Bab 11

49 4 1
                                    

Semua bagaikan mimpi. Gelap, hancur bahkan mengerikan.

...

Yang Belva rasakan saat ini adalah sakit. Semua tubuhnya benar-benar sakit. Serpihan kaca dari pecahan vas melukai kulit dekat matanya, mungkin hanya 2 cm jaraknya dari area mata.

Belva terbangun dan betapa bersyukurnya di depan sana, di sofa lebih tepatnya, ada Ica yang tengah tertidur sambil mengelus rambut Key, dan ada Rey dengan posisi duduknya menatap lurus ke arah kasur Belva. Saat mengetahui Belva sudah bangun dari tidurnya, Rey bergegas menghampiri untuk mengecek kondisi Belva.

"Bel, masih ada yang sakit?"
"Mata lo gak kenapa-kenapa kan?"
"Bel, ayo bilang mana yang sakit, jangan diem aja dong! IBUUUUU BELVA UDAH SADAR!"

"Hustttt!" Belva mendekatkan telunjuknya ke bibir Rey, berusaha agar lelaki itu tidak membangunkan Ica, "berisik! Nanti ibu bangun."

"Jawab dulu, Bel! Masih ada yang sakit gak?"

Belva hanya menggeleng sambil tersenyum.

Rey menoyor kepala Belva, "heh manusia!! Jawab yang bener kek malah senyum manis gitu, tau gak nih jantung gua mau copot liat yang manis-manis gitu"

"Makasih, Rey."

"Makasih buat?"

Belva kembali tersenyum, "makasih buat semuanya, lo udah nolongin gua, udah mau jadi temen gua, pokoknya makasih banget. Gua gak yakin sih kalo gak ada lo tadi gua bakalan gimana."

Rey mengelus rambut Belva lembut. "Ya gak gimana-gimana walaupun semisalnya tadi gua gak ada, kakak lo yang bakal nolongin lo."

Belva mengerutkan dahinya. Antara percaya tidak percaya. Tapi dia sebenernya juga yakin bahkan kakaknya tidak sekejam itu.

"Iya, kakak lo, Kak Gani. Lo harus tahu, tadi dia beneran sepanik itu, ada kali dia mondar mandir nungguin lo di depan sana," Rey menunjuk ke arah pintu. "Mau mastiin lo baik-baik aja cuma kayanya dia juga lagi buru-buru jadi gak sempat kalo harus nunggu lo bangun."

Belva kembali tersenyum sambil bernapas lega dan berucap dalam hati. "Semoga kak Gani udah gak benci aku ya,"

Tanpa mereka sadari, Ica sudah bangun dan asik menyaksikan bincang-bincang muda mudi itu, "Belva udah bangun? Mau Ibu kupasin buah? Atau Belva mau makan sesuatu? Belva masih ada yang dirasa gak enak sayang?"

"Ibu nanya nya satu-satu dong, abang jadi pusing dengernya tau."

"Ibu tanya nya ke Belva lho kenapa abang yang pusing?" Ica jalan mendekati ranjang Belva. "Kamu gak apa-apa kan sayang? Nanti pulang nya ke rumah Ibu aja ya? Biar Ibu nya tenang, mau ya?"

Belva hanya bisa pasrah, karena menurutnya walaupun ia menolak pasti Ica dan Rey akan tetap memaksa. Disini Belva bingung sebenernya ia harus merasa iba kepada dirinya atau tidak.

Belva yang sudah tidak memiliki orangtua tiba-tiba di pertemukan dengan keluarga cemara Rey. Keluarga yanga amat sangat lengkap. Lengkap anggotanya, kasih sayangnya, perhatiannya dan bahkan lengkap dengan jokes-jokes adalan dari ayahnya.

Tuhan, terima kasih atas rencana yang menurut Belva sedikit membahagiakan. Pinta Belva hanya satu, jangan cepat-cepat kau ambil cahaya ini dari dia, karena feeling Belva setiap cahaya tidak selalu memancarkan sinarnya.

*^*

"Ferrel, tadi gua gak sengaja bikin Belva masuk rumah sakit."

Ferrel yang tadinya tengah asik bermain game diponselnya langsung mempause gamenya, "lo apain dia lagi, Gan?"

"Tadi tiba-tiba dia dateng, pas gua liat mukanya, kejadian beberapa tahun lalu langsung kebayang diotak gua. Kejadian kematian orangtua gua, Rel, gimana gua gak emosi mendadak. Spontan gua ngedorong dia dari tangga." Gani menundukkan kepalanya, merasa tindakannya sangat bersalah.

Ferrel melayangkan tangan kanannya seperti ingin menonjok Gani tapi ia tahan, "Gan..." menepok jidat Gani. "Sehat kan lo? Buset inget dia adek lo! Lo inget gak waktu lo kecelakaan terus stok darah dirumah sakit kosong siapa yang donor? Adek lo, iya adek lo si Belva! Gak habis pikir gua sama lo. Kalo lo mau ngebela diri lo dengan ngomong "coba lo yang di posisi gua, Rel. Coba lo yang kehilangan orangtua lo gara-gara adek lo" sumpah lo gak masuk akal. Yaudah coba sekarang lo yang ada di posisi adek lo. Dia cewe, dia juga pasti punya trauma terus dia diperlakuan gini sama keluarga satu-satunya yang dia punya, lo bisa ngebayangin berapa kesepian dan sedihnya adek lo? Lo secara gak langsung usir dia dari disini, dia turutin, dia bela belain ngekost supaya apa asal lo tahu?"

Gani mencerna semua ucapan Ferrel dan hanya bisa merespon dengan gelengan kepalanya.

"Biar lo gak bisa lihat muka dia lagi, biar lo hidup tenang tanpa bayang-bayang kecelakaan orangtua lo, baik banget kan adek lo? Iya baik tapi sayang punya kakak tolol macem lo. Sekarang gua tanya, lo penasaran gak kenapa adek lo selama ini selalu pakai pakaian lengan panjang? Yash manusia tolol satu ini mana ngeh kan? Yap betul, adek lo cutting asal lo tahu. Gua gak pernah lihat sih cuma gua ngerasa ada yang aneh aja tiap lihat dia selalu berusaha tutupin tangannya. Disini gua tegasin biar lo paham." Ferrel mengambil napas panjang, "GANI TOLOL YANG TRAUMA DISINI BUKAN CUMA LO DOANG, ADEK LO LEBIH TRAUMA. STOP PLAYING VICTIM BISA GAK SIH LO?"

Ferrel teriak sekeras mungkin agar Gani bisa paham point yang sebenarnya apa yang harusnya dia lakukan.

"Yang lo bilang beneran? Adek gua yang donorin darahnya? Adek gua cutting?"

"Iya adek lo yang donorin darah. Kalo masalah cutting gua belum lihat buktinya cuma gua yakin lah 95%. Dan lo harus bantu dia sembuh, jangan sampe lo yang akhirnya nyesel sendiri."

Gani mengambil ponselnya, langkah pertama yang dia ambil segera menghubungi adeknya. Panggilan pertama dia dijawab, Gani mencoba lagi.

"Lo dimana?"

"Kak Gani?"

"Lo sekarang dimana? Masih dirumah sakit?"

"Eeeee anu kak...
Lo mau apa? Lo mau Belva gak ketemu lo lagi? Iya mulai besok....
Ih Rey jangan gitu kali aja kak Gani mau ngomong penting"

"LO GAUSA GANGGU BELVA LAGI!"

Tut. Panggilan dimatikan.

*^*
Haiiiii^^^^ aku kembali xixixi semoga masih ada yang tunggu story ku yang ini. Maap ya kalo lama buangeeettttt updatenya dah maap kalo pendek. Gapapa proses kembali dari awal ya, janji kayanya story ini bakal end kok janji beneran.
🫶🏻🫶🏻🫶🏻🫶🏻

Garis LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang