Sembilan

71 24 33
                                    

"Hyung."

"Hm?"

"Bener kita mau makan malam?"

Seongri yang masih fokus mengemudi hanya menggangguk pelan sebagai respons.

"Assa! Di mana?" Tentu saja Minseok senang. Pasalnya selama ditinggal sang ibu ke Daegu, yang menjadi menu makan malam kalau tidak telur, ya, mie ramnyeon instan. Kalau pesan makanan pun hanya jajangmyeon yang ongkosnya sesuai dengan uang saku.

"Terserah Hyungblah. Kan Hyung yang traktir."

Mata sang adik membulat sempurna. "Beneran?!"

Lagi, kakak laki-lakinya hanya mengangguk sebagai respons.

Bagi anak sekolah dengan uang saku pas-pasan seperti Minseok, ditraktir makan itu seperti: nikmat Tuhan mana yang kau dustakan?

Ngomong-ngomong, ibu mereka memutuskan untuk menunda kepulangan yang awalnya hari Jum'at menjadi Minggu. Penyakit tua yang diderita nenek semakin memburuk, jadi sang ibu tidak tega meninggalkannya.

"Oh ya, besok Hyung sama yang lain mau nampilin lagu apa?"

Minseok memang akhirnya tahu perihal Seongri yang mencari uang saku tambahan dengan menjadi penyanyi jalanan dan tampil setiap akhir pekan. Bukan diberitahu, namun tak sengaja melihat Seongri perform saat tengah berjalan-jalan di daerah itu bersama beberapa teman sepulang sekolah. Awalnya Minseok jelas terkejut. Pasalnya, ia sama sekali tak menyangka kalau Seongri yang cerewet dan berisik ternyata mempunyai suara sebagus itu.

"Rahasialah. Kalo Hyung kasih tau, ntar lo nggak terpesona lagi liatnya."

Minseok mendesis. "Siapa juga yang pernah terpesona liat Hyung nyanyi?"

Seongri menoleh sejenak. "Eh, jangan bo'ong lo. Nggak Hyung tra-"

"Iya deh iya."

Tak berselang lama, mobil yang dikendarai pun tiba di tempat tujuan. Bukan restoran yang biasa didatangi orang-orang kelas menengah ke atas, namun hanya kedai makanan di ujung perempatan jalan.

Minseok turun terlebih dulu baru kemudian Seongri. Maklum saja,  perutnya sudah berteriak-teriak minta diisi sejak pulang sekolah tadi.

Saat hendak masuk ke dalam kedai, bahu kanan Seongri tak sengaja bersenggolan dengan milik seorang gadis yang baru saja keluar. Baik dirinya maupun gadis itu lalu sama-sama menoleh, berniat meminta maaf kalau saja mata tidak terlebih dulu membulat karena terkejut.

"Kamu ...."

Sohee. Namanya Kim Sohee. Dia temen gue pas SMP.

---

Ctik ctik ctik ctik.

Oneul bam ju-ingong-eun naya na naya na

Neoman-eul gidalyeo on naya na naya na

Pergerakan jemari Seola seketika terhenti setelah tahu ponselnya berdering. Keningnya berkerut samar bersamaan dengan dirinya yang menoleh ke arah ponsel di sisi kanan laptop. Tidak biasanya ada yang menghubungi di atas jam delapan malam. Meskipun begitu, ia tetap menjulurkan tangan untuk mengambilnya.

Bona.

Ngapain ini anak malem-malem nelpon?

Klik.

"Halo."

Bukan suara ceria Bona yang menyambutnya seperti biasa, melainkan sesengukan di sela memanggil 'eonni.'

"Kamu kenapa Bon?"

Bona di seberang sana tidak segera menjawab. Masih sesengukan seperti tadi.

"Bon."

"Yo-Youngmin ...." Bona berujar dengan suara bergetar.

Kening Seola mengerut. "Youngmin kenapa?"

Bukan sebuah jawaban yang Seola, melainkan suara sesengukan Bona yang semakin keras.

"Kalo nggak sanggup ngomong, tulis aja di chat kamu lagi di mana sekarang. Oke?"

"Hu-uh."

"Eonni tunggu."

Sambungan diputus oleh Bona tak lama kemudian. Sembari menunggu chat masuk dari Bona, Seola membereskan alat tulis yang berserakan di atas ranjang lalu mematikan laptop. Tentunya setelah mengeklik tombol save pada tugas yang tadi dikerjakan.

Tuit tuit tuit tuit.

Benda berbentuk persegi panjang tersebut segera diraih Seola setelah mendengar suara notifikasi chat masuk.

Rumah Sakit Pusat Seoul. Kamar nomer 2 bangsal dandelion, lantai 3.

Dengan berbagai pertanyaan yang muncul di kepala, Seola lalu beranjak sebelum mengambil perlengkapan yang biasa digunakan untuk keluar. Setelah semua perlengkapan terpakai, ia segera berjalan menuju pintu.

Cklek. Krieet.

"Ya Tuhan!"

Bagaimana Seola tidak terkejut sembari memekik demikian setelah membuka pintu? Tidak ada angin tidak ada hujan, si tetangga baru berjalan mondar-mandir di depan flatnya sembari menenteng kotak kue.

Pemuda itu jelas langsung menghentikan aksi mondar-mandirnya setelah Seola membuka pintu. Terlihat dari gestur tubuh, ia juga sama terkejutnya dengan Seola.

"Kamu ngapain mondar-mandir di depan flatku?"

Raut wajah si pemuda menunjukkan keterkejutan saat Seola bertanya demikian. Tak menyangka kalau si penghuni flat akan bertanya dengan nada seketus itu.

"Kalo nggak ada kepentingan nggak usah mondar-mandir di depan flat orang! Ngagetin tau nggak?"

"Ah." Si pemuda lalu menyodorkan kotak kue yang sedari tadi dibawa. "Kue tanda perkenalan. Tolong diterima."

Dengan gerakan cepat, Seola mengulurkan tangan untuk menerima kue tersebut. "Makasih."

"Aku permisi."

Si pemuda sudah berniat pergi kalau saja tidak tiba-tiba teringat sesuatu yang membuatnya kembali berhadapan dengan Seola.

"Oh ya, namaku Seungwoo. Park Seungwoo."



To be continued


Dan ini dia orangnya. Tadaaa

Karena aku dari awal emang udah make cast cowok anak produce, jadi cast cowok pendukung yang aku masukin juga anak produce

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Karena aku dari awal emang udah make cast cowok anak produce, jadi cast cowok pendukung yang aku masukin juga anak produce.

Jangan lupa kunjungi project WJSN lain 😊

💕💕💕

Move On ; Seola x SeongriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang