Chapter 6

820 100 12
                                    

Peribahasa : Ada gajah dibalik batu ada batu dibalik gajah.

===============

"Ceritakan apa yang membuatmu tertekan sampai-sampai ditempeli makhluk aneh itu?" Agung melipat kedua tangan di depan dada, tatapan tajam ia layangkan pada Zidan.

"Tidak apa-apa." Zidan sendiri mengalihkan pandangan ke kanan, ia mengatakan jawaban yang sama setelah ditanya untuk yang kesekian kalinya.

"Ck, kau itu keras kepala, ya? Kalau kau begini terus, bisa-bisa kejadian tadi terulang lagi. Asal kau tahu, kau itu barusan ditempeli jin kiriman seseorang. Kalau saja aku tidak menyadarinya, kau pasti sudah mati."

Zidan terdiam, ia menunduk dan memainkan jemari di pangkuan. Tatapannya berubah kosong dan tawa hambar meluncur mulus dari bibirnya.
"Mana mungkin? Memangnya siapa yang menginginkanku mati?" tanyanya, dalam hati menghitung berapa banyak orang yang menginginkan dia mati.

"Aku tidak tahu siapa, yang jelas, pasti ada gajah dibalik batu, ada batu dibalik gajah."

Zidan menatap heran pada Agung, terkadang ia berpikir jika lelaki di sampingnya ini aneh, ekspresi boleh saja datar dan terlihat angkuh, tapi kata-katanya sering membuat lawan bicara gagal paham. Apa semua dalang memang begitu? Ah, tidak juga. Ki Asep Sunandar Sunarya, dalang idolanya saja tidak begitu.  Beliau ramah dan baik. Tidak seperti Agung yang terkadang baik, menyebalkan dan hobi membuat guyonan receh.

"Gajah dibalik batu? Memang bisa? Batu 'kan benda mati dan gajah itu berat."

"Itu pribahasa, Dan. Seseorang pasti punya maksud tersembunyi padamu. Makanya dia mengirimkan santet padamu."

Zidan nyaris tertawa saat melihat ekspresi serius Agung, tapi salah menyebutkan peribahasa yang dimaksud. Mengibaskan tangan, Zidan beranjak dari duduknya menuju dapur sembari berkata,
"Aku tidak percaya pada hal yang kau sebutkan barusan. Santet atau apalah itu."

Agung menghilang dari tempatnya dan kembali muncul di dapur, duduk di meja makan memperhatikan Zidan yang mulai mempersiapkan bahan masakan.
"Kalau begitu, kau tidak percaya pada keberadaanku di sini? Padahal jelas-jelas kau melihatku."

Zidan melirik pada Agung yang tengah duduk di atas meja makan dengan angkuhnya sembari memperhatikan setiap gerak-gerik Zidan.
"Kau 'kan bukan jin atau ilmu santet. Jadi, itu dua hal yang berbeda."

Fokus Agung masih tertuju pada Zidan yang kali ini membungkuk untuk mencari panci di rak bawah. Posisi Zidan yang membelakangi Agung membuat lelaki itu dengan leluasa mengamati bagian belakang Zidan.

"Montok juga ...." gumamnya tanpa sadar.

"Huh? Apa?" Zidan berbalik dan menatap pada Agung yang masih berada di posisinya semula.

"Aku tidak mengatakan apa pun. Lanjutkan acara memasakmu sana."

Zidan mendecih, sifat menyebalkan Agung memang tidak ada duanya bagi pemuda ini. Ia selalu dibuat kesal karena sifat Agung yang satu itu.

'Tapi dia baik juga ... dan ambigu. Apa maksudnya montok? Apa yang montok? Dasar mesum.' batinnya, yang ternyata mendengar gumaman Agung.

"Yang mesum itu kau, bukan aku."

Celetukan di belakang membuat Zidan hampir saja menjatuhkan panci di tangan. Ia lupa jika roh menyebalkan itu bisa membaca pikirannya. Ia tidak membalas perkataan Agung dan memilih fokus pada sayuran yang siap dipotong, terlalu malu untuk sekedar bersuara.

"Kau tidak kembali ke kantor? Ini masih siang, bukankah kau ada rapat?" Agung memecah keheningan setelah beberapa saat memperhatikan Zidan. Ia dapat melihat jika tubuh yang masih membelakanginya itu menegang sesaat.

"Tidak, aku akan mengundurkan diri dari perusahaan itu." Ada nada dingin sekaligus rapuh dalam kalimat itu, Agung dapat menangkap dengan jelas ada yang tidak beres dengan Zidan.

"Kenapa? Ada masalah?" tanyanya sehati-hati mungkin. Agung tidak mau salah bicara dan membuat pemuda di depannya tidak nyaman atau yang lebih parah, membuatnya sedih.

"Tidak ada."

"Kau tidak perlu menutup-nutupinya, aku siap mendengarkan semuanya. Sebelumnya aku pernah bilang, aku akan selalu ada bersamamu apa pun yang terjadi."

Zidan mendengkus, ia heran pada perubahan sifat Agung. Ia tidak tahu yang mana sifat Agung yang sebenarnya. Membuat dirinya takut jika semua yang dikatakan oleh Agung adalah sebuah kebohongan.

Zidan mencuci tangan dan mengelapnya hingga kering, kemudian ia berbalik dan menghampiri Agung, mencondongkan tubuh hingga wajah mereka hanya tersisa beberapa senti saja.

"Aku akan cerita, tapi dengan syarat kau pun harus menceritakan semua tentang dirimu yang sebenarnya padaku, tanpa terkecuali."


To be Continued ....

Roh Penghuni Wayang GolekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang