Angel tengah merasa sangat bahagia. Pagi ini ia diantar ke sekolah oleh Evelyn, bukan oleh Harry seperti biasa. Kehadiran Evelyn membuat Angel merasa hidupnya begitu lengkap. Begitu sempurna. Angel tidak perlu lagi merasa iri pada teman-temannya, sebab kini ia pun memiliki ibu seperti mereka.
"Angeeelll...!!!" panggilan dari teman-temannya menyentak Angel dari lamunan.
"Ya, ada apa?" sahut gadis kecil itu seraya melayangkan pandangan pada empat orang temannya yang tengah berkumpul.
"Kemarilah, ikut bermain bersama kami!"
Angel bangkit dari duduknya, lalu melangkah perlahan mendekati teman-temannya. "Memangnya kalian bermain apa?"
"Kita akan bermain merebut bunga. Kau ikut ya..."
"Merebut bunga?"
"Iya. Kau lihat bunga-bunga yang ada dalam pot itu? Nah, kita berlomba untuk mengambil salah satunya. Siapa yang paling cepat sampai disana, dia yang dapat."
Angel melayangkan pandangan ke arah deretan pot bunga Begonia yang ditunjuk oleh temannya. Deretan pot itu berada cukup jauh dari mereka, dan itu membuat wajahnya berubah menjadi murung seketika.
"Tetapi... Daddy melarangku berlari..." Gadis kecil itu menyahut dengan nada sedih.
"Mengapa begitu?" tanya salah satu temannya, anak perempuan berambut sebahu yang mengenakan bando berwarna merah muda.
Angel terdiam, tak mampu menjawab.
"Hey, lihatlah, pot bunga itu tidak jauh. Kau hanya perlu berlari sebentar saja." Gadis kecil berambut ikal menimpali.
Angel menatap keempat temannya dengan ragu. "Kalau nanti ibu guru melihat bagaimana?" tanya Angel lagi. Ia tahu, ibu guru juga melarangnya berlari. Itu sebabnya Angel tidak pernah diperbolehkan mengikuti pelajaran olah raga.
"Ibu guru tidak akan melihat. Kita kan bermain di taman belakang sekolah."
Angel tampak berpikir sesaat. Dalam hati, gadis kecil itu memang sangat ingin berlari. Sudah lama ia tak melakukan kegiatan itu, tepatnya sejak setahun yang lalu. Dulu, Angel sering bermain kejar-kejaran dengan Daddy di taman kota. Tetapi sejak ia sakit, Daddy melarangnya berlari lagi. Daddy mengatakan bahwa Angel tidak boleh kelelahan. Sekali saja, pikir Angel. Tentu tidak akan apa-apa kalau ia berlari sebentar saja.
"Baiklah," kata Angel akhirnya, dengan raut wajah ceria. "Ayo, kita bermain."
Keempat temannya tampak senang melihat Angel menerima ajakan mereka. Dengan bersemangat mereka menarik gadis kecil itu untuk bergabung. Lalu permainan itupun dimulai. Angel dan keempat temannya berbaris berjajar, bersiap untuk mengambil ancang-ancang.
"Satu... dua... tigaaa...!!!"
Tepat pada hitungan ketiga, anak-anak itu segera mengayunkan kakinya, berlari secepat mungkin menuju deretan pot bunga yang dimaksud. Tidak terkecuali dengan Angel. Gadis kecil itu tampak bersemangat. Tatapannya lurus-lurus tertuju pada bunga berwarna kuning itu. Begitu dirasa jaraknya sudah cukup dekat, Angel mengulurkan tangannya.
Nyaris saja Angel berhasil meraih kelopak bunga Begonia tersebut, ketika mendadak kepalanya didera pusing hebat. Dadanya terasa begitu sakit dan sesak, hingga membuat gadis kecil itu sulit bernapas. Hanya sejenak. Lalu detik berikutnya, tubuh kecil itu limbung dan meluruh di atas tanah. Angel tidak mampu mengingat apapun lagi.
***
Ben tengah memeriksa berkas-berkas penting yang baru saja diantarkan oleh Melisa—sekretarisnya—tatkala ponselnya yang tergeletak di atas meja berdering. Seketika tangan Ben terulur meraih benda itu, lalu menekan tombol OK.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Wedding
Romance"Mommy? Kau mommyku kan??!!" tiba-tiba saja gadis kecil itu berteriak histeris, membuat Evelyn nyaris melompat saking kagetnya. Tangan mungilnya terangkat menarik-narik lengan baju Evelyn. Evelyn terhenyak. "Apa? Bu-bukan-" "Daddy bilang mommy canti...