Chapter 24

479 69 3
                                    

Peribahasa : Angin berputar, ombak bersambung.

========================

Angin berputar, ombak bersambung. Agung tidak pernah menyangka jika masalah yang dihadapinya ini jauh lebih pelik dari perkiraan. Untuk membuat Nanda membuang jauh-jauh rasa dendamnya saja sudah sangat sulit baginya. Apalagi dengan kenyataan bahwa sahabatnya itu menjadi abdi siluman buaya putih yang selama ini dipercayai hanya sebuah mitos.

"Nyai, aku mempersembahkan pemuda itu sebagai tumbal."

Emosi dalam diri Agung seketika meningkat. Perasaan ingin melindungi meluap, ia tidak ingin kehilangan untuk yang kedua kalinya. Tidak, sudah cukup ia menyaksikan orang yang disayangi terluka akibat dirinya.

Dulu, Agung telah kehilangan nyawanya. Di saat yang sama, ia menyaksikan orang yang berhasil menarik hatinya terluka parah. Orang itu bahkan sampai hilang ingatan karena insiden itu. Mana mau dia menyaksikan tragedi itu untuk kedua kali.

Agung akui jika Zidan adalah orang yang ia sayangi, dari dulu. Jauh sebelum pemuda itu mengenalnya sebagai roh penunggu wayang golek. Lima tahun yang lalu adalah pertama kalinya ia melihat Zidan. Ya, lima tahun lalu, saat di mana ia memperkenalkan diri pada seorang pemuda berumur 19 tahun, sementara dirinya berumur 24 tahun saat itu. Hari yang sama di mana ia pun menyaksikan sosok pemuda itu berlumuran darah dan tidak sadarkan diri.

Zidan, ialah pemuda yang menarik perhatiannya pada pandangan pertama lima tahun lalu. Sosok yang semakin membuatnya bersemangat menjadi dalang profesional setelah mengetahui kegemaran pemuda itu pada wayang. Serta sosok yang membuatnya merasakan penyesalan yang teramat dalam saat melihatnya berlumuran darah.

Buaya putih itu bergerak, membuat Agung tersentak kaget, ia memaksakan diri untuk bangkit walaupun luka dilengannya semakin meluas dan terasa sakit. Sebisa mungkin, ia ingin melindungi pemuda itu. Tidak akan ia biarkan darah mengalir lagi dari Zidan.

Nanda menyeringai semakin lebar saat melihat Agung berlari susah payah menghampiri Zidan yang sudah terikat. Mata hitam pekatnya dapat melihat dengan jelas saat Agung menghajar anak buahnya yang tidak dapat melihat sosok lelaki itu hingga tidak berdaya. Kemudian, tanpa sungkan ia memeluk sosok pemuda yang sedari tadi hanya berbalut sarung saja. Pelukan protektif dan penuh kasih sayang.

Tidak salah lagi, bagi Agung, sosok itu memang satu-satunya kelemahan Agung. Tidak salah ia menculik pemuda itu dan menjadikannya sarana untuk membalas dendam. Yang perlu Nanda lakukan adalah menyiksa Zidan sampai mati di depan mata Agung, dengan begitu lelaki itu akan merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan kekasih hati.

Sementara itu, Agung masih memeluk Zidan yang sedari tadi menunduk dengan protektif. Dalam hati ia berjanji akan melindungi Zidan. Ia bahkan rela mempertaruhkan nyawanya demi Zidan. Terkesan berlebihan memang, tapi ia tidak mau sampai harus kehilangan Zidan.

Agung melepaskan pelukan, ia bangkit berdiri dan berbalik menghadap pada sosok buaya putih yang semakin mendekat. Agung terlihat begitu gagah dengan pakaian persis wayang itu.

Bagai Rama yang berjuang demi menyelamat Shinta dari Rahwana, Agung berdiri tegak dengan tekad yang sama, melindungi tambatan hati. Menyelamatkan Zidan dari musuhnya kini menjadi prioritas utama.

Boleh saja ia bersikap egois beberapa waktu lalu, ia dengan seenak jidat menampakkan diri di hadapan Zidan hanya karena perasaan rindunya pada sosok yang selama ini memenuhi hati. Selain itu, ia pun berharap pemuda itu bisa membantunya membebaskan diri dari belenggu yang mengurungnya di dalam wayang golek tanpa memedulikan keselamatan Zidan sendiri.

Sedikit banyak Agung merasa menyesal atas kecerobohan yang ia perbuat. Sekarang, yang bisa dilakukan hanya melindungi Zidan apa pun yang terjadi.

To be Continued ....

Roh Penghuni Wayang GolekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang