Two

7.9K 865 112
                                    

Sepulang sekolah, Jimin melempar ranselnya ke sofa. Ia berjalan terburu-buru menuju kamar sembari terus menekan dadanya. Nafasnya terdengar cukup berat, bahkan sesekali ia berhenti untuk mengais udara yang ada disekitarnya. Tangan Jimin tidak henti-hentinya meremas dadanya yang berdenyut sakit, ia nampak sangat tersiksa dengan wajah pucat miliknya.

Jimin menyerah, ia menyandarkan tubuhnya di tembok. Ini akibat ia berlari mengejar bis sepulang sekolah tadi.

"Akh!!"

Kakinya terus menendang udara di hadapannya, ia merintih kesakitan tanpa ada orang lain yang tau.

"A—yah ... A—yah ..."

Jimin meringis kesakitan, ia merogoh saku blazer uniform sekolahnya. Ia mengambil ponsel miliknya lalu mencari nomor Yoongi.

"A—yah ... ak—!!"

Hampir saja Jimin menekan tanda panggil di ponsel pintarnya jika ia tidak ingat perkataan Jiseo bahwa Jimin akan merepotkan Yoongi saja jika ia menelfon Ayahnya di jam kerja seperti ini. Alhasil, Jimin kembali meletakkan ponselnya diatas lantai.

Kanker stadium 3 yang Jimin derita memang menyiksa hidup Jimin selama 6 tahun ini. Ia tidak bisa melakukan segala sesuatunya sendiri dan harus menunggu orang lain melakukan untuknya. Ia sadar, inilah alasan mengapa Jiseo sangat membencinya selain tentang kematian ibunya. Belum lagi, peristiwa seorang pria bermarga Park yang seenaknya datang mengakui dirinya sebagai anaknya.

"Akhhh!!"

Tubuh Jimin terjatuh di lantai, dadanya benar-benar sakit ... ia merasa bahwa bernafas adalah hal yang paling sulit ia lakukan untuk saat ini.

"Noo—na, ngghhh noo—na ..."

Jimin melihat samar foto Jiseo yang tergantung di dinding, tangannya terulur hendak meraih foto tersebut. Ia begitu lemah dan terlihat kesakitan bahkan seperti orang sekarat.

"Ohookk!!"

Jimin terbatuk disertai darah yang keluar dari mulutnya. Bukan hanya sekali, Jimin mengalaminya berkali-kali. Ia terus meringis kesakitan, seragam putihnya pun kini terdapat bercak noda darah segar yang ia muntahkan.

Lama kelamaan, pandangannya mulai mengabur ... ia tetap terus mempertahankannya dengan mengerjapkan matanya. Namun semakin ia mengerjapkan matanya, pandangannya semakin tidak terlihat.

"Noo—na, A—yah ... to—long."

Bruk!

Tangan Jimin terjatuh di lantai dengan dirinya yang kemudian sudah tidak sadarkan diri.

***

"Seharusnya kau menjemputnya siang tadi!!"

Jimin mengerjapkan matanya, kali ini ia harus membiasakan suara keras yang keluar dari mulut Yoongi yang mengganggu tidurnya.

"Kenapa harus aku?kenapa tidak Ayah saja?!!"

Suara yeoja yang Jimin yakin adalah suara Jiseo, membuat Jimin berusaha membangunkan tubuhnya walaupun nafasnya masih sesak dan dadanya masih terasa sakit.

안아줘 [Hug Me] × Jimin [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang