BAB 17

24 2 0
                                    

"Jangan pulang ke pundak yang tidak bisa kau sandari."
-uwansy-
📜📜📜📜📜

Hari-hari Ara berjalan seperti biasanya. Hari-hari kerja yang penuh dengan tugas dan akhir pekan yang diisi dengan jalan-jalan keliling kota. Beberapa sore diisi dengan latihan bersama, beberapa sore lainnya ia habiskan untuk menatap layar laptopnya untuk mengerjakan tugas dari dosennya.

Seperti kali ini ia sedang menghabiskan sore harinya dengan latihan bersama teman-temannya satu UKM-nya. Karena ia datang terlambat, ia terpaksa menanggung konsekuensinya. Yaitu ia harus melakukan pemanasan sendiri di pinggir lapangan, sementara teman-temannya sudah sibuk dengan latihannya masing-masing.

Ara memulai pemanasan dengan merenggangkan otot lehernya. Selanjutnya ia merenggangkan tangan dan yang terakhir adalah kakinya. Gerakan yang terakhir adalah ia melakukan jumping jack beberapa kali untuk menyempurnakan pemanasannya.

Saat ia tengah sibuk melakukan jumping jack, suara Pras tiba-tiba terdengar memekikkan telinga.

"Eh, sampe kaapan lo mau pemanasan terus?" tanya Pras sambil menyilangkan tangan di depan dada.

Ara langsung menghentikan gerakannya. "Eh, iya iya maaf."

Pras selalu saja begini. Ara tau bahwa Pras adalah ketua dari pengurus karate. Akan tetapi ia juga mengakui bahwa Pras punya suara toa yang kerasnya mengalahkan volume toa masjid.

Matanya tiba-tiba menangkap keberadaan seseorang yang tengah duduk sendirian di atas tribun sambil memegang botol air mineral. Perempuan itu melihat ke arah tengah lapangan. Ara menyadari bahwa tidak ada orang lain di sini selain dia dn anak UKM-nya. Lantas, kenapa anak itu duduk di sana sendirian?

Tak lama kemudian Ara memicingkan matanya. Menilik pemilik dari wajah cantik itu.

Ira?

Baru sesaat setelah Ara menyadarinya, suara Pras kembali memanggilnya.

"LAH KOK MALAH NGELAMUN SIH?" Ara melirik ke arah Pras dengan wajah sebal. Ia mendenguskan napasnya kasar. Kemudian Ara berjalan ke tengah lapangan sambil bersungut-sungut.

Hari ini lain dari hari biasanya.
Biasanya di akhri minggu, Ara akan berlatih kumite atau jurus baru. Tapi kali ini karena ia kedatangan sinpei baru, mereka hari ini latihan untuk kata.

Bukannya tak bisa, tapi Ara tak mau belajar materi ini karena banyak alasan. Yang pertama, menurutnya kata kurang berguna jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan kumite atau jurus yang bisa dipraktekkan sewaktu-waktu.

Kedua, jujur saja kata itu adalah kumpulan gerakan yang cukup banyak. Hafalan kata bisa membuat kepalanya pening.

Masih dengan rasa sebal itu, Ara melirik ke arah tribun penonton. Perempuan itu masih di sana. Duduk memandang ke arah tengah lapangan dengan wajah datar.

Ara terus aja melihat ke arah perempuan itu. Sampai-sampai mata mereka bertemu. Untuk beberapa saat Ara dapat melihat perubahan wajah yang drastis dari perempuan itu. Dari serius menjadi kaget, lalu berubah tersenyum sambul melambai ke arahnya. Ara hanya melemparkannya senyum sambil melanjutkan latihannya yang tertunda.

Baru saat jeda istirahat, Ara memutuskan untuk menghampiri perempuan itu.

"Iraa!!!" teriak Ara dengan semangat sambil melambai-lambaikan tangannya di udara. "Wahh, lo masih aja suka nonton karate?"

Ira hanya mengusap-usap tengkuknya yang tidak gatal. "Iyanih, gue masih nggak bisa move on dari karate."

"Aduh, gayanya, Mbak. Kayak mantan aja," gumam Ara iseng.

5 Things Of Her [on-hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang