Rafania Menghampiri

3.6K 172 17
                                    

"Gimana bang?" tanya Rafifa saat melihat Raffa turun dari kamarnya dan ikut bergabung dengan dirinya juga Refand di meja makan. Malam ini seperti biasanya mereka bertiga selalu melaksanakan makan malam bersama, terlebih sejak kepergian Rafania, Raffa sering terlihat murung dan banyak diam dan melamun. Hanya saja Rafifa sering menasihati Raffa agar dirinya lebih kuat, apalagi Raffa masih punya tanggung jawab, yaitu Rania dan Tania yang tak lain adalah kedua buah hatinya yang baru berusia lima tahun yang tentu saja masih sangat membutuhkan Raffa sebagai sosok ayah bagi keduanya.



"Tania sih udah tidur dari tadi Mi, cuman Rania agak susah tidurnya. Dari sore emang agak rewel" Jawab Raffa sambil duduk dan mengambil makanan yang akan ia makan



"Rania sakit?"



"Enggak Mi, suhu badannya normal, nafsu makannya juga gak turun"



Rafifa menghela nafasnya lega, cucunya yang memang sangat ia sayangi yang ia kira sakit rupanya tidak. Sejak cucu-cucunya lahir, Rafifa memang terkesan sangat antusias dalam mengurusnya. Sampai sampai raffa mau menggunakan jasa Babysitter saja Rafifa tak mau karena ia ingin dirinya saja yang mengurusnya. Rafifa kekeuh tidak mau dibantu oleh babysitter, Raffa yang kehabisan akal untuk membujuk Rafifa akhirnya mendiskusikan masalah ini dengan Refand sang Abi. Dengan bujukan Refand pun Rafifa sangat sulit menurutinya, hanya saja pada akhirnya Rafifa menurutinya.

"Kakak tau kalau Fifa sayang banget sama Tania dan Rania, tapi kalau untuk mengurus keduanya ditambah mengurus rumah, Fifa bakal keteteran. Kakak gak mau Fifa sakit, pakai jasa babysitter aja yah, buat bantu bantu Fifa. Walaupun begitu kan Fifa masih bisa dengan bebas ngurusin Rania sama Tania, Iyakan?" Jelas Refand kala itu yang kemudian disetujui Rafifa


Ketiganya makan tanpa mengobrol sedikitpun, karena itulah peraturannya. Saat sedang makan tidak boleh banyak ngobrol, kata Refand kala itu yang langsung dipatuhi oleh semuanya.


Begitu selesai makan, Rafifa langsung membuka pembicaraan. Pertama tama ia sedikit berbasa basi pada Raffa sebelum berbicara pada intinya.



"Selama wanita itu ta'at pada Allah, Cinta sama abang dan sayang sama anak anak, ummi sama abi in syaa Allah setuju bang, Yakan kak? " Ucap Rafifa kemudian sambil menoleh kearah Refand meminta pendapat, Refand mengangguk setuju. Sedangkan Raffa terlihat dari ekspresi wajahnya kurang setuju dengan pendapat kedua orang tuanya itu



"Maaf Mi, Bi, tapi untuk sekarang Abang pengen fokus dulu sama Tania dan Rania. Abang juga gak mau menikahi seseorang apalagi wanita shalehah tanpa cinta, abang takut menyakiti dia Mi, karena hati abang masih ditempati oleh si Ade aja"



"Ummi ngerti nak, tapi bukannya mereka juga memerlukan sosok ibu?"



Mendengar pertanyaan umminya itu, Raffa malah nyengir gak jelas. Hal itu tentu saja tak luput dari perhatian Rafifa juga Refand hingga keduanya beradu pandang melihat tingkah anaknya itu. Rafifa tampak menaikkan satu alisnya bertanya maksud cengiran Raffa.



"Ahehe, kan ada ummi yang bisa jadi ibunya"



"Yaudah gimana abang, kan abang juga yang menjalani, ummi sama abi Cuma bisa Kasih masukan"



"Ummi gak marahkan?"



Rafifa tersenyum ramah pada putranya itu meyakinkannya kalau ia tak marah sama sekali atas keputusan Raffa. Justru sedikit banyaknya ada rasa senang dihatinya karena rupanya sang menantu masih sangat mencintai dan juga Setia pada putrinya. Tetapi ia juga kasihan pada Raffa yang telah lima tahun ini menjadi abi sekaligus ummi untuk kedua anaknya.



---



Rafifa's dream



"Masya Allah, aku dimana?" ucap Rafifa sambil berputar putar melihat sekelilingnya yanh terlihat sangat asing dimatanya. Sebuah tempat yang memang sangat ibdah berwarna dominan putih bersih namun sangat sepi, hanya ada dirinya seorang membuat Rafifa kebingungan sekaligus ketakutan. Rafifa terus berjalan pelan sambil senantiasa memandang kesana kemari mancari seseorang yang dapat ia mintai pertolongan agar ia dapat kembali kerumahnya namun hasilnya nihil. Rafifa terus memanggil nama Refand, tapi tak ada juga tanggapan membuatnya sangat sedih juga frustasi. Kemana ia harus pergi? Dimana sebenarnya dirinya kini? Kenapa tak ada orang yang menolongnya?

Cinta Dalam Doa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang