12. Perubahan Arah dan Tujuan

27.5K 3.7K 223
                                    

REPOST 


====

====

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Jadi Robert akan menceraikanmu?"

Pertanyaan itu tidak bisa Lizzy jawab karena memang ibunya tidak membutuhkan jawabannya. Berita itu sampai di telinga ibunya setelah persidangan pertamanya kemarin. Lizzy menduga, ibunya melihatnya di televisi karena begitu banyak media kemarin.

Robert tidak datang, Russell juga tidak. Hanya seorang pengacara muda yang mengatakan bahwa Robert tidak bersedia untuk melakukan mediasi. Lelaki itu sudah mantap untuk bercerai darinya.

"Kau ini bodoh atau bagaimana? Robert adalah tambang berlian, kenapa kau melepaskannya?"

"Mom..."

"Aku yakin ayahmu akan kecewa di atas sana. Kau pasti tidak bisa melayani suamimu dengan baik. Ini bahkan belum satu tahun!"

"Aku tidak ingin bercerai! Dia yang ingin melakukannya!"

"Jika kalian benar-benar bercerai, aku tidak akan mengakuimu lagi sebagai anakku. Kau mencoreng nama keluarga."

Lizzy hanya bisa menangis ketika ibunya memutus sambungan telepon mereka. Ini adalah kemarahan pertama ibunya setelah kematian ayahnya beberapa bulan lalu. Yah, setidaknya berita ini telah membuat ibunya kembali 'hidup'. Dia dan adiknya merasa sudah menjadi yatim piatu sejak ibunya hanya mengurung diri di rumahnya tanpa pernah mau menghubungi atau bicara dengan mereka.

Ketukan pelan di pintu membuat Lizzy menghapus air matanya. Hari ini dia hanya di rumah sendirian. Dia meliburkan enam pelayannya dan menyuruh mereka pulang selama satu minggu. Dia juga memberi perintah pada Cathy untuk mengurus kafe sementara. Mungkin dia tidak akan bisa keluar rumah sebelum sidang perceraiannya selesai. Kecuali untuk menghadiri makan malam yang Kate adakan besok Sabtu. Bolehkah ia membatalkannya?

Ketukan terdengar lagi kali ini dengan tidak sabar. Lizzy mengintip dari jendela dan melihat Liam berdiri di depan pintu rumahnya. Segera setelah Lizzy membuka pintu, Liam menerobos masuk dan memeluknya.

"Aku ikut sedih untukmu, Liz."

Lizzy menangis dalam pelukan Liam. Semenjak ayahnya meninggal, Lizzy hanya merasa memiliki Liam. Meski tidak tinggal di satu kota, mereka sering saling menelepon. Namun sejak Robert mengguggat cerainya, Lizzy belum menceritakan hal itu pada Liam.

"Kenapa kau tidak bilang padaku?" Liam melepas pelukannya.

Lizzy menatap adiknya yang kini jauh lebih besar darinya itu. Liam telah tumbuh dari seorang anak remaja kurus menjadi pria berotot dan berbadan tegap. Adiknya juga sangat tampan dengan mata hijau dan rambut coklat seperti ibunya.

"Liz?" Tanya Liam lagi saat Lizzy hanya terdiam menatapnya.

"Aku tidak ingin mengecewakan Mom," lirih Lizzy seraya melepaskan diri dari pelukan Liam dan duduk di sofa. Liam mengikutinya dan duduk di sampingnya.

Beautiful LawyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang