5. Jawaban Dari Masa Lalu

41.2K 5.1K 75
                                    

Dion membanting ranselnya ke atas kasur dengan amarah yang memuncak sampai wajahnya terlihat memerah.

"Yon? Kamu kenapa?" Aryani yang sebelumnya melihat putra bungsunya itu masuk kamar dengan tergesa-gesa pun lantas menyusulnya. Dan benar saja dugaannya, ternyata anaknya itu sedang dalam keadaan tak baik-baik saja.

Dion melirik ibunya sekilas kemudian membuang muka lagi. "Ngapain kesini?" tanyanya sinis.

"Astaghfirullah kok kamu ngomongnya begitu sih sama Ibu?" lirih Aryani menyuarakan protesnya atas sikap Dion.

Dion tertawa mengejek. Menatap Aryani dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dada. "Ibu? Emangnya gue masih dianggap anak dalam keluarga ini?"

"Dion! Kamu ini kenapa sih?"

"Ibu yang kenapa!" Dion mulai meninggikan suaranya. "Kalau gue emang masih dianggap anak dalam keluarga ini, coba bilang sama suami Ibu kenapa gue minta motor gak dikasih tapi Damar dia beliin mobil?! Kenapa?!!"

Aryani meneguk salivanya menghadapi kemarahan putranya. Dengan perlahan ia mendekati Dion. "Damar beli mobil pakai uangnya sendiri kok, Yon, bukan Ayah yang beliin. Ayah cuma temenin dia ke dealernya."

"Iya, beli mobil pakai hasil dia jual sahamnya kan? Saham yang sebelumnya Ayah beli tapi pakai nama Damar. Sama aja, Bu! Menang banyak ya dia berhenti jadi model terus langsung memimpin perusahaan, eh sekarang beli mobil pula." Dion mendengus, memutar bola matanya dengan malas.

"Ayah bukannya gak mau kasih kamu motor, Yon, tapi kamu kan belum punya SIM. Lagipula kalau mau pergi-pergi kan ada Pak Jamil yang─"

"Keluar!" potong Dion membuat Aryani terperangah. Dion... mengusirnya?

"Dion, dengerin Ibu dulu─"

"Gue bilang keluar! Kalau Ibu disini cuma mau belain mereka, itu gak ada gunanya. Gue emang bukan siapa-siapa kok dalam keluarga ini. Gak bakal ada yang peduli juga." Dion kemudian berjalan ke arah pintu kamarnya dan membukanya lebar-lebar. "Silahkan keluar. Gue mau tidur," lanjutnya kemudian.

Dengan perasaan pilu karena mendapat perlakuan seperti itu dari anaknya sendiri, Aryani pun keluar dari kamar Dion. Terdengar bunyi dentuman yang cukup keras saat Dion menutup pintunya sampai membuat Aryani beristighfar. Menghela napas sesaat, Aryani kemudian berlalu.

***

"Apa kamu bilang? Kasih Dion motor?" Aryani mengangguk mantap untuk menjawab pertanyaan suaminya. Saat ini ia tengah mencoba melakukan negosiasi dengan suaminya agar mau membelikan Dion motor, toh hanya tinggal beberapa bulan lagi Dion akan menginjak usia tujuh belas tahun dan nanti secepatnya KTP dan SIM bisa diurus.

"Bu, Dion itu belum tujuh belas tahun. Bukan cuma aku yang melarang dia bawa kendaraan, tapi pemerintah. Kalau ada apa-apa sama dia di jalan gimana? Pikir panjang dong, Bu."

Aryani mengembuskan napas sesaat, "Tapi, Yah, mungkin Dion memang perlu bawa motor. Dia kan laki-laki. Mungkin dia gengsi ke sekolah masih diantar supir. Sedangkan teman-teman seusianya banyak yang bawa kendaraan pribadi."

Daryono berdecak seraya menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. "Terus kalau temen-temennya pada terjun, kamu mau anak kita ikutan juga? Orang salah tuh jangan ditiru, Bu, tapi dijadikan contoh. Contoh tidak baik yang artinya gak boleh kita lakuin."

Aryani memberengut. Ia kemudian menggelayut di lengan suaminya. "Apa Ayah gak kasihan kalau anak kita diejek sama temen-temennya?" rayunya.

"Kamu gak kasihan kalau ada apa-apa sama anak kita di jalan terus aku yang di penjara?"

FIDELITY (Sequel Quandary) [Tersedia di PlayStore & Online Bookstore]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang