penuh dengan kasing-sayang padanya membuatku kesal. Ia mungkin pacarnya. Ia tak pernah bilang kalau iapunya pacar. Keterangan pengutaraan mengenai kekurangan pengalamannya pada aspek itu, aku tak berpikir kalau ia punya pacar.
Bahkan jika mereka berpacaran, siapa yang memberi mereka hak untuk bermesraan di kebun belakang rumahku? Suara klakson terdengar dari Audi yang keciut melewatiku dan aku melawan dengan membunyikan suara lebih keras beberapa kali, walau aku yang salah. Aku menyetir melewati lampu-merah. Kuku-ku tercengkeram ke setir kemudi selagi amarahku berputar-putar.
Nyonya Jones dari ujung jalan pernah bilang kalau ia melihat seorang pria yang berkeliaran di sekitar halaman. Apa ia sering datang kemari saat aku pergi? Apa Thalia menghabiskan waktu bersamanya selama ini? Sehancur-hancurnya itu, ia masih properti milikku. Ia tinggal bersamaku. Ia milikku. Baiklah, setidaknya hingga siang ini.
Tak seperti apa yang diduga Thalia, aku tidak pergi 'kencan' hari ini. Aku menghabiskan sepanjang pagiku di tempat sampah yang dimiliki Richard. Aku harus menandatangani banyak kertas dan harus menunggu di sekitar mereka untuk merubah kontraknya - kejanggalan omong-kosong. Aku membayangkan Thalia yang ditarik ke brothel, menggambarkan dirinya menangis. Aku tak dapat menahan lamunan itu. Ia akan cocok berada dimana saja terkecuali disana. Aku ingin ia keluar dari kekacauan ini secepat mungkin.
Pada siang tadi, kontraknya dicabut. Apa yang diucapkan ayahku mengenai kontraknya yang akan diganti itu bohong. Saat ia mengetahuinya, ia mungkin akan mengomeliku dan bilang kalau aku tak cukup kekar tapi aku tak perduli. Thalia terbebas. Melepaskannya adalah hal yang tak ingin ku lakukan, tapi melihat dirinya sangat sedih menghancurkanku. Aku tak ingin ia seperti ini. Dan aku tak ingin menjadi penyebab kesedihannya.
Aku takut kalau aku akan menyakitinya, seperti aku yang disakiti. Ia tak tahu itu, dan tak akan pernah. Ia juga tak tahu kalau aku menghabiskan dua minggu penuh melukis gambaran dirinya dan menyempurnakannya. Atau setidaknya ku pikir ia tak tahu. Ia memasuki ruang seniku. Mungkin ia sekarang tahu setiap tatapan yang ku curi darinya bukan tatapan yang kotor, dan tak-bermanfaat.
Aku sangat menginginkannya hingga aku menakuti diriku sendiri. Aku memikirkannya terus-menerus. Aku ingin menyentuh dan menciumnya setiap saat aku melihatnya. Aku telah sampai pada titik dimana bahkan kontak kecil yang ia berikan memberiku perasaan puas. Dan mendadak perempuan lain terasa...tak menarik. Itu sangat menakutiku.
Aku tak menyukai dampak dari dirinya. Aku tak suka siapapun menimbulkan dampak padaku. Tapi terus bertumbuh setiap harinya. Tak seharusnya terjadi. Rencanaku adalah agar dapat melewati jenjang kuliah, menikahi Kaylee agar ayahku akan diam dan menyelam pada uang, lebih dari yang ku miliki sekarang.
Segalanya akan disodorkan padaku dalam piring perak. Tapi aku memiliki pikiran berbeda tentang kemana tujuan arah hidupku. Tak tampak lagi pikiran itu seperti dulu, tapi ku putuskan kalau itu adalah pilihan yang paling layak.
Dan aku harus melepaskan Thalia, sebelum semuanya menjadi semakin sulit.
Aku tak tahu kemana aku akan pergi. Aku hanya kesal hingga merasa ingin keluar. Aku menghentikan mobil di jalan kosong dan mematikan mesin. Aku menghela panjang, menjalarkan jari di rambutku.
Aku tak bersikap kasar pada Thalia, kan? Tapi mengapa ia membiarkan pria itu masuk? Ia seharusnya tahu itu, terlebih karena aku telah bilang padanya beberapa kali. Aku bilang kalau aku tak ingin siapapun memasuki mansion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Doll (Indonesian Translation)
FanficDalam komunitas yang korup, gadis-gadis muda dijual kepada para pria untuk dijadikan sebagai objek pemuas belaka dan mereka disandra sesuai kehendak para pria. Namun semuanya berubah ketika anak lelaki manja dari seorang pengusaha kaya melintasi bat...