PROLOG

349 52 4
                                    

Ibarat mesin, raga manusia hanyalah instrumen, pikiranlah yang mengendalikan seluruh sistem operasinya.
—George Santayana—
📜📜📜📜📜

Langit semakin menghitam dan lampu jalanan semakin terang. Sementara ia semakin melajukan motornya membelah jalanan malam kota Surabaya. Entah berapa sudah kecepatan yang ia tempuh, ia tidak peduli. Yang penting ia harus segera sampai di tujuan atau semuanya akan terlambat.

Sesampainya di tempat yang bertuliskan 'Toko Buku Mitra', ia langsung bernafas lega. Pasalnya, tulisan di pintu itu masih berbunyi 'Open'. Tanpa berpikir panjang, ia langsung memasuki toko itu dan langsung menelusuri rak-rak yang ada.

Ia menelusuri satu persatu barang yang ada di toko itu. Ini semua sebab ia belum pernah ke sini sebelumnya. Matanya juga tetap sibuk menelusuri deretan barang untuk mencari sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun.

Pasti di sini ada!

Bodohnya setelah ia mencari selama 15 menit, ia baru sadar bahwa kartu ucapan itu ada di dekat kasir yang berada di pintu depan.

"Tau dari tadi kenapa gue muter-muter!" gumamnya kesal.

Matanya melihat semua kartu ucapan yang disediakan di sana. Semuanya ia lihat satu persatu dari atas sampai bawah. Niatnya kali ini harus tercapai. Ia harus menemukan kartu ucapan yang sama persis. Sama persis sis sis!

"Gue tau lo udah ngebakar semua barang yang gue kasih ke lo! Dan sekarang lo seenaknya dateng lagi dan bilang lo cinta sama gue! Otak lo itu di mana, Panca?"

Wanita itu sangat marah dengan orang yang di depannya ini. Walaupun begitu, Panca tetap berusaha menggenggam tangan wanita itu tapi ditepis keras-keras olehnya.

Tak mau kalah, ia berusaha untuk menatap lurus manik mata wanita di depannya ini. "Gue saat itu belom sadar perasaan gue ke lo. Sorry banget, gue minta maaf, Ra."

"Your apologize doesn't change anything."

"Gue tahu gue emang brengsek, Ra. Tapi gue minta maaf sebesar-besarnya. Gue bakalan ngelakuin apapun buat lo maafin gue dan kita kembali kayak dulu lagi," tutur Panca panjang lebar.

"Kumpulin semua barang-barang yang udah gue kasih ke lo! Semuanya dan sama persis! After that, we talk!" Ira pun berkata seperti itu dengan kalap lalu pergi meninggalkan Panca begitu saja.

Di sinilah dia sekarang, mencari barang-barang itu. Semua demi Ira saja.

"Udah, ini aja, Le?" tanya wanita tua itu. Panca pun mengangguk. "Semuanya delapan ribu."

"Iya, Nek." Ia menjawab sambil mengambil uang dari dalam dompetnya.

"Buat siapa toh, Le. Malam-malam beli kayak beginian? Buat pacarnya, ya?" Wanita tua itu menggoda Panca dengan sambil tersenyum simpul.

Tangan Panca berhenti seketika. Pacar?

Panca menggeleng. "Bukan, Nek. Ini buat sahabat saya."

📜📜📜📜📜

——————————
Note :
- le (tole) : anak laki-laki

5 Things Of Her [on-hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang