1

20.1K 928 19
                                    

Varrel mengacak rambutnya. Menaikkan satu sudut bibir hanya untuk menatap remeh pada lawan bicara di depannya. "Udah? Apa lagi? Sekarang salah gue sama lo?"

Gadis di depannya hanya menggelengkan kepala tidak percaya. Sudah gila Varrel. Siapa yang mengajak bertemu siapa pula yang menuduh hal tidak-tidak. "Lo kalo ngajak orang ketemu yang jelas, dong..."

Cowok itu terkekeh, kembali mengacak rambutnya dan mendekatkan wajah miliknya pada gadis di depannya. "Berisik. Lo tadi di sekolah diemin gue, gue salah apa sama lo?!"

"Lo mabok, ya?" Neira mengerutkan keningnya. Buru-buru dia memindahkan diri dan memapah Varrel keluar dari cafe hanya agar mereka terhindar dari pandangan orang-orang kepada dirinya juga cowok sialan ini.

Varrel bersandar pada kap mobilnya kemudian. Diam menatap ke sepatunya yang sudah mulai lusuh. Mengeluarkan kunci mobilnya ketika Neira membentak setelah merogoh-rogoh kantung jaketnya.

Neira tidak banyak bicara lagi. Dia menarik Varrel untuk masuk ke dalam mobil dan kemudian beralih ke kursi kemudi.

Ketika mobil mulai membelah jalanan yang hujan, Varrel memilih menyandarkan tubuhnya ke jendela menatap perempuan yang tidak sengaja dia telpon tadi.

Neira satu angkatan dengannya. Mereka tidak pernah akur semenjak kenaikan kelas sebelas kemarin. Entah semenjak Neira punya pacar atau semenjak Varrel punya kekasih baru. Dia lupa.

Tapi sampai saat ini, hanya Neira yang menempati panggilan darurat nomor satu di handphonenya. Sehingga sadar atau tidak, ketika mabuk dan juga tolol seperti ini, Neira selalu menjadi orang yang dia repotkan untuk membawanya pulang.

Sementara Neira, kembali menggerutu karena cowok gila yang menghubunginya ini sekali lagi berhasil membuatnya keluar malam hari hanya untuk menjemput dan memulangkannya.

"Lo gila, ya?! Ngapain lo mabok masih pagi begini, bego!"

Varrel terkekeh, "Ini gak mabok, Ra. Ini teler..."

"Apa bedanya, bego?!"

"Beda. Beda aja pokoknya. Lo kenapa diemin gue tadi?! Gak cari ribut sama gue?! Lo, kenapa sih?! Sejak pacaran sama si gila lo sombong ama gue!"

Neira mendengus. Orang gila macam Varrel kalau disahuti akan menjadi semakin gila. "Terus lo mau liat gue dicakar sama cewe lo gara-gara ngajak lo ribut?"

Tidak ada jawaban dari Varrel. Cowok itu memandang dengan diam menatap kepada Neira yang sedang fokus menyetir.

Neira tidak mau capek-capek menoleh hanya untuk melihat keadaan Varrel. Dia tahu apa yang akan cowok sinting itu katakan kepada dirinya.

Kalau bukan karena Varrel yang merupakan sepupu jauh calon kakak iparnya, Neira tidak akan mau repot-repot menjemput dan mendengar semua kegilaan Varrel.

Belum lagi ditambah menjawab semua ocehan gila Varrel malam ini. Yang benar saja, hanya karena tidak digubris seharian di sekolah, Varrel jadi mabuk begini? Paling juga masalah lain yang disembunyikan cowok itu sampai akhirnya mengganti topik menjadi dirinya.

"Lo kebanyakan gaul sama anak gak bener..."

"Aduh, perut gue sakit, Ra. Pengen muntah..."

"Hah!" Nyaris saja Neira menginjak pedal rem mendengar ucapan Varrel yang sudah memegangi perutnya. Buru-buru Neira menepikan mobil dan menunggu cowok itu

Varrel hanya menunduk memegangi perutnya menahan mual. "Aduh, sakit banget. Pengen muntah..."

"Muntah di luar, sinting!"

"Aduh..." Varrel meringis sekali lagi dan menyipit menatap Neira kemudian, "Kok lo luat sih Ra minum? Cowok lo gak bener ya ngajakin lo mabok. Gue martini aja udah klenger begini..."

Neira menajam menatap Varrel. Tahu darimana lagi ini cowok kalau pacarnya anak clubing. Neira bergidik ngeri kemudian. "Aduh, cupu banget!"

Varrel menangkap tangan Neira yang kembali akan melayang ke kemudi mobil. Cowok itu menaikkan satu alisnya kemudian menyeringai. "Bohong, deng. Gue gak mabok dari tadi..."

"Mabok beneran kalo kayak gini, mah. Gak usah sok sober..." Neira berusaha menepis tangan Varrel yang kembali mencengkramnya lebih kuat, "Ih, cowok gila! Lepasin napa?!"

"Gak, bisa..." Varrel menatap miris kepada genggamanya kemudian menyeringai kembali, "Halah. Lo gak ada takut-takutnya jemput gue malem-malem di cafe situ. Kenapa lo?"

"Lah? Udah, deh. Rel, lo kalo mabok diem aja udah, gue pulangin dengan selamat ke apart lo. Mending balik duduk lagi, sana..." Neira melepaskan diri kembali dari cengkraman Varrel

Bukannya duduk di tempatnya, Varrel malah menatap tajam kepada Neira lalu mencabut kunci mobilnya begitu saja. "Gue mau lo, sekarang"

Neira terperangah. "Sarap. Gue---"

Varrel sudah lebih sigap sekarang. Cowok itu membekap mulut Neira dan kemudian mengambil tali yang dia siapkan dibalik kursi kemudinya. Mengancam Neira dengan tatapannya sebentar kemudian mengikat perempuan itu dan memindahkannya ke kursi belakang.

"Lo gila, ya?!" Neira berteriak setelah Varrel baru saja duduk di kursi kemudinya.

Bukannya menjawab, Varrel malah menepuk keningnya dan kemudian menyeringai, "Aduh, bacot. Lupa gue plester itu mulutnya..."

Neira sekali lagi terperangah ketika Varrel meraih lakban dari saku celananya. "Varrel!"




..

..

..

..

Ini dulu gaes. Andisty mau bobo dulu. Paling tamatnya besok atau lusa. Okede sip.

SSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang