Chapter 22

469 67 4
                                    

Peribahasa : Karena nila setitik rusak susu sebelanga.

=====================

"Terhubung kah? Aku tidak tahu ada yang seperti itu. Tapi baguslah ... dengan begitu pembalasan dendamku akan semakin mudah." Nanda terkekeh menakutkan, ia bangkit setelah sebelumnya tergeletak di lantai akibat serangan Agung.

Zidan dan Agung menatap Nanda dengan kening berkerut marah, Agung bahkan menggertakkan giginya akibat emosi. Terlebih setelah menyaksikan luka memanjang dari dekat dada hingga perut bawah. Walaupun luka itu tidak dalam, tetap saja melihat goresan itu membuat emosinya naik.

"Sebenarnya apa maumu, Nanda? Kenapa kau begitu membenciku?" tanya Agung dengan nada rendah dan dingin.

Mendengar suara Agung yang berbeda dari biasanya, mau tidak mau membuat bulu kuduk Zidan berdiri. Suara itu benar-benar menakutkan, bahkan ia merasa lebih ketakutan dibanding saat pertama kali mereka bertemu.

'Bahaya! Menjauh darinya!' Berkali-kali otaknya memerintahkan hal tersebut. Namun, hatinya memerintahkan ia untuk tetap tinggal, Agung membutuhkan dirinya.

"Mauku? Satu-satunya yang kuinginkan adalah penderitaanmu." Seringai Nanda terkembang lebar.

"Bahkan setelah aku mati?"

Nanda menekan sebuah tombol pada dinding di belakangnya, setelah itu meraih sebuah keris dari sabuk belakangnya. Pria itu menarik keris dari sarungnya dan mengacungkan pada Zidan dan Agung. Bersamaan dengan itu, segerombolan orang masuk, mengepung mereka berdua. Walaupun yang terlihat oleh segerombolan orang itu hanyalah Zidan seorang.

"Kalian urus pemuda itu," perintahnya pada gerombolan yang merupakan anak buahnya. Sementara Nanda sendiri mengacungkan keris dalam genggaman pada Agung yang menatapnya tajam.

"Kali ini, akan kubuat kau benar-benar musnah dari dunia ini." Lelaki itu menggenggam erat keris itu, kemudian ia merapalkan berbagai mantra yang sulit dipahami.

Zidan mengerutkan kening tidak senang, aura gelap yang melingkupi Nanda benar-benar membuatnya sesak. Lelaki itu berbahaya. Ia melakukan ini bukan karena dendam, melainkan karena dia memang menyukainya. Setidaknya, itulah yang Zidan rasakan.

Gerombolan itu menyerang Zidan secara bersamaan. Untungnya, Zidan memiliki kemampuan bela diri yang lumayan hebat. Setidaknya, ia masih bisa melindungi diri sendiri dari preman atau orang-orang bodoh yang hanya mengandalkan otot seperti mereka ini.

Seorang pria berambut gondrong maju dengan tinju terkepal, ia melayangkan tinju itu pada pipi kanan Zidan yang dengan mudah digagalkan. Pemuda itu menangkap krpalan tangan itu dan memelintirnya ke belakang sampai terdengar bunyi berderak yang mengerikan.

Zidan melirik pada Agung yang memperhatikannya.
"Jangan pedulikan aku, kau selesaikan saja masalahmu dengan kawan lamamu itu. Untuk mereka semua, biar aku yang selesaikan," ujarnya dengan seringai yang terkembang.


Agung mendecih, lalu ia memfokuskan pandangan pada Nanda yang sudah siap menyerangnya dengan keris bercahaya.

"Nda, aku tidak mengerti kenapa kau jadi seperti ini? Padahal dulu kita begitu dekat."

Nanda terkekeh sinis, ia memutar-mutarkan keris di tangannya dan kembali mengucapkan mantra.
"Kenapa katamu? Kau masih belum sadar juga? Kesalahanmu itu hanya satu, tapi sangat fatal. Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Kau merebut semua yang kupunya tanpa perasaan."

Terkadang, Agung heran pada sifat sahabatnya yang satu ini. Lelaki itu mudah sekali marah dekaligus susah memaafkan. Terkadang ia menjadi pendendam, seperti sekarang. Ia menaruh dendam padanya yang dianggap merebut kekasih dan impiannya. Tapi sungguh, Agung sama sekali tidak mengharapkan hal itu. Ia hanya berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk meraih cita-citanya.

Ia hanya mencoba menjadi seseorang yang di banggakan oleh keluarga, teman, guru, sahabat dan orang yang dicintainya.

Agung sama sekali tidak menyangka jika perjuangannya malah membuat orang lain menderita. Sekarang, apa yang harus ia lakukan?

To be continued ....

Roh Penghuni Wayang GolekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang