Chapter 5

852 97 8
                                    

Pribahasa : Daripada hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang.

=======================

Ketika Zidan memasuki kantor, seluruh pasang mata menatapnya dengan pandangan dingin, sebagian bahkan ada yang melayangkan tatapan mencemooh. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Tapi perasaannya mulai tidak enak, ada yang tidak beres di sini.

"Cih, lihat dia. Tidak tahu malu."

Zidan mengerutkan kening saat mendengar cibiran itu, apakah itu untuk dirinya? Tapi kenapa? Selama ini ia selalu bekerja dengan baik. Hasilnya pun selalu menuai pujian dari atasan. Kapan Zidan terakhir kali melakukan kesalahan? Dua tahun lalu, saat dirinya baru pertama bergabung di perusahaan ini. Setelah itu, tidak ada satu pun kesalahan yang ia lakukan.

"Katanya kemarin Bu direktur menemukan video tak senonoh mendiang suaminya dengan dia." Salah satu karyawan menunjuk Zidan dengan dagunya.

Zidan menghentikan langkahnya, pikirannya melayang pada seminggu yang lalu ketika ia mendapati dirinya sendiri berada di kamar hotel tanpa mengenakan apa pun di tubuh. Tapi di sana tidak ada siapa-siapa! Dia sendirian di sana. Selain itu, Zidan tidak merasakan keanehan apa pun pada tubuhnya. Kalau memang ia melakukan hal yang tidak-tidak, pastilah ada yang aneh, cairan lengket misalnya?

Tapi tidak ada apa pun yang seperti itu di sana, Zidan hanya menemukan sebuah dasi yang bukan miliknya dan sedikit bercak darah di lantai. Tapi itu bukan darahnya, karena Zidan sama sekali tidak merasakan sakit di mana pun.

Apa benar ia melakukan hal itu dengan mendiang direktur terdahulunya sehari sebelum beliau di umumkan meninggal? Tidak! Itu tidak mungkin! Ia hanya mabuk saat itu dan ketika ia mabuk, hal aneh memang selalu ia lakukan dan Zidan yakin seminggu lalu pun begitu.

Seseorang menubruknya, membuat Zidan mundur beberapa langkah. Zidan hampir saja tersenyum dan menyapa orang yang menubruknya kalau saja ia tidak menemukan tatapan dingin dari sahabat yang selama ini menemaninya ke mana pun. Bukan hanya itu, pemuda itu bahkan tidak menyapa Zidan sama sekali.

Zidan menghela napas, ia melanjutkan kembali langkahnya menuju ruang rapat, hari ini dia memang ada rapat proyek baru. Tanpa memedulikan tatapan rekan sekantornya, Zidan menyibukan diri dengan segala perlengkapan rapat.

"Baiklah, kita mulai saja rapat kali ini." Moderator membuka acara. Rapat itu berjalan cukup lancar di menit pertama, hingga ketika ia diperintahkan untuk memutar video yang tautannya telah di-copy sebagai bahan persentasi, dimulailah mimpi buruknya. Video itu bukannya menampilkan video yang berhubungan dengan proyek, melainkan videonya yang tengah digerayangi oleh mantan direkturnya.

"Apa-apaan ini?!" Wanita paruh baya yang menjabat sebagai direktur itu memukul meja dengan keras dan berseru nyaring penuh amarah.

Wajah Zidan memucat.
"A-aku tidak tahu apa pun. Video ini tidak benar!" Pemuda itu mengeleng berulang kali, mencoba meyakinkan bahwa apa yang ada di video itu salah. Bisikan-bisikan terdengar di antara para karyawan yang mengikuti rapat. Zidan tidak tahu lagi harus bagaimana menjelaskannya, ia menoleh pada Fikri untuk meminta bantuan sahabatnya itu untuk menjelaskan semuanya. Tapi sayang, orang yang bersangkutan justru malah menatapnya jijik.

Zidan bangkit dari duduknya dan keluar ruangan tergesa-gesa.

"Anda ternyata kejam juga, ya, Bu Direktur." Fikri menopang dagu dan menatap pada atasan barunya dengan seringaian yang terukir di bibir.

"Itu hukuman yang pantas untuk orang yang berani mengusik rumah tangga orang."

****

Zidan mendudukkan diri di kursi taman tidak jauh dari kantornya. Kepalanya tertunduk dan jemarinya saling menaut erat. Ia sama sekali tidak menyangka hal ini akan terjadi padanya. Selama ini, pemuda itu terus berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi perusahaan tempatnya bekerja. Tapi ternyata semua usahanya tidak pernah dihargai.

Sementara itu, di sebuah gang gelap tak jauh darinya, satu sosok misterius memperhatikannya. Lalu kemudian sosok itu melesat dengan sangat cepat dan menyusup pada bayangan Zidan. Sorot mata pemuda itu perlahan menjadi kosong, ekspresinya mendadak jadi kaku.

Pemuda itu bangkit dari duduknya dan ia melangkah kembali ke rumahnya tanpa kata.

Begitu sampai di rumah, ia membuka pintu dengan kasar. Agung yang sedari tadi merasa tidak tenang, terperanjat kaget mendengar bunyi pintu menabrak tembok.

"Zidan?" panggilnya dengan dahi mengerut heran.

Yang dipanggil tidak memberikan respon apa pun, ia berjalan melewati Agung menuju kamarnya.

Tepat ketika Zidan berada di sampingnya, saat itulah Agung melihat makhluk lain menempel pada bayangan Zidan. Kedua matanya terbelalak tak percaya, tanpa membuang waktu, ia mengikuti Zidan yang telah menghilang di balik pintu kamar.

"Oi! Kau ini apa-apaan? Apa kau gila?" Agung dengan cepat merebut gunting dari tangan Zidan sesaat sebelum pemuda itu menghujamkan gunting tersebut ke lehernya. Agung menggeram pada sosok yang menempel dalam bayangan Zidan. Namun sayang, dia tidak bisa mengusirnya sebelum perasaan Zidan membaik. Selama perasaan tertekan Zidan masih ada, sosok itu akan terus menempel pada bayangan Zidan.

Kalau sudah begitu, tinggal menunggu hari saja, Zidan akan tewas bunuh diri.

"Kenapa kau menolongku? Aku mau mati."

Agung menggeleng.
"Tidak, kau tidak boleh mati. Masalahmu tidak akan pernah selesai walau pun kau mati."

"Aku malu, Gung. Sangat malu. Perbuatan bejatku diketahui banyak orang! Aku tidak mau menanggung malu seumur hidupku. Daripada hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang."

Agung menarik lengan Zidan dan memeluknya.
"Kau harus bertahan, ada aku yang selalu mendukungmu. Aku janji tidak akan meninggalkanmu apa pun yang terjadi." Usapan lembut ia berikan pada helai rambut cokelat milik Zidan.

"Janji?"

"Ya, janji."

Setelahnya, makhluk yang menempeli bayangan Zidan terlepas dan hilang entah ke mana. Sementara Agung dan Zidan masih berada di posisinya.

To be continued ....

Roh Penghuni Wayang GolekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang