REPOST 030621
===
Keesokan harinya, Emma terbangun dan mendapati dapurnya begitu bersih. Dia yakin sekali ada yang mengepel dapurnya karena kemarin malam dia belum sempat mengepelnya. Tetapi siapa yang mau berbaik hati mengepel tengah malam? Kate jelas tidak mungkin. Dengan perutnya yang super besar, dia pasti kelelahan setelah makan malam. Mom? Tetapi Mom masuk ke kamar bahkan sebelum dirinya pergi tidur. Russell? Oh, itu jelas mustahil. Perlu memindahkan gunung es ke tengah kota London untuk membuatnya mengepel lantai."Ada apa, Em? Kenapa mengamati lantaimu seperti itu?" Ibunya muncul di ambang dapur, memperhatikan tingkahnya yang tengah menunduk ke lantai.
"Kau mengepel tadi malam, Mom?"
"Apa? Tidak. Aku langsung tertidur dan tidak bangun lagi sampai pagi. Memangnya kenapa?"
Emma mengangkat bahunya, "ada yang mengepel dapur tadi malam." Dia membuka kulkas dan melihat pai apelnya yang tinggal satu potong lalu perlahan senyum tersungging di bibirnya. Siapapun dia, pastilah orang itu kelaparan tengah malam tadi. "Sepertinya, ada yang kelaparan tadi malam."
"Jane?"
Kembali Emma mengangkat bahunya. "Jane tidak bisa membuka pintu kulkas, Mom. Bangkunya masih ada di luar. Siapapun dia, dia orang yang mengepel dapurku."
Pagi masih baru pukul enam. Matahari masih mengintip dengan enggan di balik hutan milik keluarga James. Emma dan ibunya terbiasa bangun pagi dan memasak. Suami dan anak-anaknya selalu bangun dalam keadaan lapar. Setiap pagi, dia selalu sudah mendapati telur dan susu segar dari para pelayannya. Lalu, ia dan ibunya akan membuat roti untuk persediaan.
Tinggal di pedesaan membuatnya lebih sering membuat makanan sendiri daripada membelinya. Bahan yang bisa langsung didapat di lahannya sendiri, menjadi alasan yang lainnya selain memang dia dan ibunya suka sekali memasak dan membuat kue.
Sekarang ini, ibunya lebih sering tinggal bersamanya. Memang dia dan James yang meminta meski rumah ibunya tidak terlalu jauh. Rasanya menyenangkan memiliki orangtua di rumah.
Orangtua James sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat lima tahun lalu. Hanya selang dua minggu setelah kelahiran Jane. Sejak itu, James selalu meminta ibu Emma untuk tinggal bersama mereka, meski baru beberapa bulan ini akhirnya ibunya itu bersedia tinggal bersama mereka. James sangat menyayangi ibu Emma seperti ia menyayangi orangtuanya sendiri. Satu hal yang selalu Emma syukuri dari pernikahannya yang bahagia.
"Rasanya kita harus membuat roti lebih banyak, Em." Ibunya mulai mengaduk tepung.
"Untuk dibawakan pada Rush?" Tebak Emma langsung sambil menjerang susu.
Ibunya mengangguk. "Adikmu terlihat lebih kurus sejak dia terakhir pulang."
Emma terkikik. Ibunya selalu mengkhawatirkan Russell lebih daripada dirinya dan Kate. Hal itu terjadi karena dua hal. Pertama karena Russell adalah anak lelaki satu-satunya. Dan kedua adalah karena adiknya itu belum menikah. Hampir setiap hari ibunya 'mengoceh' untuk mulai mencarikan istri untuk adiknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Lawyer
Romance(Tersedia Cetak Dan E-Book) TERSEDIA EBOOK (PS, KUBACA APP, KARYAKARSA) dan CETAK Russell Fabian Jacobs, lelaki matang menjelang usia 40an yang memilih jalan hidup untuk tidak pernah menikah karena sakit hatinya di masa lalu. Baginya, perempuan itu...