LIMA

1.9K 42 1
                                    

Sebenarnya mereka itu terlihat sangat cocok karena sifat mereka yang mengimbangi satu sama lain. Tesya menyukai Rega karena dia dewasa, tegas tapi lembut, manis, dan pengertian banget. Maklum, karena Rega satu tahun lebih tua dari Tesya dan dia akan segera lulus tahun ini.

Sedang Rega, mengaku menyukai Tesya karena sifatnya yang unik. Dia manja, lucu, cerewet, dan judes. Tapi ada sisi lain dari Tesya yang sangat baik yakni kepeduliannya kepada orang lain.

Tak jarang dia terjun langsung saat baksos sekolah, dan dia ikut mendirikan sekolah gratis bagi masyarakat kurang mampu bersama club sosial yang diikutinya.

Point penting, Tesya menjadi pendiri sekaligus donatur di sekolah gratis itu atas uang jajannya sendiri. Nggak ada yang tau soal ini, bahkan keluarga Tesya. Selain itu, yang disuka Rega dari Tesya adalah karena Tesya bisa membuat Rega bahagia. Itu yang terpenting.

Rega bisa merasakan hal itu hanya jika dia bersama Tesya, jadi dia nggak ragu jadiin Tesya sebagai kekasihnya. Hanya saja Tesya nggak begitu sadar akan hal ini.

Namun, saat mereka renggang, Tesya jadi berpikir apa dia pantas untuk Rega yang super perfect, sedang dia hanya bisa manja dan dimanjakan.

Bukankah dia hanya menjadi duri bagi Rega. Maka dari itu, jika Rega memberi sinyal untuk baikan, Tesya selalu menghindar dengan beribu alasan karangannya sendiri, seraya menutupi hatinya yang sakit karena jauh dari sosok yang disayanginya.

Setelah malam itu, setelah Tesya mendapati dirinya yang begitu ringkih tanpa bantuan lebih dari orang lain, dia berniat  untuk berubah. Segalanya. Dia ingin membahagiakan orang lain, dan dia ingin membuat kelurganya bangga.

Hal pertama yang dia lakukan adalah melepas perban di kakinya yang memang sama sekali nggak dibutuhin. Saat dia beraksi dengan hal itu, tiba-tiba pintu kamar diketuk oleh seseorang.

Dari balik pintu, terlihat sosok Rega dengan wajah khawatir berkerut dahi langsung masuk ke kamar Tesya.

“Kok perbannya dilepas? Udah sembuh?, tanya Rega tiba-tiba.

“Emang ada yang nyuruh kamu masuk? dapet izin dari siapa?”, jawab Tesya dengan nada kesal.

Rega justru menjawab dengan tawa kecil setelah mendengar statement Tesya.

“Sorry, tapi kalo aku minta izin dulu, pasti kamu udah siap dengan beribu alasan buat nolak kedatanganku.”

Rega duduk di tempat tidur Tesya, melepas penatnya sembari berniat untuk membuka obrolan sama Tesya. Namun Tesya segera berdiri dan sok sibuk dengan aktivitasnya membereskan buku-buku di suatu rak yang nggak jauh dari tempat tidur putihnya.

“Kamu udah baikan?”, sapa Rega kembali.

“Udah, jadi kamu nggak usah njenguk aku. Dan kamu udah boleh pulang sekarang.”, jawab Tesya ketus sambil menata buku di tangannya.

“Kalo diajak ngomong tuh lihat ke orangnya dong, itu termasuk menghargai sesama loh !!”

“Aku lagi nggak mood buat bercanda. Jadi pliss kamu keluar dari sini.”, jawab Tesya.

Tiba-tiba Rega membuka obrolan serius, mengungkapkan apa yang ada di hatinya.

“Oke, aku keluar. Tapi aku mau minta maaf untuk masalah kemarin. Tepatnya masalah dua minggu lalu. Aku nggak mau kita terus diem kayak gini. Kamu justru membuat aku tambah bersalah. Sya, plis lihat aku sekali aja. Aku udah lama nggak lihat wajah kamu dari deket. Jujur, aku kangen sama kamu.”

Sebenarnya Tesya begitu bahagia mendengar kata-kata Rega. Tapi dia kembali pada ketidak mampuannya untuk menerima kekurangan dirinya. Dengan berat hati, sejenak Tesya memalingkan wajah dari buku dan menatap wajah Rega yang terlihat sendu.

“Sekarang kamu udah ngelihat aku. Dan apa lagi. Tolong kamu keluar sekarang. Aku mohon. Aku udah coba untuk bersabar dan nggak emosi, jadi hargain aku.”

“Oke oke, aku seneng kamu udah nerima kedatanganku walau dengan atau tanpa keikhlasan. Aku harap kamu mau kembali ke aku seperti dulu. Tolong pikirin itu. Sekarang aku pulang. Kamu istirahat yang baik ya..selamat malam!”

Setelah dua langkah menuju pintu, Rega berbalik.

”Oh ya, jagain monokuro kita Sya, makasih!”

Tesya membiarkan Rega pergi dari kamarnya. Dari balkon kamar, dia tahu bahwa Rega sedang ngobrol dengan Andre.

Entah apa yang dipikirkan Tesya hingga dia langsung berlari menghampiri Rega yang udah hampir nyalain mesin mobilnya.
Dengan nafas terengah-engah Tesya berteriak.

“Tungguuu…. . Aku mau bilang sesuatu…..Aku mau bilang makasih atas perhatian kamu ke aku kemarin. Aku denger kamu yang gendong aku sampai ke kamar. Dan makasih juga atas semua yang udah kamu berikan dan belum sempet aku bales selama ini. Aku pikir, kita cukup sampai di sini aja. Kita PUTUSS. Soal monokuro, aku nggak jaga dia buat kita. Tapi pyur karena dia favoritku. Slamat malam!!”

Begitu sampai ke titik di kalimat itu, Tesya kembali berlari ke kamarnya. Rega hanya bisa tertegun diam karena dia mendengar hal yang nggak ingin dia dengar. Pun tanpa penjelasan lebih lanjut dari Tesya. Ahh, sungguh malam yang menggalaukan buat kisah mereka berdua.

Terbaik Untukku (CERPEN 2011)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang