Missing You

143K 2K 54
                                        

Evelyn menatap layar ponselnya dengan gamang. Bingung antara harus menjawab atau justru mengabaikan panggilan dari Billy. Andai saja ia tengah berada di rumahnya, tentu Evelyn akan langsung mengangkat telepon dari Billy dengan riang, seperti biasa. Tetapi saat ini suasananya berbeda. Ia sedang bersama keluarga barunya.

Evelyn merindukan Billy, tentu saja. Jangan ditanya sebesar apa rindu yang sudah ditahannya untuk lelaki tampan itu. Bahkan karena mengingat perasaannya, Evelyn menunda memberitahu soal pernikahannya dengan Ben pada Billy. Ya, setelah memikirkannya dengan matang, Evelyn memilih untuk membicarakan semuanya secara langsung, secara bertatap muka dengan lelaki itu.

Tentu saja, agar semuanya lebih jelas. Agar Billy tidak salah paham. Agar harapannya menjadi nyata, bahwa Billy bersedia menunggu untuknya, sampai perjanjiannya dengan Ben berakhir. Mungkin terdengar jahat, namun Evelyn tidak dapat membohongi perasaannya. Ia masih, dan akan selalu mencintai Billy.

Panggilan dari Billy akhirnya terhenti, dan dengan seketika Evelyn menghembuskan napas lega.

"Mengapa kau tidak mengangkatnya?"

Evelyn nyaris terlonjak, saat suara bariton milik Ben terdengar bertanya padanya. Sesaat ia memalingkan wajah, menatap lelaki itu.

"Uhm, ini... telepon yang tidak penting," sahutnya dengan gugup.

Jawaban apa itu Evelyn? Jelas-jelas lelaki yang menelepon itu sangat penting bagimu!

Ben hanya mengangguk sekilas mendengar jawaban perempuan itu.

Evelyn menolehkan kepalanya ke samping. Perlahan ia tersenyum saat mendapati gadis kecil—yang kini menjadi anaknya—nan cantik itu telah memejamkan mata. Ia tampak begitu pulas, dengan posisi tangan yang tetap melingkari perut Evelyn.

Didorong oleh perasaannya, Evelyn membelai puncak kepala Angel dengan sayang dan memberikan sebuah kecupan disana. Membuat Ben yang tengah membaca majalah bisnis di sebelah kiri Angel perlahan memalingkan wajah, melirik Evelyn dari ekor matanya.

Entah mengapa, Ben merasa keputusannya menikahi Evelyn adalah pilihan yang tepat. Ia tahu, perempuan itu tidak berpura-pura. Ben dapat melihat dengan jelas ketulusan yang terpancar disana, di dalam mata hazel yang selalu bersinar penuh kehangatan itu.

***

Sementara itu, di belahan bumi yang lain, seorang lelaki terlihat tengah memandangi layar ponselnya dengan gelisah. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepalanya. Biasanya ia tak perlu menunggu lama, sebab hanya dalam panggilan pertama, sahutan riang akan segera terdengar dari seberang sana.

Tetapi, tidak untuk kali ini. Sudah sekian kali lelaki itu mencoba, namun hasilnya tetap serupa. Panggilannya tidak kunjung dijawab. Sungguh merupakan hal yang tidak biasa. Membuat lelaki itu bertanya-tanya, apakah kekasihnya itu baik-baik saja?

"Ada apa denganmu, Teman? Kau menatap ponsel itu seolah tengah menatap wajah kekasihmu." Seseorang menepuk pundak lelaki itu, mengagetkannya.

"Dia tidak mengangkat telepon dariku. Sungguh tidak biasanya." Lelaki itu menyahut dengan lesu.

"Mungkin Evelyn-mu sedang sibuk, Bill. Tidak perlu secemas itu."

Billy menghela napas berat. "Ya, kuharap juga begitu."

Perlahan, Billy meletakkan ponselnya pada nakas yang ada di samping tempat tidur, lalu meraih selembar foto dari sana. Foto yang setiap hari dipandanginya. Foto yang dapat sedikit meringankan kerinduannya pada Evelyn, kekasih cantik yang sangat ia cintai.

Billy tersenyum. Hal yang selalu ia lakukan setiap kali menatap ekspresi wajah Evelyn dalam foto itu. Masih jelas dalam ingatan Billy, foto itu diambil saat dirinya tengah berkencan dengan Evelyn, merayakan anniversary ketiga mereka, sekaligus kencan terakhir sebelum keberangkatan Billy ke Australia.

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang