BAB 1

1.4K 71 3
                                    

Manusia bukan novel yang hanya kau lihat dari covernya. Jika covernya menarik, kau baca, bahkan sampai kau beli. Jika tidak, kau sentuh pun enggan.

^^^

Terlihat seorang pria remaja yang menggunakan jeans belel, sepatu kets, dan jaket levis sedang menggotak-atik mesin motornya yang kelihatannya sedang mogok.

Tangan pria tersebut sudah kotor bercampur oli. Ia meraih ponsel dikantung jaketnya, menelepon seseorang untuk membawa motornya ke bengkel. Karena sepertinya ia tidak bisa mengatasi penyakit yang sedang dialami motor kesayangan itu.

Akhirnya, ia memberhentikan angkot yang sedang melintas didepannya. Ia memilih duduk dipojok belakang. Disampingnya, terdapat ibu-ibu yang sedang menggendong bayi. Dan dengan tidak malunya, didepan ibu-ibu tersebut, duduk seorang anak muda masih menggunakan seragam sekolah yang sedang merokok. Ia mengamati badge dari anak tersebut yang merupakan Siswa dari SMP Negeri yang ada di Bandung.

Rey menggeleng, "Dek, rokoknya matiin bisa nggak? Liat tuh didepan kamu ada anak bayi!"

Orang yang dipanggil dek, tidak mengindahkan ucapan Rey. Ia tetap menghisap batang nikotil tersebut.

Rey geram, diambilnya batang panjang itu dari mulut si anak SMP tersebut. "Kalo mau ngerokok liat sikon! Kasian mereka semua yang ada didalem angkot ini, kamu enak perokok aktif udah ketahuan. Nggak kasian sama mereka semua yang menghirup asapnya?! Mikir, Dek mumpung masih kecil. Biar nggak nyesel dikemudian hari seperti saya." Rey mengetuk atap angkot tersebut, memberhentikan angkot. Tujuannya sudah sampai, ia turun lalu membayar ongkos.

Relandio Reyvandi Atmidja.

Itulah nama lengkapnya. Pria bertubuh tinggi, berkulit putih, bermata coklat, dan berambut rapi. Rey merupakan blasteran: Bandung, Palembang. Keluarganya menetap di Bandung, hanya Ayahnya lah yang sering bolak-balik Bandung-Jakarta-Palembang karena urusan bisnis. Keluarga Rey merupakan salah satu keluarga yang paling diidam-idamkan kebanyakan orang. Ayah-ibu yang baik hati dan perhatian, adiknya yang selalu penurut bila disuruh oleh Rey.

Kalian perlu tahu, Rey merupakan siswa terkenal di SMA Bakti Nusa. Biasanya anak-anak yang terkenal itu memiliki dua kategori. Pertama, anak pintar sekaligus tampan. Kedua, anak dari kalangan terbobrok dan tentunya nakal. Nah, untuk Rey, dia masuk kategori tampan, tapi ia juga masuk kategori anak ternakal dan memiliki nilai terbobrok.

Senakal-nakalnya anak nakal, Rey merupakan pentolan anak nakal, bisa disebut seperti itu. Bagaimana tidak disebut pentolan, jika sedang ada tawuran pastilah Rey yang menjadi pemimpin paling depan. Dan hebatnya jika tawuran dipimpin oleh Rey, tidak akan kalah. Walaupun Rey selalu paling depan, entah mengapa ia selalu saja tidak pernah tersentuh sajam sekalipun, goresan pun tidak ada.

Rey berjalan menuju blok rumahnya, sesekali ia menendang krikil-krikil yang ada diujung sepatunya.

"Aw... " rintih seseorang. Rey mencari asal suara tersebut. Dan mendapati seorang gadis berpakaian seragam SMA, seragam atasnya ditutupi oleh cardingan berwarna hitam. Rey sedikit berlari menghampir gadis tersebut.

"Lo nggak pa-pa?" tanya Rey khawatir. Gadis yang sedang duduk ditepi jalan itu meringis kesakitan, sesekali gadis itu memegang pelipisnya.

Gadis itu hanya merespon dengan gelengan kepalanya. Rey maju selangkah, memegang lengan gadis tersebut. Namun, didetik yang sama, gadis tersebut menepis pegangan tangan Rey. Gadis tersebut berdiri, lalu berjalan menjauh meninggalkan Rey.

Rey merasa ada yang aneh dengan gadis tersebut. Paska ia menggenggam tangan gadis itu, ia bisa merasakan ada sedikit rintihan dan rasa bergetar dari tubuh itu.

Rey mengenali dasi yang digunakan gadis tersebut. Rupanya, ia satu sekolah dengan Rey. Anehnya Rey tidak pernah melihat gadis tersebut di area sekolah. Ah, mungkih anak baru, pikir Rey.

Rey melanjutkan perjalanan sambil melihat-lihat kearah bawah kakinya melangkah. Didepannya tertinggal sebuah benda berwarna hitam, panjang. Ia raihnya benda tersebut, pulpen. Rey sangat yakin pulpen ini milih gadis tadi, karena tanpa sengaja Rey melihat dikantung seragam gadis itu terdapat pulpen berwarna hitam.

Rey memutar-mutar pulpen tersebut. Membuka tutup atasnya, dan melihat isi tinta tersebut. Rey tersenyum senang. Ia melihat ada lebel di sana, bertuliskan...

Belvary Bellania.

***

Seorang gadis cantik yang baru tiba dari sekolah berjalan menuju rumahnya. Membuka tasnya, mencari kunci rumah. Namun, sudah diobrak-abrik tas tersebut. Mulai dari resleting terbesar hingga terkecil pun, ia tidak mendapatkan nya. Ia mengginggat kejadian tadi pagi, dan ternyata ia tidak mengunci pintu.

Gadis tersebut berlari kearah pintu, memastikan tidak ada barang yang hilang didalam rumahnya. Ia melihat sekeliling rak sepatu yang memang sengaja ditaruh diluar. Rupanya sedang ada Gani--Kakak nya, karena ada sepatu pantopel disalah satu rak tersebut.

"Assalamualaikum. Belva pulang." ucapnya pas setelah membuka pintu.

Dari arah ruang keluarga, seseorang menjawab salam Belva. Walaupun dari jarak yang lumayan jauh, Belva tetap bisa mendengar itu. Setelah melepas sepatu lusuhnya--sudah dipakai sejak SMP, ia segera menuju ruang keluarga.

"Kak, kapan dateng dari Depok?" Belva bertanya setelah ia duduk disofa. Gani yang sedang menonton televisi menjawab sekenanya pertanyaan dari adiknya itu. Belva tahu, sejauh apapun usahanya hasilnya tetap sama. Tidak ada yang berubah. Setelah kejadian yang itu, semua orang berubah terhadap Belva. Termasuk Gani, dulu Gani sangat menyayangi Belva. Bahkan dulu Gani yang membantu Belva belajar menaiki sepeda. Namun, sekarang entah mengapa. Seperti melihat wajah Belva saja Gani engan.

Belva bangkit dari posisinya, "yaudah Kak, Belva kekamar dulu, ya." Belva kembali berbalik, menatap Kakaknya itu, "dimeja makan ada makanan, tadi pagi aku sempet masak. Dimakan ya," kata-kata terakhir yang diucapkan Belva sebelum benar-benar memasuki kamarnya.

Dikamar yang bernuansakan abu-abu putih, Belva membanting diri ke atas kasur. Meraih sesuatu yang selalu ada di atas nakas meja samping kasurnya. Menyalurkan rasa sakitnya kepada benda tersebut. Serasanya sudah cukup, Belva akan terlelap dengan keadaan yang selalu seperti ini. Belva tidak akan pernah tidur tenang tanpa benda tersebut. Benda tersebut bagaikan oksigen kehidupan Belva. Jika benda itu tidak ada, Belva tidak aka bisa merasakan yang namanya, tidur.

***

Alunan suara dari petikan gitar menghiasi kamar Rey. Rey sedang berkumpul bersama tiga temannya: Alfa, Sandy, dan Tian. Sudah jadwal rutin memang, jika setiap malam Sabtu mereka akan bermalam dirumah Rey, bergadang. Bermain PS hingga malam menjelma menjadi subuh bahwa pagi sekalipun. Nanti setelah mereka pulang, Ica, Ibu Rey akan mengoceh. "Ini kamar apa pesawat pecah sih, Rey? Kasian kan nanti, Bi Eti yang harus bersihin." seperti itu kalau tidak salah katanya.

Namun, mereka tetaplah mereka, tidak ada yang kapok. Selalu berulang seperti itu, hingga Ica capek mengocehi Rey.

"Woy, Rey, kapan nih tempur?" Sandy bertanya. Karena memang Sandy lah yang paling terobsesi jika menyangkut masalah ini.

Tian yang sedang anteng bermain PS menoleh, meleparkan kacang polong kearah Sandy. "Susah lah, kalo jagoan mah. Ngeri." ekspresinya disebut seperti orang ketakutan.

Rey yang sedang bermain gitar, berhenti. Ditaruhnya gitar itu diatas kasur. "Lo kenal Belvary Bellania?" tanyanya tepat di telinga Alfa.

*****

Hai, semua bertemu lagi, ya:)
Jangan bosen-bosen ketemu saya, soalnya saya ngangenin hehehe, receh. Astajim huhuy:"

DISINI BAKAL KASIH HADIAH NOVEL GRATIS SESUAI YANG KAMU MAU. STAY TUNE💙

Makanya baca terus GARIS LUKA

Garis LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang