SEMBILAN

1.5K 33 0
                                    

Hingga malam, Tesya hanya mengurung dirinya di kamar. Mami pun lantas menghampiri karena tak ingin ada apa-apa sama putrinya.

“Sayang, kamu mau cerita sama mami? Daripada kamu cuma diem bikin semua orang khawatir.”

“Mam, Rega mau pergi ke luar kota. Itu berarti aku sama dia bener-bener akan jauh."

“Loh, bukannya itu yang kamu pengen? Kamu kan yang mutusin dia. Jadi kamu harus siap buat jauh dong.”

“Tapii, rasanya masih sakit mam, waktu dia bilang mau ke Jakarta. Asal mami tau, aku mutusin dia karena aku ngerasa cuma jadi beban aja buat dia. Dengan semua sifat manja dan kekanak-kanakanku. Aku pikir, yang terbaik untukku saat itu adalah mamperbaiki hidup dan nggak jadi beban orang lain, terutama beban buat mami sama Rega.”

“Adduh sayang, kamu bukan beban, tapi hadiah besar buat mami. Dan soal memperbaiki hidup, rasanya kamu udah berhasil. Mami bangga loh sama perubahan kamu. Anak mami memang hebat.”

“Maaam, tapi Rega pergi.”

“Tahan dia dong.”

“Apa menurut mami, aku pantas buat dia?”

“Anak mami yang cantik dan baik ini, siapa yang nolak? Tapi serius, Rega nggak pernah kan minta kamu buat berubah. Itu kan pyur keinginan kamu sendiri.”

“Nggak pernah sih, kadang kalo aku kelewatan manja, dia hanya memberi saran. Tapi dengan sarannya itu, aku merasa minder, mam. Dia terlalu sempurna.”

“Nahh, itu berarti dia mau nerima kamu apa adanya. Justru kamu loh yang salah tindakan.”

Tiba-tiba suara ketiga ikut campur dalam acara curhat itu. Tampaknya itu adalah sosok Andre yang udah denger semua dari awal.

“Dasar cewek bodoh. Yang menurut loe baik, belum tentu baik juga buat orang lain. Lagian ngapain sih,  mau berubah aja harus putus. Aneh !! Gue Cuma kasihan sama Rega yang menderita karena diputusin sama cewek o’on kayak loe. Untung aja dia cowok cerdas, jadi masalah itu nggak ganggu UANnya.“

“Menderita gimana sih kak? Segitu salahnya aku ya?”

“Ah, otak loe ditaruh dimana sih. Loe nggak cuma bikin menderita, tapi juga bikin repot.  Setiap hari dia telepon gue, nanyain kabar loe. Nyuruh aku ngawasin loe. Nyuruh gue cari alasan kenapa loe mutusin dia.”

“Appaaaaaa?”

“Nggak usah kaget, dasar anak kecil. Gue kasih tau ya, pendewasaan diri itu nggak bisa dilakuin sendirian. Justru dengan loe banyak ngadepin masalah sama orang lain, pendewasaan itu akan datang sendiri. Daaaannn itu berarti bahwa usaha loe buat berubah masih belum berhasil. Justru Rega yang bisa buat loe sedikit demi sedikit berubah. Ngapain dilepasin sih. Ahh, o’on !!”

“Apa dong yang harus aku lakuin?”

“Pikir aja sendiri. Katanya udah dewasa.”, ejek Andre sambil meninggalkan kamar Tesya.

Namun beberapa hari ini, Tesya hanya merenung dan belum bertindak apa-apa. Masih berfikir apa dia bener-bener pantas buat Rega.

Malam itu, saat dia melamun di balkonnya, terdengar dering handphone dengan ringtone My Love nya westlife favorit Tesya. Segera dia mengangkat telepon itu yang ternyata dari seorang Rega.

“Night Tesya. Lagi apa Sekarang?”

“Ouwh, aku nggak ngapa-ngapain. Ada apa?”

“Besok kamu libur kan? Temenin aku ke sekolah lagi ya. Buat lihat pengumuman.”
“Ngapain ditemenin, kamu pasti lulus kok. Anak rajin gituu, hehe.”

“Yah, ni anak pake’ ngejek segala. Siapa yang rajin sih, orang UAN aja masih minta ditemenin sama kamu. Mau ya, Sya. Pliss !!”

“Kenapa harus aku sih?”

“Saat ini kan kamu adalah orang yang paling ngerti aku. Jadi, kalo nanti ada hal yang nggak aku harapkan, ada kamu yang bisa nemenin aku.”

“Hust, semua bakal baik-baik aja kok. Oke kalo gitu besok aku temenin.”

Esok hari, mereka sudah berangkat menuju sekolah. Hati Rega berdetak kencang karena akan nerima pengumuman lulus atau nggak nya.

Sedang hati Tesya, berdetak kencang karena ada Rega yang duduk di sebelahnya.
Mungkin ini saat yang tepat buat ngomong ke Rega, bahwa dia sangat penting buat Tesya. Tapi rasanya Tesya masih sanggup untuk menundanya.

Terbaik Untukku (CERPEN 2011)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang