6. Life Must Go On

49.9K 6.3K 135
                                    

"Mas yang sudah merusak hidup Dion, May."

Dahiku mengernyit menatapnya. "Maksud Mas?" tanyaku.

Mas Damar menghela napas sesaat, menatapku dengan sorot mata yang sulit diartikan. Kemudian, ia menceritakan padaku sesuatu yang telah Ibu katakan padanya dan aku mendengarkannya dengan seksama.

Mas Damar tertunduk lesu di akhir ceritanya. "Sikap Dion selama ini semua itu karena dia merasa Ayah gak adil padanya karena di mata Dion selalu saja Mas yang diandalkan oleh Ayah. Itu juga sebabnya Ibu menganakemaskan Dion, karena Ibu gak mau Dion berpikir dia kehilangan perhatian kedua orang tuanya," lirihnya.

Tatapan Mas Damar terlihat sendu. Ia nampak sedih juga kecewa. Mungkin kecewa karena baru mengetahui semua ini sekarang. "Mas gagal sebagai seorang kakak," kecamnya pada diri sendiri.

"Mas..." Aku mengulurkan kedua tanganku untuk menangkup wajahnya.

" Aku mengulurkan kedua tanganku untuk menangkup wajahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu gak gagal kok. Dion hanya salah paham dengan sikapmu dan Ayah selama ini, tapi itu bukan berarti karena kamu gagal sebagai Kakak ataupun karena Ayah gagal sebagai orang tua."

"Tapi, May, Dion terus hidup dalam kebencian karena ini semua. Bahkan sampai di akhir hidupnya."

Aku bisa mengerti kalau Mas Damar merasa sedih karena baru mengetahui perasaan Dion yang tersembunyi selama ini, tapi aku gak ingin dia menyalahkan dirinya atas sesuatu yang bukan kesalahannya.

"Mas, sekarang gak ada gunanya Mas berpikir tentang gagal atau tidak. Urusan Dion sama dunia juga kan udah terputus. Dia tinggal mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup. Kalau menurutku jika memang Mas merasa bersalah sama Dion, tebus dengan hal yang positif. Doakan dia. Kalau mau, Mas juga bisa sedekah ke anak yatim atau panti tertentu gitu dan minta mereka berdoa untuk Dion." Aku kemudian mengusap pelan kedua pipinya. Menatap lurus ke matanya dan tersenyum. "We can't change the past, but we can choose the future."

Perlahan senyuman di wajahku juga ikut menular ke wajah Mas Damar. "Makasih, May," ujarnya pelan.

 "Makasih, May," ujarnya pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengangguk dan tersenyum. "Sama-sama."

"Usul kamu kayaknya boleh juga deh, May. Apa Mas jadi donatur di panti asuhan gitu aja ya? Mas mau jual saham Mas yang di PT Herbal kayaknya. Disana profitnya kurang menguntungkan."

FIDELITY (Sequel Quandary) [Tersedia di PlayStore & Online Bookstore]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang