14. Kecelakaan

27.1K 3.4K 158
                                    

"Katakan apa yang terjadi antara kau dan Lizzy." Kate Ferguson duduk di samping kakaknya yang sedang membaca The Times dan dihadiahi pelototan oleh kakaknya itu.

"Tidak ada apa-apa dan lebih baik kau tahan lidahmu, Kate."

Kate mendesah mendengar gerutuan kakaknya itu. Russell selalu saja mengelak bahwa telah terjadi 'sesuatu' antara dirinya dan Lizzy. Tidak mungkin baju kakaknya akan berbekas air mata jika bukan karena ia memeluk Lizzy.

"Lebih baik kau yang menjelaskan padaku ada apa antara kau dan Liam." Kini Russell telah meletakkan surat kabarnya dan memberi perhatian penuh pada Kate yang telah memakan sepiring manisan.

"Tidak ada apa-apa, Kak."

"Jangan bohong padaku."

Liam Byrnes. Kate mengenalnya sejak mereka pindah ke rumah sewa di dekat rumah keluarga Byrnes. Keluarga yang saat itu termasuk keluarga paling kaya di lingkungan mereka tinggal. Berbeda dengan kedua orangtuanya yang cenderung angkuh dan sombong, dua kakak beradik Byrnes itu sangat ramah dan baik hati.

Lizzy adalah sahabat pertama yang Kate miliki. Dan tentu saja itu membuatnya sering berkunjung ke rumah keluarga Byrnes hingga praktis iapun sering bertemu Liam. Liam baginya sama seperti ia menganggap Lizzy, yaitu seperti teman. Tidak pernah lebih.

Liam pernah mengungkapkan perasaannya satu kali namun Kate menolaknya. Pertama, karena ia tidak bisa menjalin hubungan dengan Liam karena status sosial. Kedua, karena ia memang tidak pernah jatuh cinta pada Liam. Dan ketiga karena saat itu ia sudah diam-diam jatuh cinta pada Charles.

Namun rupanya hal itu tidak membuat Liam menyerah. Lelaki itu masih terus mendekatinya hingga akhirnya orangtuanya tahu dan Liam dikirimkan untuk bersekolah di Eton.

Bertahun-tahun tidak bertemu, Kate tidak menyangka jika Liam masih memiliki perasaan terhadapnya. Bahkan setelah kini Liam sudah menjadi sangat sukses. Bukankah seharusnya mudah untuk menemukan perempuan lain bagi pria setampan itu?

"Suamimu tahu tentang ini?"

Kate mengangguk. "Aku bersyukur dia harus pergi tiba-tiba ke Dublin dua hari lalu. Jika tidak, aku yakin dia akan mengambil simpanan pedang ayahnya dan membunuh Liam."

"Aku bersedia melakukannya untuk menggantikan Charles."

Kate melotot. "Lizzy akan membencimu jika kau melakukan itu. Yang membuatku ingat bahwa tadi aku membahas kau dan Lizzy. Bukan aku dan Liam."

"Si brengsek itu telah menyakitinya dengan begitu dalam. Lizzy benar-benar harus segera berpisah dengannya."

"Tapi Lizzy tidak mau kan?"

Russell memejamkan matanya dan bersandar di sofa. Kate bisa melihatnya. Bagaimana perasaan Russell yang sebenarnya pada Lizzy. Russell peduli. Salah. Russell terlalu peduli pada Lizzy. Bahkan Kate yakin kakaknya jatuh cinta pada Lizzy. Dan Lizzy, yah meskipun gadis itu tidak pernah berkata apa-apa, Kate tahu Lizzy sudah jatuh cinta pada kakaknya sejak lama.

"Apa dia bisa tinggal di sini untuk sementara waktu?" Russell membuka matanya dan langsung menatapnya. "Dia tidak bisa tinggal sendirian. Aku takut dia melakukan hal yang buruk."

Suara Russell benar-benar terdengar khawatir. Satu hal yang jarang kakaknya itu tunjukkan selain pada keluarga dan orang-orang terdekatnya. Dan wanita bukanlah makhluk yang sering membuat Russell khawatir seperti itu.

Kate tersenyum dan meraih lengan kakaknya itu lalu bersandar di sana. Russell melepas pegangannya dan memeluknya. Kate hampir merasa seperti anak kecil lagi. Russell adalah satu-satunya pria yang ada dalam hidupnya semenjak ia masih kecil. Ia tak pernah mengenal ayahnya hingga praktis Russell adalah kakak dan ayah baginya. Kakaknya itu akan selalu memenuhi apapun yang Kate inginkan. Russell sudah melakukan banyak hal untuknya. Kini, ia hanya ingin kakaknya bahagia.

Beautiful LawyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang