BAB 4

80 12 0
                                    

Jangan terlalu khawatir hanya karena kau sudah melalui hari ini, bukan berarti kau tahu apa yang akan terjadi besok
From : Because This Is My First Life
📜📜📜📜📜

Seharusnya di hari Minggu yang tenang ini Panca bisa tidur dengan nyenyak dan bangun di siang bolong layaknya sebuah mayat. Tetapi semua rencana yang sudah ia susun sedemikan rupa harus hancur berantakan.

Di mimpinya, ia bersama Cara Delevigne sedang berada di Venice, Italia. Ia memegang tangan Cara sambil matanya menikmati semburat jingga senja. Maranya menatap lurus mata Cara. Mereka saling melempar senyum dengan malu-malu.

Saat Panca sedang menikmati momen itu, ada suara ketukan pintu yang membuyarkan mimpinya.

Tok tok tok!

Panca terjengkat dari kasur. "Gile! Kenceng banget suaranya! Bisa-bisa ngebangunin satu lantai nih!" Setelah insiden suara ketukan di pintu uang sangat keras, Panca berusaha melanjutkan mimpinya. Ia berharap semoga ia bisa melanjutkan mimpinya yang sempat terputus tadi.

Lalu, tak lama kemudian Panca kembali mendengar suara yang cukup keras. Kali ini adalah suara teriakan seseorang. "Kebakaran! Kebakaran!" Sontak, Panca menyibakkan selimutnya dan mengambil seember air dari kamar mandi. Ia langsung berlari dengan cepat ke arah pintu.

Setelah Panca membuka pintu depan, Panca baru menyadari bahwa ia sangat bodoh Karena ia tak menyadari, suara yang ia dengar tadi adalah suara Akil dan Ogi. Dua sahabatnya itu entah kenapa tiba-tiba datang ke kos-kosannya di hari libur seperti ini.

"Eh, kunyuk! Ngapain lo berdua ke sini! Ini kan hari Minggu! Lo ganggu hari tidur gue. Hush! Balik ke alam baka sono!" Tangan Panca langsung memegang gagang pintu dan menutupnya. Tapi sebelum itu terjadi, pintu kos-kosan Panca dicekal oleh seseorang dengan sangat keras. Siapa lagi kalau bukan Ogi. Ogi dengan badan yang gemuk, berkekuatan seratus gajah.

"Gue yang tahan, Kil! Lo masuk, cepetan!!" titah Ogi. Akil pun mengangguk setuju. Akil dengan proporsi tubuh kurusnya langsung dengan mudah melewati celah yang disediakan oleh Ogi.

Panca juga tak mau kalah. Ia tetap berusaha mendorong sekuat tenaga agar pintunya tertutup. Pundak kanannya menjadi tumpuan. Kedua kakinya berperan sebagai penyangga agar badannya tak bergerak. Sementara itu, tangan kirinya ia gunakan untuk menahan Akil agar ia tidak bisa masuk.

Setelah cukup lama bertahan di posisi seperti itu, Panca merasa kewalahan. Ia akan kalah jika begini terus. Jadi ia merencanakan sesuatu. Dengan gerakan cepat, ia melepas pegangan di gagang pintu dan langsung meloncat mundur. Ogi dan Akil yang tak menyangka akan terjadi seperti itu langsung jatuh terjembab ke lantai.

"Aduh tulang pinggul gue sakit!" Ogi berteriak mengeluh, sambil mengelus-elus pinggulnya yang menabrak lantai.

Akil yang juga ikut jatuh langsung dengan mudahnya berdiri, "Lo nggak kenapa-kenapa, kan? Ini sih gara-gara rencana lo sendiri!"

"Dih lo juga yang bikin rencana mau ngangkut si Panca!"

"Lo!" Akil berteriak tak terima.

"Tapi lo yang mulai!"

"Apanya? Lo kali yang mulai duluan!"

Panca hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan sahabatnya ini. Sudah kuliah tapi perilaku masih seperti anak SMP. " Ini nih akibatnya kalo ngebangunin orang tak berdosa di hari libur!"

Keadaan Ogi sepertinya sudah membaik daripada sebelumnya. Ia sekarang sudah bisa berdiri dengan tegap, meskipun tangannya masih memegangi pinggulnya. Sementara Panca sedang duduk bersila di atas kasur dengan seprai yang bermotif klub sepak bola kesukaannya.

5 Things Of Her [on-hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang