11

3.4K 203 6
                                    

Vote dulu kuy sebelum baca...

Happy reading..

***

Darrel menggenggam erat tangan mamanya yang tidak terpasang selang infus. Ia mengusap sambil sesekali mencium lembut tangan itu. Darrel membuang napas pelan dan menatap mamanya dengan tatapan, entahlah...

Ruangan VVIP itu tampak sunyi. Tidak ada yang berbicara, tidak ada yang bercerita, tidak ada yang bersenda gurau. Hening. Yang terdengar hanyalah detakan jam dan alat-alat dari rumah sakit yang melekat pada tubuh wanita itu.

Sudah dua hari Darrel membolos dari sekolahnya. Padahal UAS sebentar lagi, namun lelaki itu masih jarang masuk, tugas jarang ia kerjakan, ulangan selalu di bawah kkm-kecuali untuk fisika waktu itu. Dan selama dua hari itu, Darrel benar benar menjaga mamanya, menginap disana, memantau kondisi mamanya yang semakin lama semakin menurun. Ia tidak mau mamanya pergi pada saat ia tidak di situ. Tapi yang pasti, ia tidak mau mamanya pergi.

Darrel menyalakan ponselnya yang selama dua hari itu ia matikan. Setelah ponselnya nyala, ia segera menyambungkan pada wifi rumah sakit. Puluhan atau bahkan ratusan notifikasi memasuki ponselnya, menimbulkan bunyi yang cukup nyaring di ruangan sehening ini. Ia meletakan ponselnya di meja dekat ia duduk sambil menunggu ratusan notifikasi itu berhenti.

Lelaki itu memandang mamanya sekali lagi. Berkhayal, mata yang tertutup rapat seperti ada lem super itu terbuka. Menunjukan mata cokelat yang selalu Darrel suka. Mulut yang menunjukan garis datar itu berubah menunjukan sebuah garis melengkung manis, yang selalu bisa membuat Darrel ikut tersenyum. Tangan yang lemah tak berdaya itu kemudian bisa mengelus pucuk kepalanya lagi dengan sayang. Memeluknya setiap saat.

Darrel tersenyum miris saat menyadari kapan khalayan itu menjadi sebuah kenyataan. Di saat dokter mengakatakan untuk merelakan mamanya, Darrel malah berkhayal sesuatu yang mungkin hanya dua persen bisa terjadi.

Pendengaran Darrel sudah tidak menangkap bunyi yang lumayan berisik dari ponselnya. Ia kemudian mengambil kembali ponsel itu dan memeriksa notifikasi yang masuk.

999+unread messages
15 missed call
99+ like your new post

Lelaki bersurai tebal itu membuang napas bosan dan membuka notifikasi itu. Ia membuka akun line nya dan segera mengecek group yang ada di aplikasi itu satu-satu.

Mulai dari group kelas, group angkatan, group khusus ia dan teman-temannya, hingga personal chat dari para fansnya, yang rata-rata bertanya kemana saja dia selama dua hari.

Darrel membuka kemudian hanya membaca atau sesekali membalas yang menurutnya penting. Tunggu, memangnya ada yang penting bagi Darrel?

Dan ya, ada satu. Pesan dari seorang perempuan yang akhir-akhir ini menjadi dekat dengannya.

Beaaa: kmn aja lo?

Darrel membaca kemudian tersenyum samar. Sepertinya ia memang harus masuk sekolah besok.

***

Bea berjalan menuju kelas Darrel, berharap ia menemukan lelaki itu di dalam kelas. Padahal jelas-jelas Bea tidak bertemu dengannya pada saat istirahat pertama maupun kedua. Tapi entah mengapa, Bea tetap memeriksa kelasnya.

Perempuan itu memasuki kelas yang masih ramai. Menengok ke arah kiri dan kanan hingga akhirnya menemukan Alan dan Victor yang masih membereskan buku-bukunya. Bea menghampiri kedua lelaki itu membuat keduanya mendongak menatap Bea.

"Hai bea, ada perlu apa?" sapanya dengan logat yang sedikit lebay. Jangan ditanya siapa yang bertanya. Karena yang hanya bertanya seperti itu hanya Alan.

My Cold BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang