Betrayal

6.7K 628 67
                                    

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, baru kali ini aku merasakan rasa sakit yang amat sangat.

Tanganku masih bergetar memegang amplop kuning tersebut, dan aku merasa kesulitan untuk bernapas. Aku menghentikan langkahku untuk duduk di sofa lobby gedung kantor yang tersedia agar aku bisa beristirahat sejenak.

Aku melihat beberapa karyawan kantor melihatku dengan pandangan bingung, ada juga yang menatapku dengan pandangan khawatir.

Aku sudah berpikir berulang kali, dan berusaha meyakinkan diriku kalau keputusan yang kuambil adalah yang terbaik. Aku memaksakan diriku untuk tersenyum, menghilangkan segala rasa penasaran dan simpati dari karyawan-karyawan yang sudah mengenalku dan mungkin, sudah tahu apa yang terjadi.

Aku, Audrey Ong, salah, Audrey Karenina Song, bisa saja dikelabui oleh orang yang sangat kupercaya selama hampir setahun lamanya.

Aku kembali melangkah dengan stiletto kebangaanku, memasuki lift dengan penuh percaya diri sambil tersenyum. Aku harus kuat, aku tidak mungkin akan dikalahkan begitu saja oleh anak ingusan yang masih kuliah.

"Eh, Bu Audrey."

Aku tersenyum menatapi Leita, sekretaris managing director menyapaku.

"How's his schedule? Ada waktu untuk bertemu saya?" tanyaku dengan nada sedatar mungkin dan tetap mempertahankan senyum di wajahku.

"Meskipun sibuk, tapi tetap ada waktu bagi Ibu dong. Ibu silahkan tunggu di ruangannya langsung saja."

"Oh ya? Kukira selama beberapa bulan terakhir ini boss kamu sangat sibuk dengan seorang gadis yang bernama Alya."

Leita sedikit kaget, dan langsung menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapanku.

"Itu.. Bu... Saya..."

Aku sama sekali tidak ingin mendengar apapun tentang gadis sialan tersebut dan melangkah masuk ke ruangan yang sangat kukenali.

Aku memilih untuk duduk di kursi kerja daripada sofa hanya untuk memandang satu pigura foto yang terletak di meja. Itu foto kami saat menikah di Bali, tanah kelahiranku.

Aku menikah di umur yang terbilang cukup muda. Aku pertama kali bertemunya di acara kampus, dimana sebagai dia datang berkunjung sebagai alumni, dan menjadi speaker tentang bisnis yang kala itu baru dibangunnya.

Aku murni tertarik kepadanya karena aku merasa dia adalah seseorang yang hebat dan gigih, sehingga aku memberanikan diri untuk menjadi mentee-nya walaupun bidang keahlian kami berbeda.

Aku yang sedang kala itu mempersiapkan diri menjadi dokter, akhirnya setelah lulus tidak melanjutkannya karena aku memutuskan untuk membantunya. Dengan pengetahuanku di bidang kedokteran dan ketertarikannya di bidang IT sekaligus bisnis, kami berdua mengeksplorasi berbagai ide di health technology.

Salah satu penemuan kami cukup terkenal, sehingga kantor kami yang dulunya hanya menempati salah satu lantai di gedung ini, berhasil ekspansi dalam waktu yang singkat dan kesuksesan kami dapat diukur ketika kami memutuskan untuk membeli satu gedung kantor ini.

Namun, ruangan ini, yang sudah menjadi ruangan khusus untuk Chief Executive Officer, tidak berubah sama sekali dari hari pertama perusahaan ini dirintis.

Hanya interior-nya yang sudah dirubah untuk proses renovasi namun khusus untuk ruangan ini, aku terlibat secara khusus karena ruangan ini menyimpan banyak kenangan.

Aku lupa kapan terakhir kalinya aku datang membawakan bekal karena belakangan dia sangat sibuk dan menolak panggilanku. Aku lupa kapan terakhir kalinya aku menjemputnya karena dia lembur, ataupun sekedar menemaninya mengobrol kala dia sedang pusing dengan pekerjaannya.

Hello, Love (OneShot Collection)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang