Dia Kembali

65.6K 1.5K 58
                                        

"Sayang, besok aku akan berangkat. Kau tentu mengingat janjimu, bukan?" tanya Billy pada Evelyn, sehari sebelum kepergiannya ke Australia. Kala itu Evelyn dan Billy tengah berkencan untuk merayakan anniversary ketiga mereka.

Evelyn tersenyum, manis sekali. Tangannya lalu terangkat, membelai wajah Billy dengan lembut. Membuat lelaki itu kontan memejamkan mata, meresapi setiap sentuhan Evelyn pada kulitnya. Sentuhan yang pasti akan sangat dirindukannya, saat ia berada jauh dari perempuan cantik itu nanti.

"Tentu, Bill. Aku mengingatnya. Aku pasti akan menunggumu."

Billy tersenyum. Ditariknya tubuh mungil Evelyn ke dalam pelukannya. Dibelainya punggung perempuan itu selembut mungkin, seakan menyalurkan kekuatan padanya. Kekuatan untuk menunggu, hingga Billy kembali untuknya.

"Aku berjanji, aku akan belajar dengan baik disana. Demi dirimu. Saat aku pulang nanti, aku akan datang sebagai lelaki yang pantas untuk meminangmu, dan aku pasti akan membawamu ke hadapan orang tuaku. Aku akan memperkenalkanmu sebagai calon menantu mereka."

Bibir Evelyn melengkung membentuk senyuman. Sungguh, janji Billy benar-benar membuatnya merasa bahagia.

"Aku mencintaimu, Eve. Sangat mencintaimu." Billy berbisik dengan lembut, tepat di telinga Evelyn. Membuat perempuan itu tersenyum untuk kesekian kalinya.

"Aku juga, Bill. Sangat mencintaimu," sahut Evelyn akhirnya, dengan tatapan penuh cinta.

"Evelyn?" panggilan Ben menyentak Evelyn dari lamunan, membuat perempuan itu kontan tergeragap.

"Mengapa kau malah melamun? Ini sepupuku, kau tidak berniat menyambutnya?" tanya Ben lagi. Ia menatap Evelyn dengan bingung.

Mata hazel Evelyn berpindah pada Nathan. Bukan, Billy. Lelaki itu juga melakukan hal yang sama. Memandang Evelyn dengan tatapan yang sulit dibaca.

"Ma-mari, silakan masuk." Susah payah Evelyn mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara.

Ben segera menarik Billy masuk ke dalam rumah dan membawa lelaki itu ke ruang makan. Tanpa menyadari jika selama ia menarik lengan Billy, yang dilakukan adiknya itu hanya memandang pada Evelyn.

"Ayo kita makan, Nat—maaf, maksudku Bill. Aku selalu lupa kalau kau tidak suka dipanggil dengan nama Nathan." Ben tertawa renyah, lalu mengatakan, "Kau tahu, Evelyn sudah menyiapkan semua makanan ini khusus untuk menyambutmu." Lalu Ben menarikkan sebuah kursi untuk Billy dan mendorong pundak lelaki itu untuk duduk disana.

Evelyn melangkah perlahan menuju meja makan. Sungguh, pemandangan yang ada benar-benar mengejutkannya, membuatnya merasa bagai tersengat listrik. Evelyn tidak pernah menyangka dirinya akan menghadapi situasi seperti ini. Ternyata, sepupu Ben yang sudah dianggap sebagai adik kandung olehnya itu adalah Billy, kekasih Evelyn. Oh tidak. Mengapa dunia ini begitu sempit? Dari sekian banyak manusia di bumi ini, mengapa harus Billy? Mengapa harus Ben? Mengapa harus mereka? Dan mengapa Tuhan mempertemukan Evelyn dengan situasi seperti ini?

Evelyn bahkan tidak tahu ungkapan apa yang dapat menggambarkan perasaannya saat ini. Terkejut? Bingung? Heran? Semua jauh lebih dari itu. Bahkan kini ditambah perasaan bersalah. Juga takut. Saat ini, Billy pasti berpikir bahwa Evelyn telah mengkhianatinya. Oh, apakah Evelyn benar-benar telah mengkhianati Billy setelah adanya perasaan senang dan bahagia yang timbul karena perlakuan manis Ben akhir-akhir ini? Entahlah. Terlalu banyak pikiran yang menghantui benak Evelyn. Terlalu banyak pertanyaan yang meminta dijawab oleh kepalanya.

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang