nine

6.4K 780 155
                                    

"Kau dimana?" tanya Yoongi melalui sambungan telepon.

"Dalam perjalanan pulang, ayah …" jawab Jiseo.

"Ayah dengar kau memberikan Jimin sebuah lukisan?" tanya Yoongi.

"Hmm, kenapa? apakah dia bilang jelek?" Jiseo balik bertanya.

"Bisa tidak kau membuang pikiran negatif mu, sayang … dia—"

"Aku tau, aku akan membakarnya nanti," potong Jiseo.

"Jiseo-ya, ayah belum selesai bicara!" nada bicara Yoongi terdengar meninggi.

Jiseo mendengus, ia mendengarkan omelan ayahnya sambil menyetir.

"Dia sangat menyukai lukisan itu, kau dengar itu!" kata Yoongi.

"Hmm … syukurlah," balas Jiseo.

"Jiseo-ya, ayah tau kau memiliki hati yang baik … Jimin itu adikmu juga, setidaknya kau menyayanginya walaupun—"

"Dia bukan anak ayah," potong Jiseo.

"Jiseo-ya,"

"Ayah, sudahlah …" Jiseo terdengar membuang nafasnya."Aku selalu berharap Ayah menghubungiku dan bertanya apakah aku sudah makan atau belum, bukan menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan Jimin," lirih Jiseo.

"Sayang—"

"Ya, Ayah sangat menyayangi anak itu dan membelanya terus menerus, bukan aku …" kata Jiseo.

Mobil yang dikendarai Jiseo akhirnya sampai di halaman rumah. Gadis itu pun membunyikan klakson berharap Jimin keluar dan membantunya membukakan gerbang, namun nihil Jimin tidak menampakan batang hidungnya.

"Cih!!! apakah dia mengusirku!!"

"Ada apa, hmm?" tanya Yoongi.

"Anak sial itu tidak membukakan gerbang," kesal Jiseo.

Akhirnya, ia turun dari mobilnya kemudian membuka sendiri gerbang rumahnya.

"Lihat saja nanti!!"

"Mungkin dia tertidur, lihatlah ini jam berapa?!"

"Baru jam 10, Ayah!" kata Jiseo.

"Ji—"

"Sudah dulu, Ayah … aku harus memberi pelajaran anak itu!" Potong Jiseo yang langsung mematikan teleponnya secara sepihak.

Jiseo berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya sebal. Ia masuk ke dalam rumah dan mendapati Jimin tengah tertidur di sofa. Ingin rasanya Jiseo menyiramkan air pada anak laki-laki yang ia benci di hadapannya ini, namun niatnya terurung ketika melihat banyak sekali noda darah pada kaos putih panjang yang Jimin kenakan.

"Jimin?"

Jiseo menutup mulutnya kaget, apakah anak itu mati?

"Oh, ya ampun … pemandangan macam apa ini?!"

Mendengar suara Jiseo yang setengah melengking, Jimin perlahan membuka matanya, mengatur nafasnya dan mencoba menampung udara sebanyak-banyaknya dalam paru-parunya. Ia tidak ingin seseorang mengkhawatirkannya, tapi—

"Noona," Jimin nampak memasang ekspresi berbohongnya. Ia mengusap seluruh noda yang ada di pipi dan juga tangannya. Tapi mau bagaimana lagi, tetesan darah yang tercecer di lantai membuatnya gagal untuk berbohong.

Jiseo mendekati Jimin, ia menatap wajah pucat Jimin yang sekarang mencoba membangunkan tubuhnya. Oh, lagi-lagi bayangan ibunya muncul saat Jimin tersenyum padanya. Anak ini berpura-pura kuat seolah tidak terjadi apa-apa. Ingin rasanya Jiseo memeluk tubuh yang kini bergetar di hadapannya, tapi sayangnya ia selalu terngiang bahwa Jimin adalah gunting yang memutus jarak antara ia dan ibunya.

안아줘 [Hug Me] × Jimin [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang