3. Surgamu

54.6K 6.9K 136
                                    

Saat aku ke ruang tamu, Aidan dan Tante Afifah baru saja datang dengan membawa beberapa kantung plastik. Dua di tangan Tante Afifah, dan satu di tangan Aidan. Ternyata benar, Tante Afifah mengajak Aidan ke minimarket.

Aidan menghampiriku dan menunjukkan kantung plastik di tangannya. "Bunda, Aidan dibeliin ini sama Nenek Ifah!" serunya seraya mengambil satu mangkuk kecil es krim rasa cokelat dari dalam plastik lalu memperlihatkannya padaku.

Kutengok di dalam kantong plastik isinya bermacam-macam, gak cuma es krim. Ada beberapa wafer, biskuit aneka merk, chiki, susu kemasan kotak, sereal, dan segala macam jajanan lainnya. Aku hanya bisa meneguk saliva dalam diam. Menang banyak si Aidan kalau disini. Dimanja habis-habisan. Kalau sama aku kan mana kukasih dia makan beginian banyak-banyak. Paling kalau dia lagi kepingin banget jajan ya kubeliin satu macam aja. Bukan apa-apa, aku gak mau Aidan jadi kebiasaan jajan di luar. Nanti susah berhentiinnya.

"Disimpen ya, Bang. Yang dimakan satu dulu aja. Kalau Abang langsung makan semua nanti kekenyangan. Bagi-bagi juga sama Sion ya kalau nanti Sion udah sampai sini." Aidan mengangguk mengiyakan. Untung dia anaknya penurut.

"Udah bilang makasih sama Nenek Ifah?" tanyaku, kemudian Aidan berlari lagi menghampiri Tante Afifah yang sudah duduk.

Aidan menggamit tangan Tante Afifah lalu mengecupnya. "Makasih ya, Nek," katanya. Tante Afifah tertawa dan mengangguk seraya menepuk-nepuk pelan kepala Aidan.

"Wes sana disimpen dulu makanannya di kulkas. Minta tolong sama Bi Yuyun." Tante Afifah kemudian memanggil Bi Yuyun─assistant rumah tangga di rumah orang tua Mas Damar─ dan memintanya membantu Aidan untuk menyimpan makanan ke dalam kulkas.

Sementara Aidan ikut ke dapur, aku duduk di ruang tamu bersama dengan keluarga Mas Damar yang lainnya.

"Yah, May, bulan madunya diundur dong ya?" goda Om Gunadi─suami Tante Afifah─ padaku. Aku hanya tertawa saja menanggapinya.

"Assalamualaikum." Itu suara Ayah yang baru saja datang. Beliau dari mana ya? Tadi waktu aku sama Mas Damar datang juga Ayah memang gak ada, orang rumah cuma bilang 'lagi pergi' aja tapi gak nyebutin pergi kemananya.

"Eh udah rame," ujar Ayah seraya menyalami beberapa orang, kemudian ia pun menghampiriku. Aku pun lantas mengecup punggung tangannya.

"Kamu baru datang apa udah daritadi, May?" tanyanya seraya mengelus kepala Viana.

"Udah dari tadi, Yah."

"Damar mana?"

"Tadi sih di dapur, Yah. Mau May panggilin?"

"Gak usah, biar Ayah yang kesana aja. Viana ikut sama Kakek yuk? Kakek kangen nih sama cucu Kakek yang paling gemesin." Ayah kemudian membawa Viana untuk ikut bersamanya.

"Ayah habis pergi kemana sih, Tante?" tanyaku pada Tante Afifah setelah Ayah berlalu.

"Kantor polisi, May. Dia lagi ngusut siapa pengedar narkoba yang bikin Dion terjerumus pakai begituan. Mas Daryono mau jeblosin orang itu ke penjara. Dugaan sementara sih katanya temen kampus Dion."

Aku mengangguk-angguk. Semoga saja cepet ketangkep deh. Manusia-manusia perusak generasi muda gitu emang harus dikasih pelajaran. Heran aku, padahal sama-sama manusia tapi kok gak punya nurani banget. Kalau mau rusak ya sendiri aja kek gitu, gak usah ngajak orang lain.

Ponsel di saku celanaku tiba-tiba berdering. Tulisan 'Mama' terpampang di layarnya. "Permisi sebentar ya, Tante, Om," pamitku kemudian seraya berjalan ke teras untuk menjawab panggilan masuk dari Mama.

"Assalamualaikum, Ma."

"Wa'alaikumsalam. May, ini Mama─"

"Iya, May juga tahu ini Mama."

FIDELITY (Sequel Quandary) [Tersedia di PlayStore & Online Bookstore]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang