34. Wonderful job

34.4K 4.5K 98
                                    

"Hoy! Awas kesambet." Aku terkejut saat Citra sedikit memukul mejaku.

"Ngagetin aja sih," omelku dan dia malah cengengesan.

"Lu nya aja yang bengong," kilahnya. "Lu dijemput gak nanti?" tanyanya kemudian.

"Nggak. Mas Damar lagi banyak kerjaan jadi gak bisa jemput." Sebenarnya, entah kenapa aku berpikir 'banyak kerjaan' itu mungkin hanya alasan Mas Damar yang sepertinya agak marah karena aku masih keras kepala memutuskan untuk tetap masuk kantor hari ini. Aku benar-benar masih belum bisa memutuskan apakah harus resign atau tidak, tapi misalkan nanti pada akhirnya aku harus resign setidaknya aku ingin membuat banyak kenangan bersama Citra, Tristan, juga Leo.

"Nanti balik kerja temenin gue ke mall dulu bisa gak, May? Gue mau nyari kado buat laki gue."

Aku tersenyum dan mengangguk. Citra semakin lengket dengan suaminya sekarang, dan kurasa hal itu memang bagus untuknya kan? Maksudku, Citra memang sudah seharusnya menyerahkan hatinya untuk suaminya. Ia dan Leo hanyalah masa lalu. Apa gunanya berharap pada suatu hal yang sudah terlewat, ya kan?

"Lu emang gak dijemput juga? Tumben," ujarku.

"Jemput. Cuma agak telat katanya. Makanya gue ngajakin lu ke mall dulu."

"Oohh. Yaudah sip."

"Eh gue ikut dong," ujar Leo tiba-tiba membuat aku dan Citra kompak menoleh ke arahnya.

"Mau ngapain?" tanya Citra.

"Gue mau nyari kado juga buat adek gue. Ntar minta tolong pilihin ya."

"Livia ulang tahun, Le?" tanyaku.

Leo menggelengkan kepalanya. "Bukan Livia."

Citra mencondongkan sedikit tubuhnya ke arahku seraya berbisik. "Buat adek-adekannya, May, bukan adek kandungnya."

Aku langsung tertawa dan geleng-geleng kepala, "Susah ya abang-abangan sejuta umat," ledekku dan Leo hanya cengengesan.

***

Aku hanya bisa menghela napas tiap kali mendengar adu argumen antara Citra dan Leo. Tiap kali Leo nunjukin baju, ada aja celanya di mata Citra.

"Cit, ini bagus gak?" Aku ikut menoleh dan menilik blus warna peach polos yang Leo tunjukkan.

Tanpa berpikir dua kali, Citra langsung menggelengkan kepalanya. "Biasa banget. Selera lu sebatas itu doang, Le?"

Leo langsung mencibir dan menggantungkan kembali blus itu di tempatnya. "Astaghfirullah, pingin nyumpahin tapi lagi hamil," gumam Leo.

Aku tertawa kemudian mendekat ke arah Leo. "Emang selera dia kayak gimana, Le?" tanyaku. Kasihan juga lihat Leo daritadi kayaknya bingung banget mau beliin apa.

Leo mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Gue gak tahu pasti juga sih, May, tapi ya kayaknya dia gak ribet-ribet banget sih soal baju. Gak kayak yang itu tuh." Leo menunjuk Citra dengan dagunya sedangkan yang ditunjuk nampak tak acuh.

"Blus tadi oke juga sih, kalau emang kata lu dia gak terlalu ribet soal baju berarti kemungkinan dia emang suka yang simple-simple gini."

Leo langsung menjentikkan jarinya. "Nah! Gue juga mikirnya gitu, May. Udah ah gue ambil yang ini aja. Dengerin Citra mah sesat." Leo akhirnya mengambil kembali blus yang tadi ia taruh.

"Bagusan juga ini," ujar Citra tiba-tiba sambil menunjukkan baju lengan panjang dengan kerah model turtleneck.

"Nyepet banget itu, Cit. Terlalu kecil ukurannya," ujar Leo.

"Masih muat ini mah sama gue."

Leo menggeleng-gelengkan kepalanya. "Suka gak nyadar body. Jelas-jelas perut udah kelihatan buncit," cibirnya.

FIDELITY (Sequel Quandary) [Tersedia di PlayStore & Online Bookstore]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang